Kekuatan desain grafis dalam menyampaikan pesan belum terlalu disadari publik. Bahkan, masih banyak orang yang melihat sektor desain grafis sebatas gambar saja.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kekuatan desain grafis dalam menyampaikan pesan belum terlalu disadari publik. Bahkan, masih banyak orang yang melihat sektor desain grafis sebatas gambar saja. Desainer perlu mulai mengedukasi publik mengenai makna dari suatu desain visual.
Hal itu dikemukakan Sekretaris Jenderal Asosiasi Profesional Desain Komunikasi Visual Indonesia Eka Sofyan Rizal, seusai menjadi pembicara dalam diskusi bertema ”Peran Desain Grafis untuk Industri Kreatif Lokal”. Diskusi itu digelar PT Astra Graphia bersama Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, di Yogyakarta, Jumat (29/11/2019).
”Kondisi sekarang, publik memang belum terlalu paham manfaat dan makna dari desain grafis. Masih sebatas yang kelihatan saja, seperti aktivitas berkaitan dengan grafis. Ini dikuatkan dengan fakta desainer juga sebatas memproduksi visualnya saja untuk memuaskan kliennya. Belum tentu ada pemaknaan terhadap desain itu,” kata Eka.
Kekuatannya ada di komunikasi. Artinya, ada konten dari komunikasi ini.
Menurut Eka, desain grafis akan terus bertumbuh seiring dengan berkembangnya ekonomi kreatif di Indonesia. Untuk itu, sisi komunikasi visual dari sebuah desain seharusnya kian ditonjolkan. Jangan sampai sebuah desain hanya sekadar indah tanpa mengandung pesan yang hendak disampaikan.
”Kekuatannya ada di komunikasi. Artinya, ada konten dari komunikasi ini. Konten itu yang selanjutnya perlu didiskusikan antara publik dan desainer guna membaca kebutuhan publik,” kata Eka.
Eka menambahkan, disiplin desain sendiri masih merupakan hal yang relatif baru bagi masyarakat. Belum semua masyarakat memahami bahwa desain itu mampu membantu suatu kelompok atau unit usaha menjadi unik dan punya jati diri. Dalam dunia usaha, keunikan desain itu yang nantinya bisa meningkatkan minat masyarakat terhadap suatu produk atau layanan sehingga muaranya mengembangkan usaha tersebut.
Selain itu, Eka berharap desainer punya kemauan untuk meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya penyampaian pesan dari desain. Itu menjadi esensi utama dari desain grafis, yakni tersampaikannya pesan atau makna tertentu kepada publik melalui seni visual.
Direktur Pengembangan Pasar Dalam Negeri Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Baparekraf) Yuana Rochma Astuti menyatakan, desain grafis mendukung subsektor ekonomi kreatif, seperti kuliner, mode, kriya, seni pertunjukan, dan musik. Desain grafis memberikan nilai tambah terhadap produk-produk ekonomi kreatif tersebut.
”Ini, supaya suatu produk bisa berbeda, harus ada branding dan packaging yang didukung oleh desain grafis,” kata Yuana.
Menurut data Badan Ekonomi Kreatif, yang sekarang menjadi Baparekraf, pada 2016 tiga subsektor ekonomi kreatif yang memiliki kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) adalah kuliner (41,4 persen), mode (18,01 persen), dan kriya (15,4 persen).
Sementara itu, subsektor desain komunikasi visual (DKV) masuk peringkat ke-4 dengan pertumbuhan yang paling pesat. Adapun persentasenya mencapai 8,98 persen. Tiga subsektor lainnya yang juga mengalami pertumbuhan pesat, yaitu TV dan radio (10,33 persen); film, animasi, dan video (10,09 persen); serta seni pertunjukan (9,54 persen).
”Ini terjadi pada 2016. Sekarang, teknologi sudah berkembang sebegitu cepat dan maju. Kondisinya pasti juga sudah berubah dan semakin baik pula,” kata Yuana.
Direktur PT Astra Graphia Tbk Mangara Pangaribuan mengatakan, dari sektor industri, pihaknya berkomitmen mendukung industri kreatif lokal lewat pengembangan teknologi percetakan. Teknologi yang kian maju diyakininya memicu kreativitas desainer-desainer muda untuk menciptakan karya visual yang tak terduga. Edukasi berupa seminar dan lokakarya juga terus dilakukan untuk menguatkan kualitas sumber daya para desainer muda.
Selain itu, dalam mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif. Lewat peraturan itu, para pelaku ekonomi kreatif didorong untuk mendaftarkan hak kekayaan intelektualnya (HKI). Sebab, hak tersebut menjadi dasar dalam perkembangan ekonomi kreatif.
”Kami mendorong agar semua mau mendaftarkan HKI. Ini agar produk atau karya mereka terproteksi dan tidak sembarangan dicontoh orang lain. Kami juga ada dukungan berupa pendanaan yang basisnya bagi para pemilik HKI. Kami menegaskan HKI ini penting sekali,” kata Yuana.