Forum Pengurangan Risiko Bencana Kalteng Mulai Bersinergi
Forum pengurangan risiko bencana yang diisi banyak instansi baik pemerintah, akademisi, hingga organisasi di Kalimantan Tengah mulai menganalisis pencegahan bencana kebakaran hutan dan lahan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Forum pengurangan risiko bencana yang diisi banyak instansi baik pemerintah, akademisi, hingga organisasi di Kalimantan Tengah mulai menganalisis pencegahan bencana kebakaran hutan dan lahan. Meskipun sudah dibentuk sejak 2018, forum masih menunggu surat keputusan Gubernur Kalteng sebagai dasar untuk bergerak
Ketua Forum Pengurangan Risiko Bencana (F-PRB) Kalteng Siti Maimunah, akademisi dari Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, mengungkapkan, forum itu memiliki fungsi koordinasi lintas sektoral untuk mengantisipasi bencana. Untuk saat ini, kebakaran hutan dan lahan masih menjadi fokus pembicaraan karena selalu terjadi setiap tahun.
“Kami juga bergerak di lapangan, jadi data dan laporan benar-benar atas pengamatan lapangan. Itu (data) juga diambill bukan hanya dari satu tempat,” ungkap Siti di Kota Palangkaraya, Kamis (12/12/2019).
Siti menjelaskan, dalam konsep pencegahan pihaknya akan melihat kembali infrastruktur pembasahan lahan yang sudah ada agar mampu dimaksimalkan sebelum kemarau tiba. Selain itu, edukasi ke masyarakat juga memerlukan upaya yang lebih. “Edukasi yang dimaksud itu bersama masyarakat agar sama-sama memahami larangan membakar dengan cara yang tidak bertanggung-jawab,” ungkap Siti.
Kebakaran hutan dan lahan sebenarnya tidak masuk dalam kategori bencana. (Faturokhman)
Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Fahrizal Fitri mengungkapkan, pihaknya akan melibatkan forum tersebut dalam menyusun Rencana Aksi Daerah-Pengurangan Resiko Bencana (RAD-PRB). Pembentukannya pun sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Adapun SK Gubernur hanya menunggu waktu untuk dikeluarkan.
“Dengan adanya forum ini sinergi antar instansi bisa lebih baik lagi, tak hanya itu, masyarakat juga harus lebih tangguh karena semua unsur sudah ada di dalamnya,” ungkap Fahrizal.
Mampu diprediksi
Pemerhati Lingkungan di Kalimantan Tengah Faturokhman mengungkapkan, kebakaran hutan dan lahan sebenarnya tidak masuk dalam kategori bencana jika merujuk ke undang-undang kebencanaan karena sifatnya tidak mendadak. Namun, dalam beberapa aturan turunannya kebakaran hutan dan lahan dimasukkan dalam kategori bencana.
“Bencana yang satu ini menjadi bencana yang paling mudah diprediksi dibanding bencana lainnya karena waktunya bisa diprediksi bukan dadakan, namun kejadiannya tetap berulang,” ungkap Faturokhman yang juga merupakan Koordinator Fire Watch Kalteng.
Fatur, sapaan akrabnya, menambahkan, terdapat segitiga api yang menjadi dasar terjadinya bencana kebakaran hutan lahan. Segitiga api memiliki tiga faktor yakni oksigen, panas, dan bahan bakar. Bahan bakar menjadi faktor yang bisa dicegah oleh manusia secara langsung.
“Bahan bakar itu meliputi semak belukar, tanah gambut yang kering atau serasah, dan bahan bakar lainnya. Ini bisa dimanipulasi atau diberikan tindakan, sehingga kalau faktor ini aman, meskipun oksigen dan panasnya ada dia tidak jadi kebakaran,” ungkap Fatur.
Lebih lanjut Fatur menjelaskan, ketika oksigen dan panas bertemu di satu lokasi yang sama beserta bahan bakarnya maka kebakaran akan terjadi. Pertemuan itu harus dicegah dengan beragam cara, cara yang masih digunakan sampai saat ini adalah pembasahan.
Fatur berharap, forum bisa saling melengkapi baik kebijakan maupun kelembagaannya. "Karena kalau satu pincang maka kebakaran tidak akan bisa dikendalikan,” jelas Fatur.