Hindari Sampah Menggunung di Malam Tahun Baru, Pendakian Gunung Rinjani Dibatasi
Gunung Rinjani menjadi tujuan favorit wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Demi menjaga keselamatan aktivitas pendakian pada malam tahun baru nanti, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani membatasi kuota jumlah pendaki.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Malam pergantian tahun dirayakan masyarakat dengan berbagai cara. Salah satunya mendaki gunung. Di Nusa Tenggara Barat, gunung Rinjani menjadi tujuan favorit wisatawan baik dalam maupun luar negeri. Meski demikian, pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani tidak akan menambah kuota jumlah wisatawan yang boleh mendaki.
Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Dedy Asrinaldi di Mataram, Sabtu (28/12/2019), mengatakan, pihaknya belum bisa memastikan apakah pendakian akan ramai pada malam pergantian tahun nanti.
Jika mengacu pada tahun sebelumnya, kata Dedy, jumlah pendaki yang merayakan malam pergantian tahun di Rinjani tidak banyak. ”Tetapi saat itu memang masih dalam masa pemulihan pascagempa yang mengguncang Lombok pada 2018,” ujarnya, Sabtu (28/12/2019).
Pantuan Kompas pada aplikasi eRinjani, aplikasi dari Balai TNGR untuk mendaftar pendakian ke Rinjani, kuota yang tersisa untuk pendakian, misalnya antara 31 Desember 2019 dan 1 Januari 2020, masih cukup banyak.
Dari empat pintu masuk, hanya pendakian lewat jalur Sembalun, Lombok Timur, yang dipilih pendaki, yakni 124 dari total kuota 150 orang. Jalur pendakian lain untuk tanggal yang sama masih belum terisi, yakni jalur Senaru (Lombok Utara) dengan kuota 150 orang, Timbanuh (Lombok Timur) dengan kuota 100 orang, dan Aik Berik (Lombok Tengah) dengan kuota 100 orang.
Terkait kuota tersebut, Dedy mengatakan, pihaknya tidak akan menambahkannya. Penambahan kuota, menurut Dedy, membutuhkan kajian, terutama daya dukung lingkungan dan ekosistem. Sebelumnya, pembatasan jumlah pendaki didasarkan pada pertimbangan dampak ekologis, misalnya sampah dan kerusakan vegetasi.
Selain kuota yang sama, Balai TNGR juga hanya memperbolehkan pendakian hingga ke pelawangan (area berkemah terakhir sebelum ke puncak Rinjani atau Danau Segera Anak). Pendakian ke puncak dan Danau Segara Anak belum diperbolehkan karena masih banyak titik rawan longsor.
Antisipasi
Terkait pembatasan jumlah pendaki, Ketua Forum Citra Wisata Alam Rinjani (forum para pelaku jasa wisata dan porter di Rinjani) Lalu Ahmad Yani mengatakan, mereka mengikuti sepenuhnya aturan yang dibuat Balai TNGR.
”Hal itu memang sudah kewenangan dan otoritas Balai. Akan tetapi, kalau sekiranya pendaki yang ingin naik (untuk malam pergantian tahun) melebihi kuota yang ada, akan coba kami bicarakan secara internal,” kata Ahmad Yani.
Menurut Ahmad Yani, sejumlah anggota mereka memang telah mendapat tamu untuk malam pergantian tahun. Meski demikian, dia belum bisa memastikan jumlahnya.
”Tetapi, kalau dilihat, mungkin tidak akan sebanyak seperti sebelum gempa. Mereka yang mendaftar menurut rencana akan merayakan di Pelawangan atau areal pendakian,” kata Ahmad Yani.
Ahmad Yani menambahkan, selain kuota, mereka juga akan mematuhi arahan Balai TNGR terkait larangan menyalakan kembang api atau petasan di dalam kawasan TNGR.
Pengumuman terkait larangan itu telah dikeluarkan Balai TNGR pada Senin (16/12/2019). Larangan menyalakan kembang api atau petasan ditujukan untuk menjaga ketenangan dan kenyamanan pengunjung, serta melindungi kondisi ekologis, terutama ekosistem, flora, dan fauna di Rinjani, serta mencegah kebakaran hutan.
”Ada sanksi sesuai aturan yang berlaku. Bisa pidana penjara dan denda,” kata Dedy.
Oleh karena itu, kata Ahmad Yani, larangan menyalakan kembang api dan petasan akan diteruskan kepada semua anggotanya untuk selanjutnya disampaikan kepada calon pendaki.
”Ini positif sehingga hal-hal yang tidak diinginkan bisa dihindari, misalnya kebakaran. Dengan begitu, tidak hanya kelestarian Rinjani, tetapi juga manfaat bagi kami yang menggantungkan hidup dari sana akan terus berlanjut,” kata Ahmad Yani.
Selain itu, kata Ahmad Yani, larangan ke puncak Rinjani dan Danau Segara Anak juga akan diindahkan. Itu demi keselamatan para pendaki. ”Para porter sudah tahu titik-titik rawan, seperti longsor. Jadi akan disampaikan juga kepada pendaki,” katanya.
Penutupan pendakian
Selain larangan menyalakan kembang api atau petasan, Balai TNGR juga mengeluarkan pengumuman tentang penutupan kegiatan pendakian Gunung Rinjani mulai 1 Januari 2020 hingga 31 Maret 2020.
Menurut Dedy, penutupan dilakukan dalam rangka pemulihan ekosistem. Selain itu, berdasarkan informasi prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Kelas I Lombok Barat, saat ini NTB sudah memasuki musim hujan dengan kecenderungan terjadi cuaca ekstrem. Kondisi itu dikhawatirkan berpotensi membahayakan pengunjung.
Dedy menambahkan, jika ada perubahan situasi dan kondisi tertentu di jalur pendakian sampai dengan waktu penutupan berakhir, pembukaan jalur akan diinformasikan setelah ada peninjauan kondisi pendakian oleh Balai TNGR bersama mitra terkait.