Pemerintah Akan Deklarasikan Wabah Demam Babi Afrika
Pemerintah melalui Kementan akan segera mendeklarasikan wabah demam babi Afrika. Sejauh ini, pemerintah berkoordinasi dengan berbagai pihak guna mencegah penyakit yang menyebabkan kematian puluhan ribu babi ternak.
Oleh
erika kurnia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Kementerian Pertanian akan segera mendeklarasikan wabah demam babi Afrika atau African Swine Fever. Sejauh ini, pemerintah telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit yang menyebabkan kematian puluhan ribu babi ternakan rakyat.
Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) Fajar Sumping Tjatur Rasa mengatakan, dalam beberapa hari pemerintah akan mendeklarasikan perihal wabah African Swine Fever (ASF) sebagai bentuk penegasan hukum.
”Kami sedang siapkan deklarasi karena diperlukan berbagai kelengkapan administrasi. Mudah-mudahan dalam beberapa hari lagi dideklarasikan,” katanya saat dihubungi Kompas, Senin (9/12/2019).
Kami sedang siapkan deklarasi karena diperlukan berbagai kelengkapan administrasi. Mudah-mudahan dalam beberapa hari lagi dideklarasikan.
Menurut Fajar, administrasi yang masih harus dilengkapi adalah hasil uji lab yang membuktikan adanya virus demam babi pada babi yang mati. Selain itu, Kementerian Pertanian juga masih harus mengumpulkan surat laporan dari bupati dan gubernur.
AFS adalah penyakit virus yang menyerang babi dengan angka kematian mendekati 100 persen. Tadinya penyakit ini hampir dilupakan dunia karena dianggap hanya menyebar dan endemik di Afrika. Sejak muncul pertama kali di Kenya 1921, ASF berkontribusi pada kemiskinan dan malnutrisi di 27 negara Afrika.
Virus tersebut baru muncul di Sumatera Utara (Sumut). Saat ini, ada 16 kabupaten yang terjangkit, antara lain Deli Serdang, Karo, Siantar, dan Tebing Tinggi. Data Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut menyebutkan, penyakit tersebut telah menyebabkan kematian pada 22.900 ekor babi sejak Agustus sampai Desember 2019.
”Di negara lain, kematian mencapai ratusan ribu, bahkan jutaan kematian, dalam hitungan beberapa bulan. Dilihat dari pola penyebarannya dibanding negara lain, di Indonesia termasuk paling lambat,” ujarnya.
Sebelum kasus kematian ternak babi merebak di Sumut, Kementan membuat edaran kepada sejumlah pemerintah daerah untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap wabah itu. Pada 22 Agustus 2019, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) melaporkan kejadian tekonfirmasi ASF di 7 negara Asia dan peningkatan kematian temak babi yang terduga ASF di Filipina sampai 20 persen.
Pada saat ada laporan kasus kematian ternak babi, Fajar mengklaim, pemerintah langsung melakukan investigasi dengan tim gabungan Kementan, Balai Veteriner, dan dinas terkait. Bersamaan dengan itu, penanganan dengan menerapkan standar prosedur untuk ASF, sosialisasi, bantuan desinfektan dan sprayer, penguburan dan disposal bangkai untuk cegah penularan yang meluas.
Tak hanya itu, pemerintah juga membentuk posko gabungan penanggulangan kasus kematian babi dan melakukan pendampingan pada staf dinas kabupaten setempat.
Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) Drh Muhammad Munawaroh dalam pernyataannya (Kompas, 5/12/2019) mengharapkan deklarasi segera dari pemerintah untuk mendukung upaya pengendalian dan penanggulangan penyakit ASF yang legal.
”Indonesia adalah anggota Organisasi Kesehatan Hewan Dunia atau Office International des Epizooties (OIE). Negara anggota OIE berkewajiban membagikan informasi kejadian wabah penyakit hewan menular yang termasuk kategori penyakit hewan lintas batas,” katanya.
Informasi itu juga perlu diumumkan oleh Menteri Pertanian. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan.
PB PDHI telah mengonfirmasi adanya ASF melalui pengamatan gejala klinis di lapangan, perubahan patologi, dan pengujian laboratorium di Balai Veteriner Medan terhadap sampel darah dan organ yang berasal dari babi yang mati atau sakit pada Oktober 2019.
Pengerjaan itu dilakukan menggunakan teknik reverse transcription polymerase chain reaction (RT PCR) yang kemudian menunjukkan sejumlah sampel positif terhadap ASF. ”Berdasarkan hal-hal di atas, dengan ini PB PDHI meminta pemerintah segera mengumumkan dan menetapkan kasus wabah penyakit ASF di Sumatera Utara,” katanya.