Penggundulan Lahan NTB Jadi Tantangan Mitigasi Bencana
Maraknya penggundulan lahan di Nusa Tenggara Barat menjadi tantangan ke depan menghadapi potensi bencana alam yang diperkirakan datang saat musim hujan tahun depan.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·2 menit baca
MATARAM, KOMPAS-Maraknya penggundulan lahan di Nusa Tenggara Barat menjadi tantangan ke depan menghadapi potensi bencana alam yang diperkirakan datang saat musim hujan tahun depan. Upaya perbaikan lewat reboisiasi dan pengawasannya harus segera dilakukan.
“Mari tanamkan keyakinan dan dalam relung hati paling dalam, merusak dan mencemari alam adalah perbuatan hina yang berdampak buruk bagi banyak orang,” kata Gubernur Nusa Tenggara Barat Zulkieflimansyah Senin (16/12/2019), di Mataram, Lombok.
Dalam kesempatan itu, Zulkieflimansyah mengutarakan, kerusakan lingkungan melahirkan kerugian dan mengundang bencana. Tidak hanya banjir atau longsor tapi juga kekeringan di musim kemarau. "Menumbangkan pohon sama halnya dengan menumbangkan kesempatan generasi masa depan untuk melihat indahnya hutan,” kata Zulkieflimansyah.
Rusaknya kawasan hulu dirasakan hampir tiap tahun oleh beberapa kabupaten seperti banjir dan longsor di Kabupaten Bima dan Dompu. Hujan deras yang mengguyur di Kabupaten Dompu, awal April 2019, mengakibatkan air Sungai Sori Soli meluap. Puluhan rumah warga diterjang banjir.
Wilayah terparah terdampak banjir terdapat di Lingkungan Kampo Samporo, Kelurahan Bali 1, dan Lingkungan Kota Baru, Kelurahan Ba\'da, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu.
Pantauan Kompas, hampir semua perbukitan di Kabupaten Sumbawa, Dompu dan Kabuaten Bima, digunduli dengan alasan mendapatkan sumber nafkah, atau lereng perbukitan yang sudah gundul ditanami jagung yang merupakan komoditi andalan kabupaten itu. Akibatnya, tanah dan material lainnya menimbulkan pendangkalan sungai, atau menimbun badan jalan dan aspal jalan raya.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB dari 680.620 hektar luas kawasan hutan di NTB, sebanyak 96.234 ha diantaranya gundul. Zulkieflimansyah melihat sendiri aktivitas perambahan dan pembakaran hutan di Kabupaten Dompu pada 12 Desember lalu.
Sekretaris Komisi 1 DPRD NTB Lalu M Rais Ishak juga mengatakan hal yang sama. Ia melihatnya saat melakukan reses di Dusun Bual, Desa Waje Geseng, Kecamatan Kopang, Lombok Tengah.
Sejumlah sumber mata air, seperti kawasan Nyeredep, yang menyuplai kebutuhan air bersih menurun debitnya. “Sekitar 10 tahun lalu, sepertiga dari lima meter kedalaman sumur terisi air, sekarang debit air sumur turun sampai dua meter,” tutur Rais. Warga sejumlah dusun di desa itu, sudah jauh masuk ke dalam hutan untuk membuka lahan garapan.
Oleh karena itu, dia meminta Pemprov NTB bertindak tegas, membuat regulasi, reboisasi, menambah personil tenaga Polisi Hutan untuk melakukan patroli di hutan, selain memberikan alternatif sumber penghasilan guna menghindari aktivitas di kawasan hutan.
Sekitar 10 tahun lalu, sepertiga dari lima meter kedalaman sumur terisi air, sekarang debit air sumur turun sampai dua meter. (Rais Ishak)