Sembilan Kali Erupsi, Anak Krakatau Terus Bergejolak
Status Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda berada pada level waspada. Aktivitas gunung api itu terus meningkat.
Oleh
Vina Oktaria/ Machradin Wahyudi Ritonga
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS— Setelah erupsi kecil pada Minggu (29/12/2019), aktivitas Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda terus meningkat sepanjang Senin pagi hingga sore dengan sembilan kali erupsi. Meski terus bergejolak, status gunung api itu masih pada level II (Waspada).
Erupsi pertama pada Senin terjadi pukul 07.53 dengan tinggi kolom abu sekitar 2.000 meter dari atas puncak kawah. Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal dan condong ke arah selatan.
Setelah itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mencatat, pada pukul 12.00 hingga 18.00 terjadi delapan erupsi lagi dengan magnitudo 41-45 milimeter dan durasi setiap erupsi 45-137 detik. Erupsi pada pukul 13.35 memiliki tinggi kolom abu sekitar 1.000 meter di atas puncak.
Kepala Pos Pemantauan Gunung Anak Krakatau (GAK) di Kalianda, Lampung Selatan, Andi Suardi mengatakan, peningkatan aktivitas vulkanik GAK selama dua hari terakhir cukup signifikan dibandingkan dengan hari sebelumnya.
Pada Minggu, GAK mengalami erupsi pukul 05.29 dengan tinggi kolom abu hanya sekitar 50 meter dari puncak kawah. Meski terus bergejolak, belum ada peningkatan status GAK karena erupsi yang terjadi dinilai belum membahayakan warga.
Walaupun luncuran abu cukup tinggi, kondisi angin tidak membuat abu sampai ke daratan Lampung ataupun Banten. Suara dentuman juga tidak terdengar. ”Status GAK masih di level II (Waspada). Masyarakat tidak boleh mendekat dalam radius 2 kilometer dari kawah,” kata Andi.
Potensi susulan
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Hendra Gunawan menuturkan, meski kolom abu tidak terlihat dengan jelas dari pos pengamatan, pihaknya mencatat aktivitas tremor GAK masih terjadi dengan amplitudo 3-40 milimeter. Bentuk aktivitas ini menandakan erupsi susulan GAK masih berpotensi terjadi.
Meski begitu, Hendra menjelaskan, aktivitas GAK masih belum mengancam masyarakat pesisir pantai yang berdekatan dengan gunung itu. ”Suara dentuman juga tidak terdengar sehingga tidak mengganggu aktivitas warga,” katanya.
Hendra kembali mengimbau warga untuk tidak beraktivitas dalam radius 2 kilometer dari kawah gunung tersebut. ”Kami mengimbau warga untuk tetap tenang, tetapi tetap mengamati aktivitas gunung dari jarak aman,” ujarnya.
Menurut Kepala Seksi Wilayah III Lampung Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu Hifzon Zawahiri, pihaknya melakukan pemantauan GAK dari Pulau Sebesi. Pulau yang berpenghuni sekitar 3.000 jiwa itu adalah yang terdekat dengan GAK. Hingga kini, aktivitas gunung api itu belum berdampak pada aktivitas warga setempat.
Untuk mengantisipasi bencana tsunami, BKSDA Lampung-Bengkulu bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi telah memasang alat pendeteksi tsunami di Pulau Sertung. Pulau itu termasuk dalam gugus Kepulauan Rakata dan berada di dekat GAK. Alat yang dipasang pada pertengahan Desember lalu itu kini mulai dioperasikan dalam tahap uji coba.