Pemerintah Masih Mengkaji Deklarasi Wabah ASF Babi
Pemerintah masih mengkaji deklarasi wabah demam babi Afrika atau ASF yang terindikasi menyerang ternak babi di Sumatera Utara. Kematian ternak babi masih terus terjadi dan kini mencapai lebih dari 22.900 ekor babi.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Pemerintah masih mengkaji deklarasi wabah demam babi Afrika atau ASF yang terindikasi menyerang ternak babi di Sumatera Utara. Kematian ternak babi masih terus terjadi dan kini mencapai lebih dari 22.900 ekor babi. Kematian babi memukul peternak yang sebagian besar adalah ternak rakyat.
“Tim dari Kementerian Pertanian dan pemerintah daerah terus melakukan pengamatan dan identifikasi penyakit ternak babi di Sumatera Utara. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan ada indikasi ASF. Namun, deklarasinya sepenuhnya kewenangan Menteri Pertanian,” kata Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut Azhar Harahap, Jumat (6/12/2019).
Azhar mengatakan, mereka pun sedang rapat koordinasi dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan kesehatan Hewan Kementerian Pertanian tentang penanggulangan penyakit ternak babi di Sumut. Selain indikasi ASF, kata Azhar, kematian ternak babi juga terindikasi disebabkan hog cholera. Penyakit hog cholera merupakan penyakit yang sebelumnya sudah ada di Sumut.
Tim dari Kementerian Pertanian dan pemerintah daerah terus melakukan pengamatan dan identifikasi penyakit ternak babi di Sumatera Utara. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan ada indikasi ASF. Namun, deklarasinya sepenuhnya kewenangan Menteri Pertanian, kata Azhar Harahap
Penyakit hog cholera bisa dicegah dengan vaksinasi, tetapi tidak bisa diobati apabila ternak sudah terjangkit. Sementara, ASF sampai saat ini belum ada vaksinasi maupun pengobatannya.
Menurut Azhar, deklarasi ASF dan penetapan daerah wabah merupakan wewenang Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dengan melihat sejumlah kriteria seperti jumlah kematian, peningkatan jumlah kematian, penyebaran penyakit, dan hasil pemeriksaan laboratorium.
“Saat ini kasus kematian babi tidak menyebar lagi dari 16 kabupaten di Sumut. Jumlah ternak babi yang terjangkit juga hanya 1,9 persen dari populasi 1,2 juta ekor populasi babi di Sumut,” ujarnya.
Menurut Azhar, sampai saat ini wabah ASF maupun hog cholera hanya menyerang peternakan rakyat. Sementara, peternakan skala besar yang telah menerapkan biosecurity (keamanan biologi) tidak terjangkit penyakit tersebut.
Azhar mengatakan, saat ini pemerintah meminta para peternak untuk membatasi pengiriman ternak babi antar daerah. Mereka juga membagikan desinfektan kepada sebagian peternak untuk meningkatkan biosecurity.
PDHI mendapat informasi ada kasus ASF di Indonesia, tetapi belum dideklarasikan pemerintah, kata Muhammad Munawaroh.
Sebelumnya, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) mendorong Menteri Pertanian mendeklarasikan ASF. Deklarasi ini merupakan kewajiban Indonesia sebagai anggota Organisasi Kesehatan Dunia. “PDHI mendapat informasi ada kasus ASF di Indonesia, tetapi belum dideklarasikan pemerintah,” kata Ketua Pengurus Besar PDHI Drh Muhammad Munawaroh.
Perekonomian terpukul
Kematian ternak babi yang masih terus terjadi di Sumut pun memukul perekonomian para peternak. Kematian pun kini terjadi pada ternak yang sudah mendapat program vaksin hog cholera. “Dua induk babi dan satu anak ternak saya mati. Padahal saya selalu menerapkan program vaksin hog cholera,” kata Andri Siahaan (33), peternak babi di Desa Helvetia, Kecamatan Sunggal, Deli Serdang.
Saya biasanya memotong lima ekor babi sehari untuk kebutuhan rumah makan. Sekarang, satu ekor pun kadang tidak habis. Omzet penjualan turun hingga 80 persen, kata Hendri.
Andri menyebut, ternak babinya awalnya tidak nafsu makan lalu lesu. Setelah tiga hari, ternaknya mati. Harga babi pun kini anjlok dari sebelumnya Rp 30.000 menjadi Rp 10.000 per kilogram. “Itu pun sangat sulit dijual,” katanya.
Hendri Duin Sembiring, pemilik Rumah Makan Tesalonika Medan yang juga anggota DPRD Kota Medan mengatakan, meluasnya penyakit ternak babi membuat masyarakat banyak yang tidak lagi mengkonsumsi babi. “Saya biasanya memotong lima ekor babi sehari untuk kebutuhan rumah makan. Sekarang, satu ekor pun kadang tidak habis. Omzet penjualan turun hingga 80 persen,” kata Hendri.
Hendri pun meminta agar pemerintah segera menanggulangi penyakit ternak babi baik ASF maupun hog cholera karena peternakan babi merupakan salah satu penopang ekonomi masyarakat di Sumut.