Melepaskan Kehangatan Natal dan Tahun Baru demi Bangsa
Sebanyak 400 prajurit TNI diberangkatkan untuk mengemban tugas sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon. Suasana haru sekaligus bangga menyelimuti pelepasan para prajurit itu.
Oleh
RENY SRI AYU
·5 menit baca
Perayaan Natal dan Tahun Baru sudah di depan mata. Namun, momen yang biasanya menjadi ajang kebersamaan dan kumpul keluarga itu tahun ini dirasakan berbeda bagi 400 prajurit TNI Komando Daerah Militer XIV/Hasanuddin. Mereka dikirim bertugas sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon, yakni United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL).
Dalam balutan seragam loreng hijau, Kopral Dua Dominggus terus mendekap Chintia (3) dalam gendongannya. Sekuat tenaga berusaha tampak tegar, air mata Dominggus tak bisa dibendung. Dia luluh. Isak tangis yang tertahan membuat bibirnya bergetar. Dia lalu mengenakan kacamata hitam.
Dominggus tak mampu menyembunyikan perasaannya. Di bawah payung di tengah panas terik pelataran Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (3/12/209), dia larut dalam kesedihan. Dia mematung, nyaris tak beranjak dari tempatnya berdiri, tak jauh dari tangga KM Dorolonda, kapal yang akan membawanya ke Jakarta.
Sebagai ayah dan suami, saya pasti merasa sangat sedih dan berat meninggalkan mereka berdua. Setahun bukan waktu yang sebentar. Tapi, sebagai prajurit, saya bangga dipilih mengemban tugas ini.
Ini kali pertama dia harus meninggalkan anak dan istrinya dalam waktu cukup lama ke tempat yang jauh. Pasukan UNIFIL akan bertugas selama setahun di Lebanon. Ini merupakan kali pertama pula Dominggus tak akan merayakan Natal dan pergantian tahun dengan istri, anak, dan keluarga lainnya. Kalimat ”Papa, saya mau ikut” yang keluar dari mulut anaknya membuat rasa sedihnya kian menjadi.
”Sebagai ayah dan suami, saya pasti merasa sangat sedih dan berat meninggalkan mereka berdua. Setahun bukan waktu yang sebentar. Tapi, sebagai prajurit, saya bangga dipilih mengemban tugas ini. Saya membawa nama negara, ini adalah tanggung jawab dan kebanggaan,” katanya.
Di gawainya, Dominggus menyimpan banyak foto anak dan istrinya. Sebagian adalah foto kenangan pada momen-momen manis, termasuk Natal tahun lalu. Kelak, di tempat tugas, foto-foto itu akan jadi pengobat rindu kala tak bisa melakukan panggilan video.
Kesedihan juga meliputi pasangan pengantin baru, Sersan Satu (Sertu) Nurjannah dan suaminya, Sertu Ridwan. Belum lagi setengah tahun usai menikah, Nurjannah harus meninggalkan suaminya itu untuk bertugas ke Lebanon. Buyar sudah rencana libur akhir tahun yang telah direncanakan.
Sebagai pasangan prajurit, sejak awal keduanya sesungguhnya sudah paham dan siap ketika kelak menghadapi saat-saat seperti ini. Namun, tetap saja, Nurjannah tak henti berurai air mata. Kedua bola matanya tampak sudah bengkak sebelum panggilan terakhir naik ke kapal berkumandang. Dia memeluk erat suaminya lama saat panggilan terakhir naik ke kapal terdengar dari pengeras suara.
Semua prajurit yang berada di pelataran dan keluarga yang mengantar larut dalam kesedihan sekaligus rasa bangga. Lagu ”Bagimu Negeri” dan lagu lain yang membangkitkan rasa nasionalisme seperti jadi pengobat kesedihan dan melecut semangat.
Imelda (32), salah satu istri prajurit, berusaha tegar dan berbesar hati. Natal tahun ini akan dilewatkan tanpa suaminya. ”Sebagai istri prajurit, saya harus siap dengan keadaan seperti ini. Pasti sedih dan pasti akan sangat rindu. Tapi, suami saya memenuhi panggilan tugas negara. Tak ada kata tidak dan saya harus berbesar hari melepasnya bertugas,” katanya.
Di sudut matanya, ada butiran seperti kristal bening yang jatuh membasahi pipinya. Dia memeluk suaminya dan membiarkan keningnya dikecup saat perintah naik ke kapal terdengar dari pengeras suara dari arah tribun bekas tempat upacara.
Hari itu, pelataran Pelabuhan Soekarno-Hatta memang lebih ramai dari biasa. Diawali upacara, Panglima Kodam XIV/Hasanuddin Mayor Jenderal Surawahadi melepas 400 prajurit yang bergabung dalam Pasukan UNIFIL. Para prajurit ini berasal dari berbagai kesatuan di bawah Kodam XIV/Hasanuddin. Tak hanya laki-laki, sebagian pasukan juga adalah perempuan.
Saya hanya berharap anak-anak saya dapat melaksanakan tugas dengan baik sesuai SOP (standar operasional prosedur).
Mereka akan berangkat ke Jakarta terlebih dahulu dan bergabung dengan 450 prajurit lainnya. Dua minggu ke depan mereka akan resmi berangkat ke Lebanon. Pasukan UNIFIL secara rutin dikirim setiap tahun dan mengalami rotasi juga setiap tahun. Di Lebanon, mereka bergabung dengan pasukan dari sejumlah negara di bawah PBB untuk melaksanakan tugas penjagaan, patroli, dan misi perdamaian lainnya.
”Saya hanya berharap anak-anak saya dapat melaksanakan tugas dengan baik sesuai SOP (standar operasional prosedur), tidak melakukan pelanggaran, dan menjaga nama baik bangsa selama bertugas satu tahun di sana. Selebihnya, saya berharap mereka pulang selamat dan kembali ke keluarga dan kesatuan masing-masing,” kata Surawahadi.
Sebagai prajurit yang akan ditugaskan dalam misi perdamaian internasional, para prajurit dibekali dengan banyak hal, di antaranya kemampuan berkomunikasi, pengetahuan budaya daerah asal, dan juga tempat tugas. Untuk bahasa lokal selama bertugas, prajurit dibekali pengetahuan bahasa Perancis dan Arab, adapun bekal bahasa Inggris untuk berkomunikasi secara umum, terutama dengan pasukan dari negara lain.
Untuk terpilih menjadi pasukan penjaga perdamaian ini, berbagai tahapan ujian dilakukan. Tak hanya fisik dan mental, tetapi juga berbagai pengetahuan lain. ”Saya mengikuti tes, nyaris seperti tes saat masuk TNI. Ada banyak materi ujian dan alhamdulillah lulus. Ini menjadi kebanggaan dan menambah pengalaman saya sebagai prajurit,” kata Serda Kowad Nila Nurfaulisa. Dia menjadi bagian tim lapangan sekaligus pendataan kendaraan, persenjataan, dan berbagai peralatan lainnya.
Menurut Surawahadi, ada kemampuan tambahan yang juga dibawa oleh setiap prajurit terkait kebudayaan dan tradisi serta kesenian daerah asal. Bahkan, mereka juga memiliki kemampuan marawis. ”Sekali lagi, saya memohon doa seluruh masyarakat agar prajurit yang berangkat bisa melaksanakan tugas dengan baik dan kembali selamat,” katanya.
Panggilan terakhir naik ke kapal menjelang siang menjadi awal perpisahan para prajurit dengan keluarga mereka untuk setahun lamanya. Lambaian tangan dari arah kapal dan pelataran pelabuhan itu diwarnai isak tangis istri, anak, ayah, ibu, dan saudara. Tangis yang mewakili rasa haru, bangga, sekaligus sedih.