Usut Tuntas Tiga Kasus Dugaan Pembunuhan Misterius di NTT
Aparat kepolisian didesak menyelesaikan pengusutan sejumlah kasus dugaan pembunuhan di Nusa Tenggara Timur yang hingga kini belum terungkap. Polisi mengaku kesulitan mengumpulkan bukti kuat terkait tiga kasus tersebut.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Aparat kepolisian didesak menyelesaikan pengusutan sejumlah kasus dugaan pembunuhan di Nusa Tenggara Timur yang hingga kini belum terungkap. Hingga kini, polisi masih kesulitan mengumpulkan bukti kuat untuk memastikan penyebab kematian misterius tiga warga NTT.
Ketiga kasus tersebut adalah kematian Poro Duka di Sumba Barat, Ansel Wora di Ende, dan Laurens Wadu di Lembata. Ketiganya masih dalam penyidikan polisi.
Wakil Kepala Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) Brigadir Jenderal (Pol) Johanis Asadoma di Kupang, Selasa (31/12/2019), mengatakan, polisi masih bekerja di lapangan untuk mengusut sejumlah kasus kematian warga sipil di NTT. Menurut dia, tidak mudah mengungkap sebuah kasus pembunuhan.
Polisi butuh bukti kuat untuk mengungkap kasus kematian tiga warga sipil di NTT. Kematian Poro Duka di Sumba Barat, 26 April 2018, sedang diproses tim forensik Polda Bali. Peluru yang menembus dada korban adalah peluru karet. Asal-usul peluru masih dalam pendalaman,” kata Asadoma.
Kasus kematian Ansel Wora (45), seorang PNS, di Pulau Ende pada 31 Oktober 2019 juga sedang dalam penyidikan. Menurut Johni, Polres Ende telah memeriksa sekitar 38 saksi, tetapi belum bisa memastikan penyebab kematian korban karena dibunuh atau penyakit tertentu.
Adapun kasus kematian Laurens Wadu (58) di Lewoleba, Kabupaten Lembata, tahun 2013, juga hingga kini belum menemui titik terang. Korban diduga dibunuh lalu dibuang di sekitar kebun pisang milik korban. Polres Lembata sudah memeriksa belasan saksi, tetapi belum dapat memastikan penyebab kematian Laurens.
Adapun penasihat hukum Ansel Wora, Cesar Bara, menduga ada kejanggalan dalam pengusutan kasus kematian Ansel Wora di Pulau Ende. Korban selama ini tidak punya riwayat penyakit tertentu. Saat kejadian, korban berangkat ke Pulau Ende bersama sopir pribadi Bupati, Hasan alias Acan, dalam kondisi sehat.
”Polres Ende sudah memeriksa 38 saksi dan telah mengeluarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan. Artinya, status penyelidikan naik menjadi penyidikan. Itu mestinya sudah ada tersangka, tetapi kenapa polisi tidak mau mengumumkan siapa tersangkanya,” kata Bara.
Ada kejanggalan dalam pengusutan kasus kematian Ansel Wora di Pulau Ende. Korban selama ini tidak punya riwayat penyakit tertentu.
Ia mengatakan, Ansel Wora diajak Hasan alias Acan ke Pulau Ende untuk memperbaiki mobil dinas bantuan pemerintah. Mobil itu sedang digunakan untuk membantu pekerjaan proyek pembangunan dermaga Pulau Ende dengan kontraktor keponakan Bupati bernama Alifudin.
Menurut Bara, korban terus didesak Acan agar segera berangkat pada 30 Oktober. Dalam satu hari, Acan hingga empat kali ke rumah korban atas desakan Bupati Ende.
Penyebab kematian korban pun tidak pernah disampaikan Acan kepada keluarga. Pihak keluarga mendengar berita korban meninggal pada 31 Oktober pukul 04.00 Wita setelah pihak RSUD Ende menghubungi keluarga. Adapun pihak Acan dan Pemkab Ende tidak pernah menghubungi keluarga menceritakan kronologis kematian korban.
Sementara itu, Direktur Yayasan Cinta Kasih dan Kemanusiaan Sarnelli Sumba Pastor Paul Dwiyaminarta menyatakan, kematian Poro Duka disebabkan terjangan peluru asli, bukan peluru karet. Hal ini terbukti dari sejumlah selongsong peluru yang ditemukan di tempat kejadian perkara dan beredar di warga sekitar. Selongsong peluru itu ditemukan di samping korban Poro Duka yang tergeletak.
”Saat itu ada tiga satuan yang menjaga pengukuran tanah warga oleh pengusaha. Mereka dari Polres Sumba Barat, Brimob Polda, dan anggota TNI. Warga menolak pengukuran tanah itu karena tanah itu bukan hak milik pengusaha. Tiba-tiba korban tewas di tengah kerumunan warga karena ditembak,” kata Paul.
Adapun anggota DPRD NTT dari daerah pemilihan Lembata, Viktor Mado, menduga, kasus kematian Laurens Wadu pada 2013 melibatkan penguasa saat itu. Korban memiliki tanah strategis di Lewoleba seluas 40 hektar, yakni di depan Dermaga Lewoleba yang saat ini masih berupa hutan hujan tropis.
Pemkab Lembata ingin memanfaatkan lahan itu untuk membangun pusat hiburan dan perhotelan. Namun, korban menolak dengan alasan wilayah itu termasuk hutan penyangga di Lembata.
”Korban diduga dibunuh di salah satu rumah dinas, kemudian jenazahnya dimuat dengan mobil dinas pemda lalu dibuang di kebun pisang milik korban pada malam hari. Sampai hari ini, polisi belum mengungkap kasus pembunuhan itu,” kata Watun.
Kepala Bidang Humas Polda NTT Kombes Jo Bangun menuturkan, semua pihak harus menunggu hasil kerja polisi. Ia berharap masyarakat tidak berasumsi berlebihan atas kematian sejumlah korban yang kematiannya hingga kini belum terungkap tersebut. Menurut dia, polisi terus bekerja menangani kasus-kasus ini.