Siswa-siswi SMPN 5 Purwokerto menyerukan semangat anti-korupsi pada peringatan Hari Antikorupsi Internasional, Senin (9/12/2019). Mereka mengikrarkan diri berani jujur serta menjauhi perbuatan tercela menjurus korupsi.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Siswa-siswi SMP N 5 Purwokerto menyerukan semangat antikorupsi pada peringatan Hari Antikorupsi Internasional, Senin (9/12/2019). Mereka mengikrarkan diri untuk berani jujur serta menjauhi perbuatan tercela sebagai bibit korupsi, misalnya mencontek dan terlambat masuk kelas.
”Korupsi itu contohnya nyolong (mencuri), mengambil apa yang bukan haknya,” kata Aditya Putra Pratama (13), siswa kelas VII, sembari mewarnai poster bergambar tikus yang mengangkut serta membawa lembaran uang.
Melalui lomba mewarnai poster yang berisi gambar serta pesan antikorupsi, para siswa di SMP N 5 Purwokerto diajak untuk menginternalisasikan nilai kejujuran dan semangat antikorupsi.
”Korupsi itu merugikan rakyat. Korupsi itu perbuatan setan. Kita harus belajar jujur dan disiplin supaya tidak jadi koruptor,” tutur Tiflah (13), siswi kelas IX.
Sketsa poster yang dibuat oleh guru Seni Budaya SMP N 5 Purwokerto, Cipto Pratomo, menampilkan sejumlah gambar dan pesan untuk menjauhi korupsi. Misalnya, ”Korupsi Jahanam”, ”Waspadai Korupsi”, ”Korupsi itu Dosa”, ”Korupsi itu Nista”, ”Perangi Korupsi”, ”Hentikan Korupsi”, ”Musuhi Korupsi”, ”Koruptor Perusak”, ”Korupsi itu Jahat”, ataupun ”Korupsi Gawe Rugi”.
”Korupsi itu merugikan rakyat. Korupsi itu perbuatan setan. Kita harus belajar jujur dan disiplin supaya tidak jadi koruptor,” tutur Tiflah.
Gambar pada poster meliputi, antara lain, gambar tikus dipenjara, gambar tikus dirantai besi, gambar tikus dipukul palu, gambar ulat yang merusak buah serta dedaunan. ”Tujuannya agar anak tahu bahwa korupsi itu sangat merugikan,” kata Cipto.
Khansa Dieni Zakia (13), siswi kelas VIII, menyadari bahwa mencontek adalah perbuatan tercela dan merupakan bibit awal timbulnya korupsi yang lebih besar di kemudian hari. Meski demikian, Khansa mengakui kadang kala masih mencontek karena materi yang susah dan ingin dapat nilai yang baik.
”Setelah mencontek ada rasa yang tidak enak di hati. Saya ingin berhenti mencontek. Rasanya lebih puas dapat nilai dari usaha sendiri daripada dengan mencontek,” tuturnya.
Melisa (14), siswi kelas IX, juga mengakui kadang masih mencontek karena sering kali terbebani oleh banyaknya tugas sekolah dan terbatasnya waktu untuk belajar menyiapkan ulangan di sekolah. ”Mencontek itu perbuatan tidak baik, tapi tugas banyak banget. Ingin berhenti mencontek,” katanya.
Kepala SMPN 5 Purwokerto Sugeng Kahana menyampaikan, di sekolahnya jika ada murid yang ketahuan mencontek, lembar jawabnya akan diganti dengan lembar jawab dengan jenis kertas putih.
Dari sana, pelajar mendapatkan sanksi sosial karena lembar jawab yang berbeda dan selanjutnya diberi hukuman yang edukatif, misalnya diminta menyelesaikan suatu tugas dengan disertai tanda tangan orangtua.
”Murid juga diminta membuat surat pernyataan agar tidak mengulangi perbuatan mencontek lagi,” kata Sugeng.
Melalui peringatan Hari Antikorupsi ini, lanjut Sugeng, pihak sekolah berharap para murid bisa memahami pentingnya kejujuran sebagai modal kehidupan. ”Kami menanamkan pendidikan karakter yang menyentuh anak agar terdapat pola pikir bahwa korupsi itu merugikan diri sendiri, negara, dan orang lain,” kata Sugeng.
Melalui ikrar antikorupsi, lanjut Sugeng, para murid juga diharapkan punya jiwa, semangat, dan motivasi antikorupsi. ”Jiwa antikorupsi ditanamkan agar anak selalu ingat untuk tidak korupsi,” katanya.
Kasus korupsi
Dari catatan Kompas, kasus korupsi yang menjadi sorotan di sekitar Banyumas adalah kasus korupsi Bupati (nonaktif) Purbalingga Tasdi. Majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah, Rabu (6/2/2019), memvonis Tasdi bersalah dalam kasus suap dan gratifikasi. Hakim menjatuhkan sanksi pidana tujuh tahun penjara dan mencabut hak politiknya (Kompas, 7 Februari 2019).
Dalam persidangan, Tasdi disebutkan telah menerima suap Rp 115 juta dari yang dijanjikan Rp 500 juta untuk proyek Islamic Center di Purbalingga tahap II dengan nilai proyek Rp 22 miliar. Suap itu merupakan upaya pengaturan lelang yang melibatkan rekanan Hamdani Kosen, Librata, dan Ardirawinata Nababan.
Selain Tasdi, Bupati (nonaktif) Kebumen M Yahya Fuad juga ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan korupsi bermotif balas budi yang melibatkan tim sukses di pemilihan kepala daerah 2015. Yahya ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara suap di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kebumen (Kompas, 24 Januari 2018).
Sesuai temuan KPK, Yahya diduga telah mengumpulkan sejumlah kontraktor rekanan Pemkab Kebumen untuk diberi jatah proyek pengadaan barang dan jasa. Dari proyek itu, diduga bupati menerima sejumlah fee. Selain Yahya, ada tersangka lain, yaitu Hojin Anshori (rekan Yahya) dan Khayub Muhamad Lutfi (Komisaris PT KAK). Hojin merupakan salah satu anggota tim sukses Yahya saat pilkada.
Pendanaan sejumlah proyek yang dibagikan bersumber dari dana alokasi khusus infrastruktur di Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Kebumen 2016. Proyek itu meliputi pembangunan RSUD Prembun sebesar Rp 36 miliar kepada Khayub, proyek lain kepada Hojin senilai Rp 40 miliar, dan untuk kontraktor lain yang masih ditelusuri Rp 20 miliar. Dari perbuatannya ini, Yahya meraup uang Rp 2,3 miliar.