Pengembangan Pariwisata di NTB Butuh Kerja Bersama
Pengembangan sumber daya manusia menjadi bagian tidak terpisahkan dari industri pariwisata. Tidak terkecuali di Lombok, Nusa Tenggara Barat yang saat ini dikembangkan sebagai salah satu destinasi super prioritas.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS – Pengembangan sumber daya manusia menjadi bagian tidak terpisahkan dari industri pariwisata. Tidak terkecuali di Lombok, Nusa Tenggara Barat yang saat ini dikembangkan sebagai salah satu destinasi super prioritas. Oleh karena itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengajak semua pemangku kepentingan untuk tidak hanya menyiapkan destinasi, tetapi juga masyarakat.
Hal itu disampaikan Asisten Deputi Pengembangan Sumber Daya Manusia Pariwisata dan Hubungan Antarlembaga Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wisnu Bawa Tarunajayapada acara Biannual Tourism Forum di Mataram, Kamis (28/11/2019).
Biannual Tourism Forum berlangsung 28-29 November 2019. Acara yang dihadiri berbagai pemangku kepentingan di bidang pariwisata mulai dari pemerintah daerah, swasta, penggiat pariwisata, dan lainnya itu diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama Bank Dunia. Di hari terakhir, diharapkan ada rumusan program pengembangan pariwisata di NTB dari forum tersebut.
Menurut Wisnu, Lombok, dalam hal ini Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika di Lombok Tengah, menjadi salah satu dari lima destinasi super prioritas yang tengah dikembangkan pemerintah pusat. Empat destinasi lain yakni Toba (Sumatera Utara), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Borobudur (Jawa Tengah), dan Likupang (Sulawesi Utara).
KEK Mandalika yang berada sekitar 47 kilometer Selatan Mataram, ibu kota NTB, saat ini terus dikebut pembangunannya. Pemerintah menargetkan, seluruh fasilitas pendukung sudah selesai dibangun pada akhir 2020 mendatang. Termasuk sirkuit ajang balap MotoGP yang ditargetkan diselenggarakan pada 2021 mendatang. Ajang itu ditargetkan bisa menggaet pengunjung hingga 100.000 orang.
Sebagai destinasi super perioritas, pengembangan KEK Mandalika tidak hanya akan berdampak pada masyarakat di kawasan tersebut, tetapi juga di luar kawasan di Lombok dan NTB pada umumnya.
Oleh karena itu, menurut Wisnu, kesiapan sumber daya manusia atau masyarakat menjadi sangat penting. Itu tidak hanya untuk KEK Mandalika, tetapi sektor pariwisata Lombok dan NTB di masa mendatang.
“Lombok nanti berkembang. Masyarakat harus mendapatkan manfaatnya. Jangan sampai orang luar yang bekerja, sementara masyarakat di Lombok hanya jadi penonton. Kita harus bangun mereka agar terlibat dalam pariwisata,” kata Wisnu.
Kemampuan melayani
Menurut Wisnu, penyiapan masyarakat untuk pariwisata, seperti di Lombok, berujung pada kemampuan mereka untuk melayani sesuai dengan standar. Selama ini, kemampuan melayani menjadi persoalan dalam bidang pariwisata.
Untuk mewujudkan masyarakat yang mampu melayani, kata Wisnu, dibutuhkan berbagai karakter yang harus sama-sama didorong oleh semua pemangku kepentingan. Karakter itu seperti integritas, antusias, serta totalitas dalam bekerja. Termasuk mau berkolaborasi, bekerja cepat, dan memiliki prioritas.
Wisnu mengatakan, masyarakat Lombok sudah bergerak ke arah itu. Kebiasaan-kebiasaan yang bisa memunculkan stigam buruk terhadap pariwisata, tidak lagi terdengar. Misalnya perlakuan kurang bagus ke tamu. “Itu yang harus dijaga bersama,” kata Wisnu.
Menurut Wisnu, karakter-karakter itu bisa terus ditumbuhkan lewat pertemuan-pertemuan atau berbagi pengetahuan, juga pelatihan-pelatihan. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, juga melakukan hal itu di Lombok.
Saat ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama Bank Dunia, masih menjalakan program pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat. Pelatihan itu seperti pelatihan gerakan sadar wisata, pelatihan kompetensi untuk industri, pelatihan SDM kepariwisataan untuk guru dan dosen, serta program pendampingan desa wisata. Selain di Lombok, program yang berlangsung dari 2019-2023 itu juga dilakukan di Toba dan Borobudur.
Tidak hanya Kementerian Pariwisata dan Bank Dunia, Monitoring Center for Sustainable Tourism Observatory (MCSTO) atau lembaga yang dibentuk atas kerja sama universitas Kementrian Pariwisata, pemerintah daerah, serta World Tourism Organization (UNWTO) juga melakukan hal serupa di Lombok.
Ahmad Saofi dari MCSTO Universitas Mataram yang melakukan pendampingan untuk Lombok mengatakan, tidak hanya monitoring, mereka juga bertugas memberdayaan masyarakat, peningkatan kapasitas, dan lainnya. Pada 2019-2013, sejumlah tugas yang mereka kerjakan di Lombok antara lain seperti memastikan kepuasan masyarakat lokal terhadap pariwisata, keuntungan ekonomi destinasi, seasonalitas wisatawan, dan tata kelola.
Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Moh Faozal menambahkan, pemerintah daerah juga terus mendorong peningkatan kapasitas masyarakat untuk menyambut pengembangan sektor pariwisata di NTB. Saat ini misalnya, mereka menyiapkan 99 desa wisata di seluruh wilayah NTB. Secara bertahap selama lima tahun ke depan, menurut Faozal, desa wisata itu disiapkan dengan sebaik-baiknya. Tidak hanya dari sisi infrastruktur, tetapi juga kelembagaan desa wisata.