Penyuluh bahasa menjadi ujung tombak pelestarian bahasa Bali di tengah perkembangan jaman yang semakin kencang. Penerapan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari menjadi upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Oleh
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS – Penyuluh bahasa menjadi ujung tombak pelestarian bahasa Bali di tengah perkembangan jaman yang semakin kencang. Penerapan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari menjadi salah satu upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berbudaya.
Dikenal sebagai daerah paling diminati wisatawan mancanegara, tantangan Bali menjaga eksistensi bahasa daerah sangat tinggi. Untuk menjaganya, Pemprov Bali melatih dan menyebarkan para penyuluh Bahasa agar penerapannya di masyarakat tetap tinggi. Selain itu, ada juga sejumlah peraturan daerah tentang kebudayaan Bali yang ditelurkan pemerintah daerah.
Aturan itu adalah Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 1 Tahun 2018 tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali dan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali. Selain itu, ada juga Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali.
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali Ketut Ngurah Boy Jayawibawa mengatakan, Pemprov Bali sudah mengangkat 716 tenaga penyuluh bahasa Bali sejak 2016. Kehadiran dan peranan penyuluh bahasa Bali bakal lebih besar karena terdapat 1.490-an desa adat di Bali yang juga memerlukan peran penyuluh bahasa Bali.
“Sementara ini tenaga penyuluh masih cukup untuk memenuhi kebutuhan di desa,” kata Boy saat hadir dalam acara evaluasi akhir tahun penyuluh bahasa Bali di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Bali, di Kota Denpasar, Bali, Senin (16/12/2019).
Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Provinsi Bali I Wayan Suarmaja mengatakan, penyuluh bahasa Bali rutin mendampingi masyarakat melestarikan dan mengembangkan bahasa Bali. Penyuluh bahasa Bali juga membentuk kelompok belajar bahasa Bali yang bertujuan mengajarkan bahasa Bali kepada anak-anak. Jumlah anggota kelompok belajar bahasa Bali itu, menurut Suarmaja, sudah mencapai 87.966 anak.
Selain itu, penyuluh bahasa Bali juga mengumpulkan, mengidentifikasi, dan mendokumentasikan naskah lontar yang dimiliki masyarakat sebagai upaya konservasi, menjaga kekayaan budaya, dan melindungi kekayaan intelektual di daerah. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, sebanyak 25.707 judul lontar dikumpulkan dan didokumentasikan.
Upaya lain adalah pendokumentasian naskah cerita rakyat dan pembuatan profil pegiat seni pedalangan di daerah. Tercatat sebanyak 171 judul cerita rakyat daerah di masyarakat atau satua, sudah dikumpulkan penyuluh bahasa Bali untuk disusun dan juga diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
“Mengumpulkan dan mendokumentasikan kekayaan budaya dalam bentuk naskah lontar maupun cerita rakyat masih dikerjakan penyuluh bahasa Bali,” kata Suarmaja.
Mengumpulkan dan mendokumentasikan kekayaan budaya dalam bentuk naskah lontar maupun cerita rakyat masih dikerjakan penyuluh bahasa Bali.(I Wayan Suarmaja)
Gubernur Bali Wayan Koster melalui sambutannya yang dibacakan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Adnyana menyatakan, keberadaan penyuluh bahasa Bali mendukung kebijakan pemerintah sesuai visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali menuju kehidupan masyarakat Bali yang sejahtera.
Adnyana juga menyampaikan, Bali sudah memiliki sejumlah perda yang berkaitan pelindungan dan pemajuan kebudayaan, di antaranya, Perda Bali No 4/2018 tentang Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali yang ditindaklanjuti dengan Pergub Bali No 80/2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali. Selain itu terdapat pula Perda Bali No 4/2019 tentang Desa Adat di Bali.
“Penyuluh bahasa Bali juga berperan besar dalam mewujudkan sumber daya manusia Bali yang unggul di desa-desa adat di Bali,” kata Kun Adnyana.
Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Provinsi Bali, Ni Putu Putri Suastini Koster mengatakan, kesadaran dan kebanggaan berbahasa Bali harus ditumbuhkan sejak usia dini dan dimulai dari keluarga. Suastini meminta kecintaan berbahasa Bali juga ditumbuhkan di kalangan masyarakat perkotaan di Bali. Dalam kesempatan itu, Suastini mengisi acara evaluasi akhir tahun penyuluh bahasa Bali itu dengan membaca puisi berbahasa Bali berjudul “Bali” karya Ngurah Yudha Panik.