Proses Hukum Kasus Dugaan Korupsi Beasiswa Aceh Lambat
Masyarakat Transaparansi Aceh menilai proses hukum terhadap kasus dugaan korupsi pemotongan beasiswa anggaran aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, berjalan sangat lambat.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS - Masyarakat Transaparansi Aceh menilai proses hukum terhadap kasus dugaan korupsi pemotongan beasiswa anggaran aspirasi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, berjalan sangat lambat. Padahal penyelidikan kasus itu sudah dimulai sejak awal 2018, namun hingga awal 2020 belum ada kejelasan.
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian, Rabu (1/1/2020) menuturkan komitmen Kepolisian Daerah Aceh dalam memberantas korupsi patut dipertanyakan. Menurut Alfian, seharusnya polisi mempercepat proses penyelidikan agar adanya kepastian hukum.
“Kalau digantung publik akan bertanya-tanya, apakah polisi serius menangani kasus korupsi di Aceh,” kata Alfian.
Pada 2017, sebanyak 24 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) periode 2014-2019 mengusulkan beasiswa pendidikan untuk 938 mahasiswa. Anggaran untuk beasiswa tersebut merupakan dana aspirasi anggota dewan yang dititipkan kepada Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh.
Besaran anggaran untuk beasiswa mencapai Rp 22 miliar. Penerima adalah mahasiswa diploma 3, diploma 4, sarjana, mahasiswa magister, dan mahasiswa program doktor. Namun, pada saat beasiswa itu ditranfer ke rekening penerima, ada pihak yang meminta sebagian beasiswa itu diberikan untuk mereka.
Kalau digantung publik akan bertanya-tanya, apakah polisi serius menangani kasus korupsi di Aceh, kata Alfian
Jumlah beasiswa yang diberikan kepada penerima antara Rp 750.000 hingga Rp 7 juta, padahal dalam usulan mereka harusnya menerima antara Rp 20 juta sampai Rp 45 juta.
Setelah mencuat ke publik adanya pemotongan beasiswa, Inspektorat Aceh melakukan pemeriksaan. Berkas pemeriksaan diserahkan kepada Kepolisian Daerah Aceh untuk diproses hukum.
Alfian menuturkan polisi seharusnya tidak tebang pilih dalam penanganan kasus korupsi. Alfian mengatakan jangan karena kasus ini melibatkan anggota dewan penanganannya menjadi lambat. “Kalau polisi tidak mengungkap kasus ini, kepercayaan publik terhadap polisi menurun,” kata Alfian.
Dalam konferensi pers akhir tahun pada Selasa 31/12/2019 di Mapolda Aceh, sejumlah wartawan mempertanyakan proses hukum kasus tersebut. Pasalnya kasus itu tidak dimasukkan dalam dokumen yang dirilis oleh Kepolisian Daerah Aceh.
Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh Komisaris Besar Teuku Saladin menuturkan kasus tersebut hingga kini masih sedang didalami. Dari 800 orang yang harus diperiksa, sebanyak 100 orang sudah diperiksa.
“Terlalu banyak saksi yang harus kami periksa sehingga butuh waktu lama. Harap bersabar, kasusnya masih lidik,” kata Saladin.
Dalam konferensi akhir tahun tersebut, Kepala Polda Aceh Inspektur Jenderal Rio Septian Djambak memerintah para penyidik di Ditreskrimsus agar mempercepat penyelidikan kasus tersebut.
Rio mengatakan penyelesaian kasus dugaan korupsi harus jadi prioritas sebab ini menyangkut profesionalisme polisi. “Mau berapapun saksi harus diperiksa,” kata Rio.