Kepedulian Wisatawan Menjaga Kebersihan Malioboro Masih Rendah
Kepedulian wisatawan untuk menjaga kebersihan Malioboro masih rendah. Kondisi ini terlihat dari banyaknya temuan sampah yang tidak dibuang pada tempatnya di destinasi wisata andalan Yogyakarta tersebut.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS - Kepedulian wisatawan untuk menjaga kebersihan Malioboro masih rendah. Kondisi ini terlihat dari banyaknya temuan sampah yang tidak dibuang pada tempatnya di destinasi wisata andalan Yogyakarta tersebut. Di sisi lain, pemerintah juga diminta menyediakan tempat sampah yang memadai.
Saat perayaan Tahun Baru 2020, dalam kurun waktu satu malam saja, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta mengumpulkan 15 ton sampah di sekitar wilayah Kota Yogyakarta. Dari jumlah itu, sebanyak 6 ton terkumpul dari sepanjang trotoar Jalan Malioboro hingga Titik Nol Kilometer Yogyakarta dan Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta.
Jumlah (sampah yang terkumpul) lebih besar dibandingkan hari-hari biasa.
Kawasan Malioboro merupakan salah satu titik pusat perayaan Malam Tahun Baru 2020. Sepanjang jalan itu dipadati puluhan ribu orang. Namun, kemeriahan perayaan itu dinodai dengan sampah-sampah plastik yang tidak dibuang pada tempatnya.
“Jumlah (sampah yang terkumpul) lebih besar dibandingkan hari-hari biasa. Pada hari-hari biasa, yang juga ramai wisatawan, biasanya sampah terkumpul hanya 2,5-3 ton saja per harinya,” kata Kepala Seksi Pembersihan Sampah DLH Kota Yogyakarta Ahmad Haryoko, saat dihubungi, di Yogyakarta, Jumat (3/1/2020).
Haryoko menjelaskan, jenis sampah yang terkumpul sebagian besar berupa bekas bungkus makanan maupun minuman hingga puntung rokok yang dibuang sembarangan. Kebanyakan sampah tersebut ditemukan di dekat kursi-kursi yang tersedia di sepanjang trotoar Malioboro. Ironisnya, di beberapa titik, banyak juga sampah yang ditemukan di dekat tempat sampah, bukan di dalamnya.
Kondisi tersebut tidak hanya terjadi pada perayaan pergantian tahun saja. Berdasarkan pantauan, Jumat siang, masih bisa ditemukan sampah bekas minuman berupa gelas plastik yang ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya di kawasan Malioboro.
Ada pula yang membuang bungkus mi instan di sela-sela tanaman hias yang berada di sepanjang trotoar. Bekas puntung rokok juga masih banyak yang dibuang begitu saja ke trotoar maupun pot-pot tanaman hias.
Apakah kampanye kami kurang intens atau pola pikir masyarakat yang belum berubah?
Haryoko mengatakan, pada 2017, DLH Kota Yogyakarta pernah menyurvei wisatawan di kawasan Malioboro tentang sikap mereka terhadap sampah. Hasilnya, sebanyak 87 persen responden sudah tahu bahwa sampah itu harus dibuang pada tempatnya.
“Ini membuat kami bertanya. Apakah kampanye kami kurang intens atau pola pikir masyarakat yang belum berubah? Kenyataannya, masih ditemukan sampah yang tidak dibuang pada tempatnya,” ujar Haryoko.
Dia pun mengungkapkan, persoalan sampah merupakan masalah yang harus diselesaikan bersama. Tidak bisa hanya dibebankan kepada satu pihak saja. Kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya menjadi hal yang paling penting untuk ditonjolkan. Jika pola pikir seperti itu sudah dimiliki warga, ia meyakini, sampah tidak akan lagi berserakan di tempat wisata.
Terdapat sedikitnya 100 tempat sampah di sepanjang 1,3 kilometer ruas dari ujung utara Jalan Malioboro hingga Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Setiap tempat sampah itu volumenya 187,5 liter. Tempat sampah itu tersebar di kedua sisi trotoar.
Koordinator Komunitas Garuk Sampah Bekti Maulana (22) menyampaikan, tempat sampah permanen di Malioboro kurang bisa berfungsi baik. Desain tempat sampah itu dinilai baik dari segi estetika, tetapi masih buruk dari segi kegunaannya.
Tempat sampah itu berbentuk kotak dengan tinggi sekitar 70 sentimeter. Terdapat penutup dengan lubang di sampingnya sebagai tempat memasukkan sampah. “Tempat sampah itu masih kurang komunikatif juga. Masih banyak wisatawan yang tidak tahu kalau itu tempat sampah,” kata Bekti.
Secara umum, Bekti menilai, memang masih banyak wisatawan yang kurang peduli terhadap kebersihan Malioboro. Itu dibuktikan masih adanya sampah yang terserak di kawasan tersebut. Tetapi, banyak pula wisatawan yang perhatian dengan membuang sampah pada tempatnya. Hanya saja, persoalan jumlah tempat sampah yang masih minim itu perlu ditanggapi secara serius.
Bekti berpendapat, persoalan sampah itu salah satunya bisa diselesaikan dengan penindakan tegas. Apabila ada orang yang ketahuan membuang sampah sembarangan, perlu diberi sanksi. Hukuman itu yang nantinya bisa membuat orang jera untuk mengulangi tindakan tersebut.
Terkait desain tempat sampah, Haryoko mengungkapkan, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk mengubahnya. Namun, angkah yang dapat dilakukannya yakni menambah ketersediaan tempat sampah portabel dengan jumlah 15 unit. Apabila masih kurang, ia siap untuk menambah lagi.