BBKSDA Jatim Lepas Liarkan 178 Cucak Hijau ke Kaltim
Sebanyak 178 burung cica daun besar atau yang lebih dikenal cucak hijau hasil sitaan diterbangkan ke Kalimantan Timur dari Bandara Juanda, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (3/1/2019).
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO,KOMPAS — Sebanyak 178 burung cica daun besar atau yang lebih dikenal sebagai cucak hijau diterbangkan ke Kalimantan Timur dari Bandara Juanda, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (3/1/2019). Burung dengan warna bulu leher kuning dan berparuh panjang ini merupakan hasil sitaan dari para penyelundup.
Ratusan burung itu diterbangkan menggunakan fasilitas kargo dari pesawat Nam Air rute Surabaya-Samarinda. Sebelumnya, burung yang termasuk jenis satwa dilindungi karena populasinya yang hampir punah itu menjalani serangkaian pemeriksaan kesehatan dan proses pengandangan sesuai prosedur untuk mencegah kematian selama perjalanan.
Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah II Gresik Balai Besar KSDA Jatim Wiwied Widodo mengatakan, penerbangan ke Kaltim merupakan bagian dari upaya translokasi atau pengembalian satwa ke habitat asal. Menurut rencana, burung yang banyak diburu oleh kolektor ini akan dilepas di Taman Nasional Kutai, Kabupaten Bontang.
”Perjalanan dengan pesawat akan dilanjutkan dengan perjalanan darat untuk mencapai lokasi Taman Nasional Kutai. Selama perjalanan, ada petugas dari Balai BKSDA Jatim dan Kepolisian Air dan Udara (Polairud) Polda Jatim,” ujar Wiwied.
Sebanyak 178 burung cucak hijau itu merupakan bagian dari 207 burung yang disita oleh Direktorat Polairud Polda Jatim, Minggu (29/12/2019). Penyitaan 207 burung, dengan rincian 205 cucak hijau dan 2 cucak jenggot, ini dilakukan setelah polisi berhasil menggagalkan upaya penyelundupan burung endemis Kaltim tersebut dengan cara mengirimkan melalui kapal.
Dikemas Kardus
Direktur Polairud Polda Jatim Komisaris Besar Arnapi mengatakan, upaya penyelundupan burung cucak hijau terbongkar setelah timnya mendapat informasi tentang Kapal Motor DJO 03 yang berlayar dari Pelabuhan Kelapis, Kalimantan Utara, menuju Tanjung Perak, Surabaya, membawa ratusan burung tanpa dokumen pengiriman yang legal.
Saat kapal bersandar di Tanjung Perak, tim dari kepolisian langsung bertindak menggeledah kapal dan menemukan burung yang dimaksud. Kondisi burung dikemas dalam kardus yang dilapisi kayu dan bercampur dengan barang kargo lainnya.
”Selain menyita ratusan burung, penyidik juga memeriksa lima orang yang diduga kuat terlibat dalam upaya penyelundupan. Mereka adalah nakhoda kapal dan empat anak buahnya,” ujar Arnapi.
Selain menyita ratusan burung, penyidik juga memeriksa lima orang yang diduga kuat terlibat dalam upaya penyelundupan. Mereka adalah nakhoda kapal dan empat anak buahnya.
Lima orang itu adalah nakhoda bernama DF (27) beserta empat anak buah kapal, yakni AK (27), H (28), MGP (30), dan JSS (23). Dari hasil pemeriksaan terungkap, para kru kapal ini dititipi burung oleh S. Adapun S saat ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Menurut rencana, burung-burung itu akan diambil oleh seseorang di Surabaya. Hal itu merupakan modus umum perdagangan satwa ilegal. Biasanya pemilik satwa akan menitipkan barangnya kepada anak buah kapal dengan imbalan tertentu. Sesampainya di Surabaya, nakhoda akan menghubungi penerima barang.
Wiwied menambahkan, penyelundup satwa berpotensi melanggar Pasal 40 Ayat (2) juncto Pasal 21 Ayat (2) huruf a dan c Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Selain itu, melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Taksiran kerugian dari aspek ekonomi sekitar Rp 103 juta. Hal itu dihitung dari harga pasaran burung cucak hijau yang sekitar Rp 500.000 per ekor. Namun, dari aspek kerusakan ekosistem, meliputi hilangnya rantai makanan, penyerbukan bunga, estetika, regenerasi populasi, nilai kerugian bisa mencapai hampir Rp 1 miliar. Bahkan, dari sisi konservasi, terkait kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh perilaku para pemburu satwa dilindungi ini, nilainya lebih besar lagi.