Integrasi Pelayanan Publik, Komitmen Kepala Daerah Menentukan
Integrasi pelayanan publik di kabupaten/kota di Indonesia membutuhkan keinginan kuat dari kepala daerah. Komitmen mereka sebagai pengambil kebijakan tertinggi di daerah sangat menentukan, tapi belum semua kepala sepakat.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Integrasi pelayanan publik di tingkat kabupaten/kota di Indonesia membutuhkan keinginan kuat dari kepala daerah. Komitmen mereka sebagai pengambil kebijakan tertinggi di daerah sangat menentukan, tetapi belum semua kepala daerah memiliki keinginan tersebut.
Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Diah Natalisa, seusai meresmikan Mal Pelayanan Publik (MPP) Banda Aceh, Selasa (3/12/2019), menuturkan, komitmen kepala daerah menjadi persoalan utama dalam perbaikan layanan publik.
”Komitmen kepala daerah dan leadership menjadi persoalan mendasar,” kata Diah.
Diah mengatakan, pembentukan MPP merupakan capaian terbaik kepemimpinan kepala daerah. Sebab, tidak mudah mengintegrasikan banyak lembaga pemerintah dan nonpemerintah berada di satu lokasi untuk melayani warga.
Saat ini, dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia, baru 17 daerah yang memiliki mal pelayanan publik (MPP). Pada 2020, ditargetkan jumlah daerah yang membangun MPP sebanyak 27 daerah.
Meski demikian, kata Diah, tidak mudah mendorong daerah membangun MPP. Setiap daerah dihadapkan pada persoalan keterbatasan keuangan, minimnya sarana prasarana, dan sulitnya mengolaborasi para pihak penyedia layanan. Akan tetapi, persoalan tersebut dapat diatasi jika kepala daerah memiliki visi memperbaiki kualitas pelayanan publik bagi warganya.
Padahal, kata Diah, perbaikan layanan publik merupakan amanah Presiden yang dituangkan dalam Nawacita. Dengan adanya MPP, warga semakin mudah mengakses beragam layanan di satu tempat. Pembentukan MPP juga telah mengubah pola pikir atau ego sektoral antarlembaga penyedia jasa layanan.
”Diah menuturkan, ke depan diwacanakan pemberian isentif bagi daerah yang memperoleh peringkat baik dalam pelayanan publik. Saat ini banyak daerah yang sedang kami dampingi untuk mereformasi pelayanan publik,” kata Diah.
Anggaran besar
”Sebagai ibu kota Provinsi Aceh, kami (Banda Aceh) harus menjadi pionir melakukan perubahan,” kata Aminullah.
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman menuturkan, Banda Aceh dua tahun berturut-turut memperoleh penghargaan sebagai kota dengan pelayanan publik terbaik. Capaian itu menjadi motivasi bagi pemerintah untuk meningkatkan layanan.
”Sebagai ibu kota Provinsi Aceh, kami (Banda Aceh) harus menjadi pionir melakukan perubahan,” kata Aminullah.
Pembangunan MPP Banda Aceh menghabiskan anggaran Rp 5 miliar. Ruangan di lantai tiga gedung Pasar Atjeh yang sempat terbengkalai dibenahi kembali. Kini, ruangan MPP terlihat mewah layaknya sebuah perkantoran besar.
Di kantor tersebut terdapat 24 lembaga pemerintah/nonpemerintah yang melayani publik, seperti perizinan usaha, administrasi kependudukan, perbankan, perpajakan, paspor, dan kepolisian.
MPP Banda Aceh dilengkapi dengan ruang menyusui, ruang bermain anak, ruang baca, dan tempat ibadah.
Gedung Pasar Atjeh terletak di pusat kota, bersebelahan dengan Masjid Raya Baiturrahman. Pasar itu mudah dijangkau karena terhubung dengan transportasi umum. Lantai satu dan dua diisi oleh pedagang pakaian dan sembako.
”Kami berharap suasana pasar akan semakin ramai. Sambil menunggu proses layanan, warga bisa berbelanja,” kata Aminullah.
Fadhil (30), warga Banda Aceh, menyambut baik diresmikan MPP Banda Aceh. Dia mengatakan, kini semua urusan administrasi dapat diperoleh di satu lokasi.