Stok Melimpah, Bulog Cirebon Butuh Kejelasan Penyaluran
Stok beras Perum Bulog Kantor Cabang Cirebon, yang mencapai 101.000 ton, diprediksi mampu memenuhi kebutuhan beras di Cirebon dan sekitarnya hingga Juli 2021. Meski demikian, belum ada kepastian jumlah penyaluran beras.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Stok beras Perum Bulog Kantor Cabang Cirebon, yang mencapai 101.000 ton, diprediksi mampu memenuhi kebutuhan beras di Cirebon dan sekitarnya hingga Juli 2021. Meski demikian, belum ada kepastian jumlah penyaluran beras. Padahal, mutunya bisa berkurang karena lama tersimpan di gudang.
Berdasarkan data Perum Bulog Kantor Cabang Cirebon, dari jumlah stok 101.000 ton, sebanyak 79.220 ton beras medium merupakan hasil penyerapan gabah petani. ”Ini pengadaan beras tertinggi secara nasional untuk tingkatan kantor cabang,” kata Wakil Pemimpin Perum Bulog Kantor Cabang Cirebon Chrisvon Tua Situmorang, Rabu (4/12/2019), di Cirebon, Jawa Barat.
Perawatan dilakukan dengan penyemprotan sebulan sekali dan fumigasi paling lambat tiga bulan sekali.
Oleh karena itu, pihaknya meminta masyarakat tidak panik dengan kenaikan harga beras menjelang Natal dan Tahun Baru. Stok beras Bulog Cirebon diklaim mampu memenuhi kebutuhan beras di Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kuningan, dan Majalengka hingga Juli 2021. Asumsinya, Bulog Cirebon menyalurkan 5.000 ton beras per bulan.
Untuk menjaga mutu beras, pihaknya rutin melakukan perawatan di 10 kompleks pergudangan yang terdiri dari 49 unit gudang. Perawatan dilakukan dengan penyemprotan sebulan sekali dan fumigasi paling lambat tiga bulan sekali.
Hal ini diperlukan karena berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah, Bulog harus melepas beras yang disimpan minimal 4 bulan. Pelepasan beras dilakukan dengan penjualan, pengolahan, penukaran dan/atau hibah.
Tanpa itu, mutu beras di gudang Bulog bakal turun, bahkan rusak. Saat ini, berdasarkan hasil uji laboratorium, sebanyak 20.000 ton beras Bulog sudah tergolong tidak layak konsumsi pangan ataupun pakan. ”Di Bulog Cirebon, berasnya semua baik, tidak termasuk dalam 20.000 ton itu,” ucap Chrisvon.
Menurut dia, agar mutunya tidak turun dan rusak, beras harus dilepas atau disalurkan secara berkala. Saat ini, kanal utama penyaluran ialah program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) dan Bantuan Pangan Nontunai (BPNT). BPNT merupakan skema penyaluran beras yang menggantikan bantuan sosial beras sejahtera (bansos rastra).
Sejak September hingga kini, pihaknya telah menyalurkan sekitar 2.900 ton untuk program BPNT. Adapun program KPSH atau operasi pasar bisa mencapai 3.000 ton per bulan. ”Namun, penyaluran ini tergantung permintaan, bukan berdasarkan kuota seperti program rastra. Selama ini, kami turun ke lapangan menawarkan beras ke mitra dan bersaing dengan swasta,” katanya.
Dia berharap pemerintah memberikan penugasan yang jelas, seperti kuota untuk penyaluran beras. ”Kami mendapatkan tugas penyerapan gabah petani dan menjaga stabilitas harga pangan, tetapi untuk penyalurannya belum jelas. Ini seperti manusia, kalau makan terus tanpa dikeluarkan, kan, bisa kanker,” katanya.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Panguragan, Cirebon, Amrin khawatir penyaluran Bulog yang terhambat akan berdampak pada berkurangnya penyerapan gabah petani. Padahal, saat panen raya, harga gabah kerap jatuh.
Musim panen rendeng pada Maret 2019, misalnya, harga gabah kering panen (GKP) di petani anjlok hingga 3.400 per kilogram. Padahal, harga pembelian pemerintah (HPP) untuk GKP Rp 3.700 per kg. ”Kalau Bulog tidak menyerap gabah petani saat panen raya pada Maret tahun depan, harga pasti hancur,” ujarnya.