Pelayaran di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, lumpuh selama empat hari terakhir karena ketinggian ombak mencapai 6 meter. Cuaca buruk tersebut akibat badai tropis Kammuri di Laut China Selatan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pelayaran di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, lumpuh selama empat hari terakhir karena ketinggian ombak mencapai 6 meter. Cuaca buruk akibat badai tropis Kammuri di Laut China Selatan tersebut diperkirakan masih akan berlangsung setidaknya hingga satu minggu ke depan.
Kepala Dinas Perhubungan Natuna Iskandar, Sabtu (7/12/2019), mengatakan, kegiatan pelayaran harus dihentikan sementara karena ketinggian gelombang dan kecepatan angin yang mencapai 35 kilometer per jam. Larangan tersebut juga berlaku bagi tiga kapal tol laut yang biasanya memasok kebutuhan pangan di Natuna.
Ketinggian ombak di level yang sekarang ini bisa sangat membahayakan kapal nelayan ataupun perintis.
Kapal tol laut yang beroperasi di Natuna adalah Sabuk Nusantara (SN) 36, SN 80, dan SN 83. Ketiga kapal itu berukuran 2.000 gros ton (GT). Meskipun terbilang besar, kapal tersebut tetap tidak diizinkan beroperasi karena ketinggian ombak 6 meter dinilai sangat membahayakan.
”Sejak empat hari lalu, semua kapal diimbau tidak melaut dulu. Ketinggian ombak di level yang sekarang ini bisa sangat membahayakan kapal nelayan ataupun perintis,” kata Iskandar.
Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Hang Nadim Kota Batam Suratman mengatakan, dampak paling parah dari badai tropis Kammuri terjadi di Laut Natuna Utara dan Perairan Kepulauan Anambas. Di Laut Natuna Utara, ketinggian ombak lebih dari 6 meter.
Ombak tinggi dan angin kencang mulai terjadi di Kepri sejak akhir November dan diperkirakan akan berlangsung sampai Januari 2020. Kompas mencatat, pada bulan ini sudah ada tiga kapal yang tenggelam akibat cuaca buruk. Kapal yang tenggelam itu berukuran 20 GT hingga 60 GT.
Dalam surat peringatan dini yang dikeluarkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Jumat (6/12/2019), dinyatakan, ombak setinggi lebih dari 4 meter sudah sangat membahayakan. Bahkan, hal itu juga membahayakan bagi kapal berukuran besar, seperti kapal kargo dan kapal pesiar.
Ketersediaan kebutuhan pokok di Kepulauan Anambas dan Natuna sangat bergantung pada kapal pengangkut bahan pokok dari daerah lain. Kebanyakan kapal pengangkut bahan pokok dari Bintan dan Tanjung Pinang itu terbuat dari kayu dan hanya berukuran 20 GT hingga 60 GT.
Ketika kapal berukuran kecil itu tidak dapat beroperasi. Harapan satu-satunya adalah pada kapal tol laut. Namun, badai tropis Kammuri menambah parah cuaca buruk yang diakibatkan musim angin utara di Natuna dan Anambas sehingga kapal tol laut yang berukuran besar pun tidak bisa berlayar.
Akibatnya, pasokan bahan pokok di Kepulauan Anambas dan Natuna untuk sementara terputus. Jika ombak tinggi tak kunjung reda, hal ini bisa menyebabkan menipisnya persediaan pangan di sejumlah pulau terluar Nusantara itu.
”Puncak musim angin utara di Natuna memang selalu terjadi pada Desember. Hal ini sudah diantisipasi sehingga lumpuhnya pelayaran tidak membuat warga kekurangan bahan makanan,” ujar Iskandar.
Ia memprediksi ombak setinggi 6 meter sampai 7 meter di Natuna tersebut hanya akan terjadi sampai seminggu ke depan. Menurut dia, kapal tol laut akan segera dapat berlayar kembali jika ketinggian ombak sudah berkurang menjadi sekitar 4 meter.