Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Jawa 1 di Kecamatan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat, mencapai 45 persen per akhir November 2019.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Pembangunan pembangkit listrik tenaga gas dan uap Jawa 1 di Kecamatan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat, mencapai 45 persen per akhir November 2019. Proyek guna menghasilkan listrik hingga 1.760 megawatt ini ditargetkan rampung akhir Desember 2021.
Pelaksana tugas Direktur Utama PT Jawa Satu Power Indra Trigha menyebutkan, pengerjaan proyek ini kemajuannya terus meningkat dan berjalan sesuai target. Hingga akhir Desember nanti ditargetkan mencapai 50 persen pengerjaan, meliputi pembangunan pembangkit listrik (power plant), floating storage regasification unit, jalur pipa, saluran transimisi (transmission line), dan gardu induk (substation).
Pengiriman material melalui jalur laut diharapkan dapat meningkatkan kemajuan (progress) pembangunan.
Pada Jumat (6/12/2019) siang, PT Jawa Satu Power melakukan uji coba terminal khusus (jetty) di tepi laut utara Karawang. Keberadaan jetty dinilai mempermudah penerimaan komponen berdimensi besar, misalnya turbin dan boiler. ”Pengiriman material melalui jalur laut diharapkan dapat meningkatkan kemajuan (progress) pembangunan,” ucapnya.
Hingga akhir Desember, penerimaan material berupa heat recovery system generator (bagian dari boiler) akan dilakukan sebanyak lima kali. Selanjutnya, material turbin seberat lebih kurang 400 ton diterima pada Februari dan Juli 2020. Perbandingan material dari dalam negeri dan luar negeri, yakni 19,86 persen dan 80,14 persen. Adapun material yang berasal dari lokal antara lain pipa air, pipa gas, dan baja.
Indra menyebutkan, tidak ada kendala berarti sejak pembangunan dimulai Desember 2018. Namun, ia mengkhawatirkan kondisi cuaca dapat mempengaruhi progres pembangunan. ”Hujan dapat memperlambat pengerjaan karena kondisi area yang terendam air,” ujarnya.
Berdasarkan pantauan di lapangan, alat berat di letakkan di beberapa titik proyek untuk mengeruk sedimen yang berada di sekitar proyek. Adapun pada beberapa bagian, terdapat genangan air dan tanah becek sisa hujan. Menurut Indra, pengerukan akan dilakukan secara berkala untuk mencegah penumpukan sedimen.
Sebelumnya, Direktur Pengadaan Strategis PLN Supangkat Iwan Santoso menyebutkan, proyek tersebut merupakan bagian dari program 35.000 megawatt (MW). Pasokan akan disalurkan melalui jaringan listrik nasional Jawa-Bali milik PLN.
”Pembangkit ini diharapkan bisa menambah pasokan listrik untuk 11 juta pelanggan. Dengan tarif yang efisien, PLN berpotensi menghemat sebesar Rp 43 triliun,” ujarnya dalan keterangan tertulis.
Pengamat sistem tenaga listrik dari Institut Teknologi Bandung, Nanang Hariyanto, mengatakan, keberadaan PLTGU Jawa 1 ini menjadi angin segar bagi kemajuan teknologi pembangkit listrik di Indonesia.
Dari segi lingkungan, PLTGU lebih baik dibandingkan pembangkit listrik tenaga uap karena hasil emisi gas hasil pembakaran PLTGU lebih bersih dan rendah jika dibandingkan pembangkit listrik yang menggunakan batubara.
Jika ditinjau dari sistem kelistrikan, menurut Nanang, PLTGU ini akan memperkuat sistem. Ia menyarankan agar ada pengkajian terkait dampak ke grid Jawa-Bali, antara lain peningkatan short circuit level, persoalan kestabilan sistem, evakuasi daya, dan energi ke beban jaringan transmisi. Harapannya kejadian pemadaman listrik di Jawa-Bali pada Agustus lalu tidak terulang.
Jika listrik yang dihasilkan cenderung memiliki harga yang relatif murah, hal ini berdampak baik bagi masyarakat. Di sisi lain, lanjut Nanang, dengan dihasilkan kapasitas listrik yang besar akan menimbulkan kompetisi antara pembangkit listrik lain, yakni milik swasta atau pemerintah.
Sebagian pembangkit listrik sudah menua dan efisiensinya menurun. Merit ordernya bakal kalah.
Sebab, dari aspek teknologi PLTGU Jawa 1 ini memiliki kapasitas besar karena teknologinya efisien sehingga berpotensi menang dalam melayani beban dengan mekanisme merit order yang diatur oleh Pusat Pengatur Beban (P2B). Pembangkit listrik yang menghasilkan kapasitas rendah juga berpotensi merugi karena listrik tidak tersalurkan optimal. ”Sebagian pembangkit listrik sudah menua dan efisiensinya menurun. Merit ordernya bakal kalah,” katanya.
Nanang menambahkan, saat ini kebutuhan pertumbuhan listrik di Jawa-Bali hanya sekitar 2-3 persen. Jika dibandingkan dengan lima tahun lalu, pertumbuhannya mencapai 6-7 persen. Hal ini disebabkan kebutuhan listrik industri manufaktur dinilainya cukup redup karena sebagian beralih menjadi industri jasa. Adapun kesadaran masyarakat untuk melakukan upaya penghematan listrik dan memasang sel surya cukup tinggi.