Pencurian Lintas Daerah Rawan Terjadi di Jalur Pantura Tegal
Sepanjang 2019, pencurian menjadi kasus yang paling banyak terjadi di Kabupaten Tegal, Jateng. Lokasi Kabupaten Tegal di jalur pelintasan diduga menjadi salah satu faktor yang membuat daerah tersebut rawan pencurian.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
SLAWI, KOMPAS — Sepanjang 2019, pencurian menjadi kasus yang paling banyak terjadi di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Lokasi Kabupaten Tegal yang berada di jalur pelintasan diduga menjadi salah satu faktor yang membuat daerah tersebut rawan pencurian, termasuk pencurian lintas daerah.
Berdasarkan data indeks kejahatan Polres Tegal, sedikitnya 185 kejahatan terjadi di Kabupaten Tegal selama 2019. Dari jumlah tersebut, 89 kasus di antaranya merupakan kasus pencurian yang terdiri dari pencurian kendaraan bermotor, pencurian dengan pemberatan, dan pencurian dengan kekerasan.
Sepanjang 2019, setidaknya ada empat sindikat kriminal lintas daerah yang beraksi dan ditangkap di Kabupaten Tegal. Posisi daerah ini yang berada di jalur pantura membuat banyak dilintasi orang dan menjadi salah satu daerah sasaran kejahatan.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah kasus pencurian cenderung menurun. Pada 2018, jumlah pencurian yang terjadi 99 kasus. Meski terbilang menurun, angka tersebut dinilai masih cukup tinggi. Dalam waktu satu tahun belakangan, pelaku pencurian yang beraksi di Kabupaten Tegal juga tidak terbatas pada penjahat lokal, tetapi juga sudah mulai melibatkan penjahat dari luar daerah.
”Sepanjang 2019, setidaknya ada empat sindikat kriminal lintas daerah yang beraksi dan ditangkap di Kabupaten Tegal. Posisi daerah ini yang berada di jalur pantura membuat banyak dilintasi orang dan menjadi salah satu daerah sasaran kejahatan,” kata Kepala Kepolisian Resor Tegal Ajun Komisaris Besar Dwi Agus Prianto dalam rilis kinerja tahunan Polres Tegal, Senin (30/12/2019), di Kantor Polres Tegal.
Dwi menjelaskan, empat sindikat kriminal spesialis pencurian yang sudah ditangkap berasal dari Palembang, Indramayu, Lampung, dan Cirebon. Untuk menekan terjadinya pencurian dan kejahatan lainnya, Polres Tegal akan mengintensifkan sosialisasi kepada masyarakat, patroli rutin, dan melakukan koordinasi dengan polres-polres di sekitar Kabupaten Tegal.
Penangkapan terhadap sindikat pencurian lintas daerah terakhir kali dilakukan oleh Polres Tegal pada Jumat (27/12/2019). Sindikat pencurian asal Cirebon, Jawa Barat, itu ditangkap setelah melakukan dua pencurian di wilayah Kabupaten Tegal dan satu pencurian di wilayah Kabupaten Pekalongan.
Mereka terdiri atas tujuh orang, tetapi polisi baru menangkap lima di antaranya, yakni Gunawan Panembahan (40), Karso (32), Karno (34), Rudi Sanjaya (37), dan Tomi Wahyudi (21).
Dari pencurian yang dilakukan di wilayah Kabupaten Tegal, yakni Baitul Mal Wattamwil (BMT) Muamalat Desa Cangkring dan di Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) Baitul Makmur Desa Kajen, pelaku berhasil membawa lari uang Rp 132 juta.
”Uang tersebut sudah digunakan untuk membeli tiga kendaraan bermotor dan membangun fondasi rumah salah seorang pelaku,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Tegal Ajun Komisaris Gunawan Wibosono.
Sindikat spesialis pencurian yang dipimpin oleh Gunawan Panembahan tersebut melakukan pencurian dengan perencanaan yang matang. Sebelum menjalankan aksinya, mereka lebih dulu melakukan observasi di daerah sasaran untuk memastikan waktu yang tepat untuk mencuri, strategi yang akan digunakan dalam pencurian, dan peta lokasi tempat penyimpanan uang.
Setelah melakukan observasi dan menilai suatu tempat sudah aman, pelaku langsung mendatangi lokasi pencurian. Untuk bisa masuk ke lokasi pencurian, para pelaku merusak gembok pagar menggunakan tang berukuran besar. Jika sudah berhasil masuk, mereka kemudian mematikan aliran listrik agar rekaman kamera pemantau mati.
”Saya mempelajari metode pencurian ini dari teman-teman yang sebelumnya pernah berhasil menggunakan metode ini. Perekrutan anggota bisa dilakukan dengan mudah karena mereka (pelaku lainnya) tetangga dekat saya,” ucap Gunawan Panembahan.
Kelima orang tersebut disangkakan dengan Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara. Adapun dua pelaku lain masih dalam pengejaran.