Ledakan Fitoplankton Tak Ganggu Aktivitas Nelayan Lampung
Ledakan mikroorganisme laut fitoplankton dinoflagelata di sejumlah pantai di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, sejak sepekan terakhir, dilaporkan tidak mengganggu aktivitas nelayan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Ledakan mikroorganisme laut fitoplankton dinoflagelata terjadi di sejumlah pantai di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, sejak sepekan terakhir. Akibatnya, warna air laut berubah dan sejumlah hewan laut mati. Namun, fenomena alam ini dilaporkan belum mengganggu aktivitas nelayan.
Eko Rahmanto, penyuluh perikanan dari Dinas Keluatan dan Perikanan Pesisir Barat, ketika dihubungi dari Bandar Lampung, Rabu (25/12/2019), mengatakan, ledakan plankton pertama kali terjadi di pantai Kecamatan Lemong, Pesisir Barat, pada 27 November 2019.
Namun, hanya ikan di perairan Lemong dan Bengkunat yang mati. Jumlahnya tidak sampai ratusan.
Saat itu, warna air laut berubah menjadi kemerahan. Nelayan setempat juga menemukan puluhan ikan dan teripang mati. Sepekan terakhir, fenomena ledakan plankton meluas hingga ke perairan Bengkunat dan Krui. Di daerah itu, warna air laut terlihat kecoklatan dan kemerahan pada siang hari. Pada malam hari, air laut terlihat seperti mengeluarkan cahaya berwarna biru.
Fenomena perubahan warna air laut itu juga terjadi di pantai yang menjadi ikon pariwisata selancar di Krui, Pesisir Barat, seperti Labuhan Jukung dan Tanjung Setia. ”Namun, hanya ikan di perairan Lemong dan Bengkunat yang mati. Jumlahnya tidak sampai ratusan,” kata Eko.
Menurut Eko, pihaknya bekerja sama dengan Balai Besar Budidaya Perikanan Laut dan Forum Komunikasi Praktisi Akuakultur telah meneliti sampel air laut dan ikan yang mati.
Dia menambahkan, fenomena perubahan air laut ini tidak mengganggu aktivitas nelayan tangkap maupun nelayan budidaya di Pesisir Barat. Hingga saat ini, nelayan masih melaut seperti biasa. Fenomena ini diprediksi masih akan berlangsung hingga sepekan ke depan.
Muawanah, Penyelia Laboratorium Kualitas Air dari Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung, mengatakan, perubahan warna air laut atau red tide akibat meledaknya populasi dinoflagelata. Dari hasil uji sampel di perairan Bengkunat, plankton didominasi oleh Gonyaulax sp.
Dia menjelaskan, hal itu merupakan fenomena yang biasa terjadi di perairan. Plankton jenis tersebut berkembang jika terjadi perubahan kondisi air laut pada saat tertentu. Ledakan plankton di Pesisir Barat diduga terkait dengan hujan deras pada awal Desember yang disusul cuaca panas beberapa hari setelahnya.
Menurut Muawanah, dalam jumlah berlimpah, plankton dapat mengganggu dan mengakibatkan kematian ikan. Plankton mudah menempel pada insang ikan dan mengakibatkan ikan mati karena kekurangan oksigen. Meski begitu, kondisi air laut di Pesisir Barat masih memenuhi standar baku mutu.
Ketua Umum Forum Komunikasi Praktisi Akuakultur Provinsi Lampung Hanung Hernadi menyampaikan, pihaknya telah menginstruksikan agar pembudidaya perikanan tidak memasukkan air laut ke kolam hingga fenomena ledakan plankton menghilang. Hal ini untuk menghindari kematian ikan yang dapat menimbulkan kerugian.