Banjir masih mengancam sejumlah daerah di Lampung. Meski kondisi tutupan hutan relatif membaik, kerusakan daerah aliran sungai akibat alih fungsi lahan dan sedimentasi sungai rentan jadi penyebabnya
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS – Banjir masih mengancam sejumlah daerah di Lampung. Meski kondisi tutupan hutan relatif membaik, kerusakan daerah aliran sungai akibat alih fungsi lahan dan sedimentasi sungai rentan jadi penyebabnya.
Hal itu mengemuka dalam seminar bertajuk "Pengelolaan Banjir dan Kekeringan di Provinsi Lampung", Selasa (10/12/2019), di Bandar Lampung. Acara itu dihadiri oleh sejumlah pejabat daerah dari instansi terkait serta akademisi.
Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, dari 1.004.735 hektar hutan, seluas 375.928 hektar atau 37,42 persen dalam kondisi rusak. Jumlah itu lebih baik dibandingkan kerusakan hutan pada 2017 yang mencapai 535.909 hektar atau sekitar 53,34 persen.
Ketua Forum Daerah Aliran Sungai Provinsi Lampung Irwan Sukri Banuwa menjelaskan, berdasarkan hasil analisis, penyebab banjir di Lampung tidak hanya disebabkan masalah kerusakan hutan di kawasan hulu. Kondisi penyempitan daerah tangkapan air di kawasan tengah dan hilir dan pendangkalan sungai juga memicu air sungai meluap ke permukiman saat hujan deras.
Di Sub DAS Sukadana, Lampung Timur, misalnya, dari luas DAS 125.264 hektar, terdapat 88.814 hektar daerah tangkapan air yang tidak optimal. Selain pendangkalan sungai, kerusakan daerah tangkapan air juga disebabkan alih fungsi lahan menjadi permukiman. Kondisi lahan yang didominasi pertanian juga membuat hujan langsung jatuh ke tanah. Minimnya pohon membuat daya resap tanah terhadap air berkurang.
Padahal, anomali hujan membuat intensitas hujan lebih tinggi hingga mencapai 100 milimeter per hari. Curah hujan yang tinggi dan daya tampung sungai yang tidak memadai menjadi penyebab banjir.
Untuk itu, diperlukan upaya memperbaiki kondisi DAS yang ada di luar hutan. “Di bagian hulu dilakukan reboisasi dan konservasi tanah. Di bagian tengah dan hilir perlu dilakukan upaya pemanfaatan air secara efektif,” katanya.
Menurut Irwan, upaya mitigasi banjir juga membutuhkan peran masyarakat. Warga yang tinggal di sekitar DAS dapat membuat sumur resapan dan biopori untuk menampung air saat musim hujan. Dengan begitu, cadangan air dalam tanah juga bisa lebih banyak dan dapat dimanfaatkan warga, terutama saat kemarau.
Menurut dia, pengelolaan yang tidak terpadu menyebabkan pemulihan DAS sulit dilakukan. Dia mencontohkan, pemulihan kawasan DAS Way Seputih yang melintasi 10 kabupaten sulit dilakukan karena tiap kabupaten memiliki kebijakan berbeda. Selain itu, perencanaan tata ruang wilayah yang tidak komprehensif menyulitkan pemulihan DAS.
Di bagian hulu dilakukan reboisasi dan konservasi tanah. Di bagian tengah dan hilir perlu dilakukan upaya pemanfaatan air secara efektif
Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Provinsi Lampung Idi Bantara menuturkan, pemerintah menyiapkan 8,9 juta bibit pohon untuk program pemulihan 16.500 hektar DAS di kawasan hutan yang kondisinya kritis. Saat ini, bibit pohon itu mulai ditanam karena sebagian wilayah Lampung mulai masuk musim hujan. Daerah pemulihan kawasan hutan tersebar di sejumlah lokasi, antara lain Lampung Barat dan Tanggamus.
Saat ini, masih ada sekitar 400.000 hektar DAS yang perlu dipulihkan secara bertahap. Namun, sebagian besar DAS berada di luar kawasan hutan sehingga membutuhkan peran masyarakat luas.
”Untuk di luar kawasan hutan, pemerintah menyiapkan 3,5 juta bibit pohon untuk ditanam. Masyarakat boleh mengambil dan menanam pohon ini sebagai bagian dari gerakan nasional pemulihan DAS,” ucapnya.