Kasus stunting atau tengkes di Papua masih tinggi. Salah satu penyebabnya adalah minimnya informasi tentang pemberian asupan makanan yang bergizi dan pola hidup keluarga yang berkualitas.
Oleh
FABIO COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Kasus stunting atau tengkes di Papua masih tinggi. Salah satu penyebabnya adalah minimnya informasi tentang pemberian asupan makanan yang bergizi dan pola hidup keluarga yang berkualitas.
Hal ini disampaikan Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Papua Sarles Brabar, saat ditemui di Jayapura, Kamis (28/11/2019). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Papua, angka stunting yang diderita anak balita di provinsi itu masih tinggi, yakni sekitar 30 persen.
Sarles mengatakan, BKKBN Papua juga mengemban program untuk pengentasan stunting atau terhambatnya pertumbuhan anak karena minimnya asupan gizi untuk 22 kabupaten di Papua. Program itu di antaranya dilakukan di Lanny Jaya, Tolikara, Paniai, Dogiyai, Asmat, dan Mamberamo Raya.
Salah satu upaya pengentasan stunting yang dilakukan BKKBN adalah sosialisasi tentang pemberian asupan makanan yang bergizi selama 1.000 hari kehidupan awal anak dan pengaturan jarak kelahiran. BKBBN Papua menyiapkan anggaran sebesar Rp 1 miliar untuk sosialisasi penanganan stunting di 22 kabupaten.
"Kami bersinergi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk memberikan sosialisasi dan makanan tambahan yang bergizi bagi anak," tutur Sarles.
Ia mengungkapkan, dari hasil survei BKKBN Papua tahun ini, ditemukan banyak pasangan usia subur belum mengetahui tentang penggunaan alat KB modern. Sebanyak 12,3 persen dari 247 pasangan usia subur sama sekali tidak mengetahui alat KB dan cara penggunaannya.
Sementara itu, BKKBN juga menemukan sebanyak 87 persen dari 247 pasangan usia subur di Papua hanya mengetahui satu alat KB. Masalah lain, banyak temuan remaja berusia 15-16 tahun telah menikah.
Selain itu, lanjut Sarles, masih terdapat ibu yang melahirkan anak setiap tahun. Idealnya, jarak kelahiran antaranak minimal dua hingga tiga tahun. Tujuannya agar orangtua dapat mengasuh setiap anaknya secara berkualitas.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Papua Salmon Dwaa mengatakan, angka stunting di Papua yang sebesar 30 persen masih tinggi dari target nasional, yakni di bawah 10 persen. Dinkes Papua juga telah menyiapkan program penanganan stunting di 22 kabupaten. "Misalnya, pemberian makanan tambahan secara rutin bagi ibu dan anak," papar Salmon.
Ia berharap, penanganan stunting tak hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan, tetapi juga melibatkan Kementerian Keuangan dan Bappenas. Hal itu agar penyediaan anggaran dan program penanganan bisa menjangkau seluruh wilayah dan tepat sasaran.
"Diperlukan sinergi antara kementerian dan pemda untuk penanganan stunting. Contohnya, untuk sosialisasi pola asuh anak, perlu penyediaan anggaran yang cukup dan sarana transportasi untuk menjangkau seluruh wilayah, baik di perkotaan maupun pedalaman," katanya.
Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Papua Christine Siregar menuturkan, penyebab utama tingginya stunting di Papua adalah asupan gizi yang minim, layanan kesehatan yang tidak tuntas, dan masalah pola asuh.
"Angka stunting di atas 20 persen sangat bermasalah. Penyebabnya adalah anak tidak mendapatkan makanan yang bergizi dan tidak mengikuti imunisasi dengan lengkap," ungkap Christine.