Banyak perempuan Nusa Tenggara Timur belum terpapar informasi kesehatan yang ideal. Akibatnya, daerah ini terus dililit masalah kesehatan ibu dan anak.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Banyak perempuan Nusa Tenggara Timur belum terpapar informasi kesehatan yang ideal. Akibatnya, daerah ini terus dililit masalah kesehatan ibu dan anak.
Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan angka kematian ibu di NTT mencapai 158 kasus tahun 2018, kematian bayi (1.280 kasus), dan kasus tengkes menempati urutan pertama nasional. Kasus kanker payudara dan serviks juga tinggi. Ironisnya, sebagian besar penderita dibawa ke dokter onkologi pada stadium akhir.
”Minim informasi membuat banyak perempuan NTT nikah usia muda, pendidikan rendah, tinggal di desa, dan ekonomi menengah ke bawah. Kondisi ini rentan memperbesar risiko kematian ibu-anak, tengkes, hingga kanker,” ujar Kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo dalam seminar nasional bertajuk ”Bangga Kencana Maju SDM Unggul” di Kupang, Sabtu (21/12/2019). Seminar ini digelar untuk memperingati Hari Ibu.
Hasto mengatakan, pernikahan dini rentan menyebabkan kematian ibu dan anak balita. Seorang perempuan idealnya menikah saat berusia 20 tahun. Hal ini berkaitan dengan tingkat kematangan reproduksi.
Di umur itu, panjang panggul perempuan sudah mencapai 10 sentimeter. Jika terlalu pendek, dampaknya sangat berbahaya bagi ibu dan bayi, terutama saat proses melahirkan.
Ibu yang kurang pengetahuan karena menikah terlalu muda juga rentan memicu bertambahnya kasus gizi buruk dan tengkes. Dia mengatakan, gizi buruk dan tengkes tidak hanya menyangkut keterbatasan pangan, tetapi juga kematangan ibu mengolah makanan sehat. Kasus gizi buruk di NTT tahun 2018 tercatat 3.321 anak, sedangkan angka tengkes di NTT mencapai 45,05 persen atau tertinggi secara nasional.
Pembicara lainnya, Dr Dedy Yuliadar, konsultan bedah onkologi RSUD Yohannes Kupang, mengatakan, setiap tahun rata-rata ada 10.000 kasus kanker. Sebagian besar pasien datang dengan kondisi sudah parah. Hal ini terjadi karena banyak perempuan kurang mendapat informasi soal kanker.
”Kanker payudara, misalnya, bisa disembuhkan bila ditemukan pada stadium dini, 0-2. Bila sudah sampai stadium 2-4, akan sulit disembuhkan,” ucapnya.
Sebagian besar pasien datang dengan kondisi sudah parah. Hal ini terjadi karena banyak perempuan kurang mendapat informasi soal kanker.
Oleh karena itu, Dedi mengajak perempuan NTT untuk selalu memeriksa payudara secara rutin. Salah satu caranya dengan melihat, meraba, dan merasakannya sendiri. Beberapa gejala kanker payudara yang bisa dilihat mulai dari puting susu tampak masuk ke dalam, tampak ada cekungan, hingga perubahan bentuk kulit luar menjadi tidak rata.
Ketua DPDR NTT Emi Nomleni akan mendorong pengadaan alat-alat kesehatan di RSUD Yohannes sebagai rumah sakit rujukan satu-satunya di NTT. Kasus kanker payudara dan serviks di NTT sudah sangat memprihatinkan. Perlu tindakan-tindakan luar biasa untuk mengatasi masalah ini.
”Persoalan kesehatan perempuan dan anak-anak di NTT sangat kompleks dan rumit. Harus ada keberanian guna mengambil tindakan berani menangani berbagai masalah kesehatan ini,” kata Nomleni.