Hindari Konflik dengan Harimau, Kunjungan di Gunung Dempo Dibatasi
Konflik antara harimau sumatera dan manusia di Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, sejak November lalu berdampak pada kunjungan wisata. Pemerintah pun telah membatasi waktu kunjung wisatawan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PAGAR ALAM, KOMPAS — Konflik antara harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan manusia yang terjadi di Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan, sejak November lalu berdampak pada kunjungan wisata. Bahkan, pemerintah telah membatasi waktu kunjungan di kawasan Tugu Rimau yang berbatasan langsung dengan hutan lindung.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata Kota Pagar Alam M Brilian Aristopani, Kamis (19/12/2019), mengatakan, kabar masuknya harimau di kawasan pariwisata di Pagar Alam membuat khawatir wisatawan. Hal ini terlihat dari adanya agenda wisata yang dibatalkan. ”Namun, jumlah pembatalan itu tidak signifikan terhadap kunjungan wisatawan di Pagar Alam,” ucapnya.
Untuk itu, dia tetap optimistis target kunjungan wisata di Kota Pagar Alam tahun ini tetap tercapai. Sampai saat ini, ujar Brilian, kunjungan wisatawan di Pagar Alam sekitar 220.000 orang. Jumlah ini masih jauh dari target kunjungan tahun 2019 sebanyak 300.000 wisatawan.
”Namun, kami masih optimistis target itu dapat dicapai karena lonjakan kunjungan akan terjadi pada periode Tahun Baru,” ucapnya.
Mengacu pada data kunjungan wisatawan tahun sebelumnya pada periode 27 Desember sampai 3 Januari, jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Pagar Alam bisa mencapai 100.000 orang. Itulah sebabnya Pemerintah Kota Pagar Alam tetap yakin target kunjungan wisatawan tercapai.
Menurut Brilian, kawasan Tugu Rimau berbatasan langsung dengan hutan lindung yang menjadi habitat harimau sumatera. Setelah ditelusuri, pihak Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Dempo menyatakan kawasan Tugu Rimau masuk kawasan hutan yang juga habitat harimau sumatera.
Pada 16 November, Irfan (18), wisatawan yang sedang berkemah bersama rekannya di kawasan Tugu Rimau, bertemu dengan seekor harimau. Bahkan, harimau tersebut masuk ke tenda dan mencakar Irfan sehingga sekujur tubuhnya terluka cukup parah.
Meski demikian, Brilian menyangkal bahwa Tugu Rimau masuk kawasan hutan lindung. Menurut dia, kawasan itu hanya berbatasan dengan hutan lindung. ”Harimau tersebut masuk ke kawasan Tugu Rimau, tetapi sekarang sudah kembali lagi ke hutan lindung,” katanya.
Untuk mencegah berulangnya konflik antara manusia dan satwa, menurut Brilian, sejak kejadian tersebut, Pemkot Pagar Alam sudah mengeluarkan larangan bermalam di kawasan Tugu Rimau. ”Kami hanya mengizinkan kunjungan sampai pukul 17.00 WIB. Kalaupun mau bermalam, hanya dibatasi di kawasan wisata Tangga 2001 yang berjarak sekitar 15 kilometer dari hutan lindung,” ujarnya.
Berbeda pendapat dengan Brilian, Kepala KPH Dempo Ardiansyah Fitri mengungkapkan, kawasan Tugu Rimau sudah masuk dalam kawasan hutan lindung. Namun, tetap saja kawasan tersebut menjadi tujuan wisata.
Ardiansyah khawatir, dengan tetap dijadikannya Tugu Rimau sebagai tempat wisata, hal itu berpotensi memunculkan konflik satwa-manusia. ”Untuk itu, perlu ada pemetaan lanjutan guna memperjelas mana kawasan hutan lindung dan kawasan perbatasan,” katanya.
Salah satu wisatawan asal Palembang, Aji YK Putra (29), sudah tiga kali mendaki Gunung Dempo melalui kawasan Tugu Rimau. ”Namun, saya baru tahu bahwa kawasan tersebut merupakan hutan lindung termasuk habitat harimau,” ucapnya.
Aji mengakui, saat masuk ke kawasan tersebut, kondisi hutan sangat rimbun, tetapi dirinya belum sekali pun pernah bertemu dengan harimau. Ia mengatakan, sebenarnya kawasan Tugu Rimau bukanlah jalur pendakian, melainkan jalur evakuasi. ”Saya sering ke sana karena jarak lebih dekat, sekitar 4 jam, sedangkan melalui jalur normal membutuhkan waktu 8 jam,” lanjutnya.
Gubernur Sumatera selatan Herman Deru berpendapat, seiring dengan kabar keberadaan harimau di kawasan wisata di Pagar Alam, perlu ada upaya untuk mengembalikan kepercayaan wisatawan. ”Jangan sampai jumlah wisatawan di Pagar Alam anjlok karena kabar ini,” katanya.