Akses air bersih penduduk di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia baru mencapai 72 persen. Selain lokasi yang kebanyakan jauh dari permukiman, sumber air terutama di luar Pulau Jawa kebanyakan kondisinya kotor.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS - Akses air bersih penduduk di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia baru mencapai 72 persen. Selain lokasi sumber air yang kebanyakan jauh dari permukiman, kesulitan air bersih terutama di luar Jawa, karena sumber air tidak dalam kondisi bersih.
Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Danis Hidayat Sumadilaga, mengatakan, kondisi air yang keruh tersebut menghambat penyelesaian krisis air secara cepat.
“Di banyak daerah di luar Jawa, air dari sumber-sumber air harus diolah terlebih dahulu. Adapun sistem pengolahan air tersebut membutuhkan banyak biaya,” ujar Danis saat kunjungan kerja di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Sabtu (4/1/2020).
Kendala akses air bersih tak hanya terjadi di wilayah perkotaan, tetapi juga perdesaan yang sebenarnya banyak terdapat mata air. Menurut Danis, hal ini terajdi karena letak sumber-sumber air tersebut biasanya jauh dari permukiman warga.
Lokasi yang jauh dan ketiadaan instalasi penyalur sumber air ke permukiman membuat warga kesulitan mendapatkan air bersih. Namun, karena tidak ada sumber lain yang bisa diandalkan, mereka biasanya harus menggunakan kendaraan atau berjalan kaki untuk mengambil air.
“Di luar Jawa, jarak antara sumber air dengan permukiman bahkan bisa mencapai puluhan kilometer,” ujarnya.
Terkait hal ini, Danis mengatakan, pihaknya menyiapkan sejumlah program. Untuk Kalimantan dan wilayah Indonesia Timur misalnya, pemerintah berupaya membangun lebih banyak waduk dan embung untuk menampung air. Adapun, untuk sejumlah daerah lain, terutama di Pulau Jawa, pihaknya berupaya membangun instalasi dari sumber-sumber air baru, yang belum dimanfaatkan sebelumnya.
Di Kabupaten Temanggung misalnya, menurut Danis, Ditjen Cipta Karya akan berupaya membangun instalasi air bersih dari sumber air Sigandul di Kecamatan Kledung. Upaya ini dilakukan untuk memenuhi 20 persen masyarakat Temanggung, yang saat ini belum terakses air bersih.
Krisis air bersih setiap musim kemarau juga terus terjadi di wilayah Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Di Desa Kembanglimus misalnya, kesulitan air bersih tetap terjadi sekalipun di desa tersebut terdapat tiga sumber air yang hanya berjarak 500-700 meter dari permukiman.
“Pada musim kemarau, debit tiga sumber air tersebut menurun drastis sehingga air yang tersedia tidak mampu mencukupi kebutuhan warga,” ujar Rohadi, salah seorang perangkat Desa Kembanglimus. Desa tersebut terdiri dari tujuh dusun dan berpenduduk lebih dari 2.000 jiwa.
Sebelumnya, menurut Rohadi, warga mendapatkan air dengan cara menggali dan membuat sumur sedalam sembilan hingga tigabelas meter. Namun, karena air sumur tidak lagi mencukupi, mulai 2012, setiap dusun membangun instalasi air dari sumber air ke rumah-rumah warga.
Hanya saja, setiap musim kemarau, semua sumber air seperti sumur maupun mata air, tidak lagi mencukupi. Bahkan, di musim kemarau, air berubah menjadi keruh dan berbau karat. Oleh karena itu, setiap musim kemarau, desa ini hanya bisa mengandalkan bantuan air dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang.