Kerugian akibat Puting Beliung di Jateng Rp 6,5 Miliar
Peralihan musim kemarau ke musim hujan atau pancaroba memunculkan angin puting beliung di Jateng. Sejak Oktober, tercatat 22 kabupaten/kota dilanda puting beliung dengan kerugian Rp 6,5 miliar.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Masa peralihan musim kemarau ke musim hujan atau pancaroba memunculkan angin puting beliung yang menerjang sejumlah daerah di Jawa Tengah. Sejak Oktober, tercatat 22 kabupaten/kota dilanda puting beliung dengan kerugian mencapai Rp 6,5 miliar.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng mencatat, pada Oktober-11 Desember 2019, puting beliung menyebabkan 171 rumah atau bangunan rusak berat, 1.509 rusak sedang, dan 4.292 rusak ringan. Total kerugian material mencapai Rp 6,5 miliar. Selain itu, 31 korban luka-luka dan dua orang meninggal.
Beberapa kejadian terparah di antaranya di Kabupaten Magelang, Semarang, Boyolali, dan Klaten. Pada Rabu (11/12/2019), Jumeri (68) tewas tertimpa bangunan di Kecamatan Sawit, Boyolali. Adapun Alifa Azzahra (6) meninggal akibat tertimpa pohon tumbang di Karanganom, Klaten (Kompas.id, 11/12/2019).
Kepala Pelaksana Harian BPBD Jateng Sudaryanto, di Kota Semarang, Jumat (13/12/2019), mengatakan, pihaknya telah meminta kepada bupati/wali kota untuk segera menerbitkan surat tanggap darurat puting beliung. Hal itu dimaksudkan agar Pemprov Jateng dapat turut membantu.
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Jateng Nomor 78 Tahun 2009, pos belanja tak terduga (BTT) gubernur dapat digunakan jika minimal ada lima rumah rusak berat pada satu kali bencana di satu kabupaten/kota. Selain itu juga jika terdapat lima korban meninggal pada satu kali bencana di satu kabupaten/kota.
”Ada Rp 23 miliar dan hingga kini baru terpakai sekitar Rp 6 miliar. Mudah-mudahan bupati/wali kota segera mengajukan. Sejauh ini ada dari Bupati Pemalang, Wonosobo, dan Magelang,” kata Sudaryanto.
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Jateng No 78/2009, pos belanja tak terduga (BTT) gubernur dapat digunakan jika minimal ada lima rumah rusak berat pada satu kali bencana di satu kabupaten/kota.
Sudaryanto mengimbau kepada masyarakat untuk selalu siaga pada masa pancaroba. Jika langit mendung berwarna hitam, warga lebih baik tinggal di rumah atau mencari tempat aman. ”Yang paling penting, semua harus siaga. TNI, Polri, BPBD, sukarelawan, PMI, rumah sakit, dan individu,” ujarnya.
Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Semarang Iis W Harmoko mengatakan, hujan dan angin kencang yang terjadi belakangan menjadi salah satu ciri khas kondisi pancaroba.
”Pada saat masa transisi seperti ini, biasanya awan kumulonimbus sangat cepat sekali terbentuk dan matang. Efeknya membuat potensi cuaca ekstrem terjadi. Kemungkinan, selama Desember diprediksi masih terjadi. Ini sudah terjadi di pantura (Jateng), meski belum merata,” kata Iis.
Sementara itu, Kepala Seksi Penyelamatan Evakuasi & Penanganan Pengungsi BPBD Jateng Dinarjati Nugroho Saputro menuturkan, pihaknya memetakan titik rawan longsor di Jateng. Hingga Jumat, laporan baru diterima dari 25 BPBD di tingkat kabupaten/kota.
”Sejauh ini ada 1.192 desa dari 225 kecamatan yang rawan longsor. Namun, data sejumlah daerah langganan longsor, seperti Kabupaten Banjarnegara, Temanggung, dan Purbalingga, belum masuk. Kami masih menunggu laporan,” kata Dinarjati.