Habitat Buaya di Sulawesi Tenggara Terganggu, Konflik dengan Manusia Marak
Dua kejadian beruntun serangan buaya terjadi di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Buaya diduga lapar sehingga memangsa manusia.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Dua kejadian beruntun serangan buaya terjadi di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Buaya diduga lapar dan memangsa manusia. Selain perlu meningkatkan kewaspadaan, kesadaran akan terganggunya habitat buaya penting ditingkatkan.
Serangan buaya yang menyebabkan jatuhnya korban kembali terjadi pada Jumat pagi (27/12/2019) di Desa Tapusuli, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Ema (40), warga Desa Laronanga, yang sedang mencari kerang di Sungai Lasolo, diserang buaya dan hingga Sabtu (28/12/2019) sore belum ditemukan.
”Pencarian hari ini berakhir pukul 17.00. Untuk hari kedua pencarian, tim yang berjumlah 60 orang dari berbagai instansi dan warga memperluas area hingga 2 mil. Namun, korban belum ditemukan. Setelah berkoordinasi dengan keluarga korban, pencarian dihentikan. Operasi dinyatakan ditutup hari ini,” kata Wahyudi dari Bagian Humas SAR Kendari dihubungi dari Makassar, Sabtu petang.
Ema pada Jumat pagi sedang mencari kerang di Sungai Lasolo, Desa Tapusuli, Andowia, bersama tiga anaknya. Tiba-tiba, seekor buaya menerkam Ema dan menariknya ke dalam air.
Pada pencarian hari pertama, tambah Wahyudi, tim menemukan potongan tubuh di sekitar lokasi diserangnya korban dan telah diserahkan ke pihak keluarga.
Lokasi warga diserang buaya kali ini, Wahyudi mengatakan, berjarak 40 kilometer dari tempat kejadian warga yang juga diterkam buaya sehari sebelumnya. Namun, aliran sungai dua kejadian ini masih sama, yaitu Sungai Lasolo.
Sebelumnya, pada Kamis pagi, Rogaya (48), warga Desa Bandeuta, menjadi korban serangan buaya ketika beraktivitas di sungai. Dia ditemukan jelang petang dalam kondisi meninggal. Kaki kanannya putus.
Serangan buaya yang memakan korban di Sulawesi Tenggara terus berulang. Berdasarkan data SAR Kendari, selama 2019, ada lima kasus warga diserang buaya. Selama kejadian tersebut, belum ada korban ditemukan selamat.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Tenggara La Ode Kaida menjelaskan, daerah Sungai Lasolo dan Sungai Lalindu di Konawe Utara merupakan habitat buaya. Di wilayah itu terdapat buaya siam (Crocodylus siamensis) yang biasa di perairan tenang dan buaya muara (Crocodylus porosus).
”Kalau mendengar informasi terkait serangan buaya di Konawe Utara, dengan buaya yang ganas dan berukuran cukup besar, mungkin itu buaya muara. Kami harapkan agar masyarakat waspada dengan kejadian ini, dan kami akan memasang peringatan di lokasi tersebut,” ucap Kaida.
Terkait meningkatnya serangan buaya, Kaida melanjutkan, hal ini tentu berhubungan erat dengan terganggunya habitat buaya tersebut. Kawasan tempat tinggal buaya mengalami perambahan, berbagai aktivitas, dan kegiatan yang sifatnya eksploitatif.
Faktor kedua, tambah Kaida, dengan banyaknya kegiatan, membuat hewan-hewan di sungai menjadi berkurang. Padahal, hewan tersebut adalah makanan harian buaya yang berkembang biak di daerah tersebut.
”Karena lapar, mereka menyerang apa yang ditemui. Bisa dilihat dari informasi, pada kedua korban, ada bagian tubuh yang hilang dan ditemukan. Kemungkinan ketiga, buaya ini sedang musim kawin sehingga menjadi agresif,” ucap Kaida.
Karena lapar, mereka menyerang apa yang ditemui. Bisa dilihat dari informasi, pada kedua korban, ada bagian tubuh yang hilang dan ditemukan. Kemungkinan ketiga, buaya ini sedang musim kawin sehingga menjadi agresif. (La Ode Kaida)
Konawe Utara memang wilayah dengan tindakan eksploitatif terbesar di Sultra. Wilayah ini merupakan daerah dengan usaha pertambangan terbanyak, yang tersebar dari kawasan hulu hingga pesisir sungai. Selain pertambangan, daerah ini juga banyak industri perkebunan skala besar, seperti sawit dan perkebunan tebu.
Temuan Kompas dalam liputan mendalam di Konawe Utara beberapa waktu lalu, kondisi sungai-sungai di wilayah ini sebagian besar telah kritis. Kawasan hulu hingga hilir mengalami pendangkalan, sempadan sungai habis dihajar industri, hingga pencemaran skala besar.
Kepala Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Sampara Muhammad Azis mengatakan, serangan buaya pada manusia bisa disebabkan terganggunya tempat hidup satwa ini. Terlebih, DAS Lasolo yang meliputi mayoritas wilayah Konawe Utara, banyak alih fungsi lahan. Daerah yang awalnya kawasan hutan berubah seiring waktu.
”Alih fungsi lahan terjadi sehingga kondisi hutan menjadi kritis. Semoga kejadian seperti ini tidak berulang dan upaya memulihkan kawasan terus tumbuh,” ujarnya.