Dalam setahun terakhir, belasan perusahaan di Jawa Timur memilih merelokasi pabriknya ke Jawa Tengah. Relokasi dipicu upah minimum kabupaten/ kota di Jatim yang dinilai terlalu tinggi.
Oleh
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS—Dalam setahun terakhir, belasan perusahaan di Jawa Timur memilih merelokasi pabriknya ke Jawa Tengah. Relokasi dipicu upah minimum kabupaten/ kota di Jatim yang dinilai terlalu tinggi.
”Berdasarkan laporan ke organisasi sudah 19 perusahaan khusus alas kaki (yang direlokasi) ke Jateng,” kata Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha Jawa Timur (Forkas) Nurcahyudi, di Surabaya, Sabtu (30/11/2019).
Hal serupa diakui Johnson Simanjuntak dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jatim. Sejumlah pabrik dan industri, terutama yang berada di Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Gresik, dan Pasuruan, berencana pindah.
Faktor upah yang dinilai terlalu tinggi, diakui Nurcahyudi, menjadi pemicu relokasi pabrik. Ia memberikan gambaran, jika selisih upah Rp 1 juta untuk 2.000 buruh saja, perusahaan bisa menyimpan rata-rata Rp 2 miliar per bulan atau Rp 24 miliar per tahun. Dengan akumulasi selama 5 tahun, pengusaha bisa menyimpan dana sebesar Rp 120 miliar dan bisa untuk membangun satu pabrik lagi. Dengan demikian, dalam lima tahun, perusahaan tersebut bisa memiliki dua pabrik.
”Kenaikan upah rerata 8,5 persen per tahun jika dalam lima tahun kan jadi 42,5 persen. Angka ini begitu fantastis, terutama bagi perusahaan yang berlokasi di Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan,” ujarnya.
Dengan penghitungan itu, menurut Nurcahyudi, bisa dipahami jika perusahaan memilih pindah ke Jateng yang dinilai lebih ramah investasi dan mendorong perusahaan lebih kompetitif.
”Pemprov Jatim perlu introspeksi terkait kondisi ini karena masih ada celah untuk menahan pengusaha bertahan di sini. Apalagi, hampir semua negara tujuan ekspor juga mengalami pelambatan ekonomi,” ujarnya.
Data Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Jatim menunjukkan ada 16 perusahaan di Jatim yang menyatakan pindah lokasi, pasca-penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) 2020.
Dari 16 perusahaan yang merelokasi pabrik, 3 dari Surabaya, 6 dari Sidoarjo, 2 dari Mojokerto, 3 dari Pasuruan, serta masing-masing 1 perusahaan di Gresik dan Jombang. Sebagian pabrik direlokasi ke Jateng, sebagian lagi ke daerah di Jatim yang UMK-nya paling tinggi Rp 2,6 juta, seperti di Jombang, Lamongan, Nganjuk, dan Ngawi.
”Data sementara, 16 perusahaan yang pindah, rata-rata dari daerah yang UMK-nya di atas Rp 4 juta per bulan,” kata Kepala Disnakertrans Jatim Himawan Estu Bagijo,
Pasca-penetapan UMK 2020 di Jawa Timur, sejumlah perusahaan juga sudah menyatakan akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Himawan menyatakan, setidaknya ada 15.000 buruh yang terdaftar Disnaskertrans Jatim terancam PHK tahun depan. Sebagian besar pekerja industri rokok, alas kaki, serta garmen.
Perpres percepatan
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80/2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gerbangkertosusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan), kawasan BTS (Bromo, Tengger, Semeru), serta kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan. Perpres ditandatangani pada 20 November 2019 dan resmi diundangkan pada 25 November 2019 oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Faktor upah yang dinilai terlalu tinggi, diakui Nurcahyudi, menjadi pemicu relokasi pabrik.
Untuk mendukung dan memberikan nilai tambah di kawasan tersebut, dalam Perpres No 80/2019 juga tertuang pengembangan di kawasan Selingkar Ijen, kawasan Madura dan Kepulauan.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa segera menindaklanjuti perpres dengan menyiapkan rencana detail percepatan pembangunan ekonomi yang dibutuhkan. Seperti disebutkan dalam perpres, percepatan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut akan dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan, serta tertuang dalam Rencana Induk Pembangunan Kawasan.
Terkait pendanaan, perpres mengatur percepatan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut bersumber dari APBN, APBD, kerja sama pemerintah dan badan usaha, serta sumber pendapatan lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Khusus percepatan di kawasan Gerbangkertosusila akan difokuskan pada konektivitas agar tersedia transportasi publik yang baik. Rencana detail dan tim satuan tugas disiapkan untuk penyediaan transportasi publik. Opsinya, antara lain MRT, LRT, serta penambahan kereta komuter hingga Lamongan dan Tuban.
Adapun untuk pengembangan di kawasan BTS akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur yang lebih memadai bagi para wisatawan, baik dari arah Malang, Pasuruan, maupun Probolinggo. (ETA)