Membudayakan Anak Surabaya Cuci Tangan dengan Sabun
Cuci tangan dengan sabun belum membudaya di kalangan anak-anak usia bawah lima tahun di Surabaya, Jawa Timur. Untuk itu, perlu pembangunan fasilitas cuci tangan di luar rumah seperti di sekolah agar terbiasa bersih.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS - Cuci tangan dengan sabun untuk menjaga kebersihan diri belum membudaya dalam kehidupan anak-anak yang tinggal di kawasan kumuh dengan populasi padat di Surabaya, Jawa Timur.
Padahal, cuci tangan merupakan salah satu praktik dasar sanitasi total berbasis masyarakat (STBM). Cuci tangan dengan sabun mengurangi potensi tubuh anak kemasukan kuman atau bakteri penyakit terutama diare.
Di kawasan padat, terutama area publik antara lain balai untuk pendidikan anak usia dini (PAUD), belum ada fasilitas untuk cuci tangan dengan sabun. Anak-anak tak dapat menjaga kebersihan diri saat di luar rumah. Mereka tetap rentan serangan penyakit terutama diare jika tak bersih. Apalagi, Anak-anak aktif menggunakan tangan selama bermain hingga mengonsumsi makanan dan minuman.
Terkait dengan itu, Yayasan Wahana Visi Indonesia dan Jebsen & Jessen Group menginisiasi pembangunan fasilitas cuci tangan atau Hands (hand washing stations) di 9 PAUD di Kecamatan Simokerto. Di Kelurahan Tambakrejo dibangun 4 Hands. Lima Hands dibangun di Kelurahan Sidodadi.
Pembangunan fisik ditanggung oleh Jebsen & Jessen Group. Perusahaan ini juga mengikutsertakan sejumlah karyawan dari delapan negara termasuk Indonesia yang secara sukarela bergabung dalam "proyek" Hands tadi.
"Kami berusaha mendorong pembudayaan cuci tangan dengan sabun ke anak-anak," kata Koordinator Program Kesehatan WVI Area Surabaya Arzelia Yorika Lienando saat pembangunan Hands di Pos PAUD Terpadu Mentari Kasih RW 03 Tambakrejo, Kamis (28/11/2019).
Simokerto dan Kenjeran merupakan dia kecamatan di Surabaya yang menjadi area pendampingan WVI dalam hal sanitasi untuk anak-anak. Di kedua wilayah ini masih ada kawasan kumuh dengan populasi padat. Persoalan sanitasi antara lain buang air besar di sungai karena belum punya kakus. Jika sudah punya kakus saluran pembuangan kotoran ke sungai.
Kami berusaha mendorong pembudayaan cuci tangan dengan sabun ke anak-anak, kata Arzelia
Menurut survei dasar WVI, di Simokerto, prevalensi diare pada anak usia bawah lima tahun atau balita ternyata meningkat. Pada 2017, risiko anak terserang diare karena lemah budaya sanitasi 11,9 persen. Namun, tahun ini, persentase naik menjadi 12,6 persen. Ini terkait dengan tak sampai 20 persen rumah tangga yang dilengkapi fasilitas sanitasi dasar. Selain itu, perilaku hidup bersih berbasis sanitasi jika di persentase hanya 37 persen.
Ketua RW 03 Tambakrejo, Erna Sulistyo Wisata mengatakan, lebih dari sepuluh tahun lalu, fasilitas sanitasi dasar memang masih menjadi persoalan rakyat. Waktu itu, karena belum punya WC, kalangan warga masih buang air besar di sungai. Saat ini, warga sudah punya toilet sehingga buang hajat tak lagi ke sungai.
Masih lemah
"Tetapi, perilaku bersih misalnya selalu cuci tangan dengan sabun sehabis berkegiatan saya rasa masih lemah," kata Erna. Padahal, budaya bersih perlu diturunkan dan dilestarikan kepada anak-anak. Untuk itu, pembangunan Hands di PAUD-PAUD disambut gembira karena membantu aparatur warga dalam pemenuhan fasilitas sanitasi dasar.
Tahun ini, lanjut Erna, di RW 03 Tambakrejo juga sedang dibangun instalasi pengolahan air limbah (IPAL) komunal. IPAL mencakup 60 sambungan rumah. Tahun depan, juga dibangun 7 septic tank besar yang masing-masing melayani 5 sambungan rumah.
"Dengan adanya IPAL dan septic tank, saluran pembuangan sanitasi ke sungai akan ditutup sehingga bisa dimulai program sungai bersih," ujar Erna.
Manager Pemasaran dan Komunikasi Jebsen & Jessen Indonesia Arief Kadaryono mengatakan, melibatkan karyawan sebagai sukarela melalui program \'meet a need\' yang merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan. Program sejak 2007 ini untuk membuat peluang langsung bagi karyawan mendukung proyek nirlaba di suatu wilayah. Di Surabaya, program ini diwujudkan dalam pembangunan Hands.
Rod Pagkalinawan, sukarelawan dari Filipina, mengatakan, amat senang dapat terlihat dalam pembuatan Hands di Mentari Kasih, Tambakrejo. Timnya yang beranggotakan rekan kerja dari Malaysia, Vietnam, dan Indonesia mendekorasi dinding di atas deretan keran Hands. Mereka menulis dengan cat warna warni BASAHI, SABUNI, CUCI, BILAS.
"Semoga mudah dipahami anak-anak dan membantu mereka membudayakan hidup bersih dari selalu cuci tangan dengan sabun," kata Rod.