Jelang Natal dan Tahun Baru, kenaikan harga komoditas pangan di wilayah pantai utara Jawa Tengah diantisipasi. Pemerintah Kota Tegal, misalnya, menggencarkan inspeksi pasar, stabilisasi harga, dan kelancaran distribusi.
Oleh
KRISTI UTAMI
·4 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Jelang Natal dan Tahun Baru, kenaikan harga sejumlah komoditas pangan di wilayah pantai utara Jawa Tengah diantisipasi. Pemerintah Kota Tegal, misalnya, menggencarkan inspeksi ke pasar, stabilisasi harga, dan menjamin kelancaran distribusi barang.
Empat tahun terakhir, sejumlah komoditas seperti telur ayam ras, beras, bawang merah, dan cabai rawit merah menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Tegal. Tren kenaikan harga pangan pun kini mulai terjadi di sejumlah pasar tradisional setempat.
Agus (45), pedagang Pasar Pagi Kota Tegal, menuturkan, harga telur pekan ini berkisar Rp 23.000-Rp 24.000 per kilogram (kg). Harga tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata harga telur pada Oktober, yakni Rp 20.500 per kg. Agus menambahkan, pada akhir 2018, harga telur sempat menyentuh angka Rp 26.000 per kg.
Menurut Agus, dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, harga telur ayam akan naik berkisar Rp 3.000-Rp 5.000 per kg. ”Saat akhir tahun, permintaan telur pasti meningkat hingga dua kali lipat dari hari biasa. Jika pasokan dari peternak terbatas, harganya sudah pasti naik,” kata Agus, Jumat (29/11/2019).
Agus berharap, akhir tahun ini ketersediaan pasokan telur terjaga sehingga kenaikan harga bisa diantisipasi. Isah (40), pedagang hasil bumi di Pasar Pagi Kota Tegal, mengatakan, harga cabai rawit merah saat ini cenderung turun dibandingkan dengan kondisi tiga bulan terakhir. Pada Agustus lalu, harga cabai rawit merah menembus Rp 90.000 per kg. Saat ini harga cabai rawit merah sekitar Rp 40.000 per kg.
”Belakangan ini pasokan cabai dari Kabupaten Tegal dan Kabupaten Brebes ke Kota Tegal cukup lancar, semoga tidak ada kenaikan harga yang signifikan pada cabai rawit merah, akhir tahun ini,” ucap Isah.
Sementara itu, harga bawang merah juga merangkak naik. Bulan lalu, harga bawang merah sekitar Rp 21.000 per kg. Pada pekan kedua November, harga tersebut naik menjadi Rp 23.500 per kg. Saat ini harga bawang merah Rp 25.000 per kilogram. Harga tersebut terbilang masih lebih rendah daripada harga pada akhir tahun lalu sekitar Rp 28.000 per kg.
Desi (41), pelaku UMKM di Kota Tegal, berharap kenaikan harga pangan yang signifikan tidak terjadi pada akhir tahun ini, terutama untuk harga telur. Menjelang Natal, dirinya menerima banyak pesanan untuk membuat kue kering.
”Untuk menyiasati kenaikan harga telur di akhir tahun, biasanya saya akan membuat kue-kue kering pada akhir November. Kalau dibuat dadakan mendekati Natal, bisa jadi saya akan rugi karena harga bahan-bahannya naik, tetapi harga kuenya tetap,” tutur Desi.
Badan Pusat Statistik Kota Tegal mencatat, dalam kurun waktu empat tahun terakhir, kenaikan harga selalu terjadi pada sejumlah komoditas pangan. Beberapa komoditas pangan yang harganya biasanya naik di antaranya telur ayam ras, beras, bawang merah, dan cabai rawit merah.
Mitigasi
Untuk mengatasi kenaikan harga yang signifikan, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Tegal melakukan sejumlah upaya, seperti inspeksi ke pasar, stabilisasi harga, dan menjamin kelancaran distribusi barang.
Kepala Unit Advisori Ekonomi Keuangan Bank Indonesia Kantor Perwakilan Tegal yang juga anggota TPID Kota Tegal Henry Nosih mengatakan, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memitigasi kenaikan harga di antaranya menjaga keterjangkauan harga, menjamin ketersediaan pasokan, menjaga kelancaran distribusi, dan melakukan koordinasi serta komunikasi efektif dengan pihak-pihak terkait.
”Untuk menjaga ketersediaan pasokan, kami akan terus berkoordinasi dengan dinas pertanian, dinas peternakan, dan Badan Usaha Logistik (Bulog). Jika ada indikasi keterbatasan pasokan, nanti kami tanggulangi dengan operasi pasar,” kata Henry.
Adapun untuk menjamin kelancaran distribusi, TPID Kota Tegal akan bekerja sama dengan Dinas Perhubungan dan Satgas Pangan.
Sementara itu, Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono menuturkan, Pemerintah Kota Tegal akan bekerja sama dengan lembaga ekonomi perdesaan, badan usaha milik daerah, koperasi, ataupun komunitas produsen di daerah sekitar untuk memenuhi kebutuhan pangan di Kota Tegal. Sebab, selama ini Kota Tegal yang memiliki keterbatasan lahan pertanian mengandalkan pasokan dari luar daerah.