Jalur perseorangan dalam pilkada serentak tahun 2020 di Nusa Tenggara Barat diminati. Hingga saat ini ada tiga bakal pasangan calon yang mengirim syarat dukungan ke KPU.
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS - Jalur perseorangan dalam pilkada serentak tahun 2020 di Nusa Tenggara Barat diminati. Hingga saat ini ada tiga bakal pasangan calon yang mengirim syarat dukungan berupa fotokopi KTP ke Sistem Informasi Pencalonan Pemilu ke Komisi Pemilihan Umum di Nusa Tenggara Barat.
“Kalau sebelumnya baru sebatas rumor, pak ini pak itu katanya mau nyalon secara perseorangan, tetapi sekarang sudah jelas ada paslon yang memang serius ikut pilkada,” kata Suhardi Soud, Ketua Komisi Pemilihan Umum Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (4/1/2020) di Mataram.
Dari pantauan sementara ada dua pasangan calon (paslon) di Kabupaten Sumbawa dan satu paslon Kabupaten Bima yang memasukkan data nama dan alamat pendukung berupa fotokopi KTP Elektronik ke aplikasi Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU Kabupaten Sumbawa dan Bima.
Tahun ini, dari 10 kabupaten-kota di NTB, tujuh di antaranya akan melaksanakan Pilkada serentak yakni Kota Mataram, Kabupaten Lombok Utara, Lombok Tengah, Kabupaten Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu dan Kabupaten Bima. Pilkada serentak itu digelar pada 23 September 2020.
Adapun syarat dukungan calon beragam. Kabupaten-kota dengan daftar pemilik tetap (DPT) 250.000 paling sedikit didukung 10 persen. Kabupaten-kota dengan DPT 250.000-500.000, jumlah dukungannya minimal 8,5 persen.
Sedang kabupaten-kota yang jumlah penduduknya 500.000 - 1 juta termuat dalam DPT, jumlah dukungannya 7,5 persen. Adapun kabupaten-kota yang jumlah penduduknya 1 juta ke atas, jumlah dukungannya 6,5 persen. Jumlah dukungan harus tersebar di 50 persen jumlah total kecamatan kabupaten-kota.
Tahapan pendaftaran bakal paslon perseorangan berlangsung 11 Desember 2019 – 23 Februari 2020. Pendaftaran dimulai dengan bakal paslon mengambil password dan username ke KPUD kabupaten-kota. Paslon memasukkan data pendudukung tiap desa ke aplikasi Silon.
Berdasarkan persyaratan itu, bakal paslon perseorangan Bupati-Wakil Bupati Kabupaten Sumbawa harus memiliki minimal 28.105 dukungan yang tersebar di delapan kecamatan kabupaten itu. Sedang bakal paslon Bupati-Wakil Bupati Bima harus didukung sebanyak 31.093 orang yang tersebar di 10 kecamatan. “Sekarang ini di KPUD Kabupaten Sumbawa dan Bima, para paslonnya sudah mengirim 15.000-25.000 lembar KTP,” ujar Suhardi.
Tanpa menyebut nama bakal paslon jalur perseorangan itu, karena masih dalam input di Silon KPU kabupaten-kota, Suhardi mengatakan bakal paslon diminta kerja keras, teliti dan selektif mengumpulkan syarat administrasi pendukung. Bila ditemukan penggandaan, bakal paslon harus menyediakan syarat dukungan dua kali lipat dari persyaratan minimal yang telah ditetapkan.
Bila ditemukan penggandaan, bakal paslon harus menyediakan syarat dukungan dua kali lipat dari persyaratan minimal yang telah ditetapkan.
Suhardi mengatakan dalam Pilkada tahun 2020 ada perbedaan proses pendaftaran calon perseorangan dibandingkan pilkada sebelumnya. Bakal paslon boleh mendaftar sebagai paslon pilkada setelah dinyatakan lolos verifikasi administrasi dan faktual.
Itu berbeda dengan pilkada sebelumnya, yaitu paslon bisa mendaftar sambil melengkapi kekurangan syarat minimal dukungan. Adapun pendaftaran paslon perseorangan dan paslon yang diusung partai politik berlangsung 16-18 Juni 2020.
Rekapitulasi elektronik
Sementara itu, Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU NTB Zuriati, mengatakan, KPU tengah mematangkan rencana rekapitulasi elektronik (e-rekap) sebagai upaya memangkas proses dan alur penghitungan suara hasil pemilu. Caranya, hasil rekapitulasi di tempat pemungutan suara (TPS) akan dipindai dan diunggah ke aplikasi Sistem Informasi Penghitungan (Situng).
Dengan e-rekap, tiga hari setelah pemungutan suara, perolehan suara bisa diketahui dan diumumkan hasilnya. Berbeda dengan rekapitulasi berjenjang yang memakan waktu relatif lama. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasi isu seperti adanya kertas suara tidak terkirim ke kantor kecamatan, kemudian formulir C1 diubah dan lainnya. Isu dan persoalan itu bisa diminimalisir dengan sistem e-rekap yang kini masih dalam proses konsultasi di KPU Pusat.
“Yang jelas semangat e-rekap adalah mempersingkat proses dan alur penghitungan suara, dan menutup ruang kecurangan yang mungkin terjadi dalam proses pilkada,” kata Suhardi.