Petani di Kelurahan Oesao, Desa Manusak, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, menyewakan lahan mereka kepada pengusaha. Mereka kesal karena lahan itu tak lagi memberikan hasil maksimal.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·2 menit baca
OELAMASI, KOMPAS — Petani di Kelurahan Oesao, Desa Manusak, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, menyewakan lahan mereka kepada pengusaha. Mereka kesal karena lahan itu tak lagi memberikan hasil maksimal akibat cuaca tidak menentu sejak 10 tahun terakhir.
Kimy Bessy (50), petani Oesao, pemilik lahan seluas 2 hektar di sisi Jalan Timor Raya, mengatakan, kondisi iklim tidak bersahabat dalam 10 tahun terakhir. ”Ini sawah tadah hujan. Kalau tidak ada hujan, sawah sulit digarap. Sekitar 10 petani sudah menyewakan lahan pertanian di sepanjang Jalan Timor Raya menjadi warung makan, bengkel mebel, dan toko kelontong,” kata Kimy, Sabtu (28/12/2019).
Kimy menyewakan lahan seluas 700 meter persegi miliknya selama lima tahun kepada pengusaha dari Surabaya untuk dibangun restoran. Biayanya Rp 50 juta dan dapat diperpanjang lagi.
Kimy mengatakan, setidaknya sejak 2009, petani di Oesao kesulitan mendapatkan air. Sebelumnya, petani memanfaatkan air hujan untuk menanam padi. Kini, mereka lebih banyak menanam palawija, seperti jagung, kacang-kacangan, dan sayur-sayuran. Lahan di kawasan itu mencapai 150 hektar.
”Di sini terdapat 100 sumur bor di dalamnya, diupayakan petani sendiri. Tetapi, 60 unit tidak berfungsi karena rusak atau tidak ada BBM (bahan bakar minyak). Sebanyak 50 petani memiliki lahan pertanian ini, masing-masing 500 meter persegi sampai dengan 20.000 meter persegi,” katanya.
Lasarus Loha (48), Ketua Kelompok Tani ”Unu Deo” Oesao mengatakan, kebanyakan petani yang memiliki lahan pertanian di sisi jalan menyewakan lahan kepada pengusaha untuk bertahan hidup. ”Lahan yang letaknya 20-50 meter dari Jalan Timor Raya belum diminati pengusaha. Lama-kelamaan kalau tidak ada perbaikan bakal diminati juga. Bisa-bisa tidak ada sawah nanti di sini,” ujarnya.
Kepala Desa Manusak Arthur Ximenes mengatakan, Bendungan Raknamo, berjarak sekitar 2 kilometer dari Manusak, masih dalam proses pengisian. Hujan belum turun. Saluran irigasi pun belum selesai dibangun. Padahal, petani setempat sudah mulai menabur bibit padi.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Kupang Arnolus Saubaki belum pernah menerima keluhan petani Oesao. Namun, masalah ini sudah diajukan ke pemerintah pusat melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTT. Namun, karena kekeringan ini terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, kemampuan pemerintah pun dirasa masih terbatas mengatasi masalah ini.
”Sekarang aparat desa bersama masyarakat harus berpikir bagaimana mengatasi kekeringan itu dengan memanfaatkan dana desa yang ada. Hujan terbatas, tetapi bagaimana mereka bisa membangun wadah di setiap rumah guna menampung air hujan yang terbatas itu agar tidak terbuang cuma-cuma,” kata Saubaki.