Pengalaman Diterjang ”Badai Pasir” Sumberbrantas
Terlihat asap kecoklatan menaungi desa itu. Ternyata itu bukan asap tetapi debu dan pasir yang ”terbang” bersama angin. Saya tidak menyangka, tidak lama setelahnya akan merasakan langsung terjangan angin kencang itu.
Tahun 2019 baru saja berlalu. Dalam setahun terakhir kemarin, ada beberapa peristiwa menarik yang saya alami saat menjalani tugas jurnalistik. Salah satunya, merasakan terjangan ”badai pasir”. Ini adalah peristiwa yang belum pernah saya alami sebelumnya.
Menjelang pancaroba, perubahan dari musim kemarau ke musim hujan, November 2019 lalu, kawasan Desa Sumberbrantas di Kota Batu, Jawa Timur, dilanda bencana angin kencang.
Desa Sumberbrantas terletak di Kecamatan Bumiaji yang merupakan desa paling tinggi di Batu, tepatnya di lereng barat Gunung Arjuno (3.339 meter di atas permukaan laut).
Lokasinya juga berada di tepi Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo dan merupakan desa paling utara dengan jarak mencapai 16 kilometer dari pusat kota Batu.
Bencana serupa sebenarnya juga terjadi di beberapa desa lainnya yang juga menimbulkan kerusakan. Namun, yang membedakan, angin kencang yang terjadi di Sumberbrantas disertai dengan debu dan pasir.
Lahan pertanian yang tengah kering di sana menghasilkan debu yang ketika tersapu angin kencang terhambur mengikuti arah embusan angin hingga menerjang permukiman, jalan, dan fasilitas umum lainnya.
Fenomena angin kencang di Sumberbrantas saat itu terjadi dua kali, yakni 19-21 Oktober dan 17 November 2019.
Informasi tentang angin kencang pertama saya terima hari Minggu (20/10/2019) pagi. Angin kencang yang membawa debu dan pasir dikabarkan berembus sejak Sabtu (19/10/2019) tengah malam.
Baca juga: Terkesima Xanana Gusmao nan Flamboyan
Saya segera menuju lokasi untuk meliput peristiwa tersebut. Setibanya di Sumberbrantas pukul 08.00, angin kencang telah mereda. Saat itu, jejak bencana berupa kerusakan bangunan tidak begitu tampak. Berdasarkan informasi sementara dari pihak berwenang, hanya satu dua rumah yang gentengnya porak-poranda.
Warga yang atap rumahnya terdampak juga telah berbenah. Sejumlah petugas, baik dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Batu maupun Perusahaan Listrik Negara (PLN), terlihat membenahi jaringan listrik yang terganggu. Adapun warga lainnya sudah beraktivitas seperti biasa, termasuk para petani yang sudah kembali bekerja di lahan.
Setelah menggali data, saya pun beralih meliput kebakaran lahan di lereng Gunung Arjuno. Badan Nasional Penanggulangan Bencana sampai harus mengerahkan helikopternya untuk melakukan pemadaman dari udara (water bombing).
Namun, di tengah-tengah meliput kebakaran lahan di Arjuno, kira-kira pukul 14.00 saya mendengar informasi, angin kembali berembus kencang di Sumberbrantas. Angin kencang kali ini bahkan menyebabkan warga harus mengungsi. Awalnya, saya menduga hanya puluhan orang yang mengungsi. Ternyata dugaan itu meleset.
Dari catatan BPBD Kota Batu, lebih dari 1.200 orang mengungsi ke beberapa lokasi yang berjarak lebih dari 10 kilometer dari desa asal. Ribuan warga lainnya mengungsi mandiri ke rumah sanak-saudara.
Baca juga: Berdamai dengan Darah Korban Kecelakaan
Saat malam tiba, warga bahkan harus dievakuasi untuk menghindari dampak buruk akibat udara kotor dan debu dan kondisi gelap gulita akibat padamnya listrik. Selain menyebabkan ribuan orang mengungsi, peristiwa ini juga menelan satu korban meninggal akibat tertimpa pohon.
Dengan kondisi seperti itu, praktis sejak Minggu malam hingga Senin sore, saya lebih banyak fokus di pengungsian ketimbang di Desa Sumberbrantas yang sudah kosong dan suasananya belum aman.
Setelah dua hari berembus kencang, angin perlahan mulai mereda. Pengungsi pun kembali pulang ke rumah masing-masing. Tercatat lebih dari 1.000 rumah mengalami kerusakan dari ringan hingga berat. Tidak hanya itu, sejumlah fasilitas umum juga ikut terkena dampak bencana, seperti sekolah dan balai desa.
Fenomena angin kencang biasanya terjadi memasuki masa pancaroba. Namun, angin kencang yang terjadi kali ini tergolong yang terkuat di Desa Sumberbrantas dan sekitarnya.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Klimatologi Karangploso, Malang, tidak membantah jika terjadinya angin kencang yang membawa debu dan pasir ini juga dipengaruhi oleh kebakaran lahan di lereng Arjuno.
Baca juga: Perjuangan Jurnalis yang Menjadi Ibu Menyusui
Hampir satu bulan berlalu, ketika saya kembali mendapat informasi terjadi angin kencang di Sumberbrantas dan sekitarnya, Minggu (17/11/2019) pagi. Badai debu menerjang rumah dan bangunan yang saat itu belum sepenuhnya selesai diperbaiki.
Saya pun bergegas menuju Sumberbrantas dengan menunggang sepeda motor. Dari kejauhan terlihat semacam asap kecoklatan menaungi desa itu.
Semakin mendekat, citranya semakin jelas bahwa yang berwarna kecoklatan itu bukan asap, tetapi debu dan pasir yang ”terbang” bersama angin. Saya tidak menyangka bahwa tidak lama setelahnya saya akan merasakan langsung terjangan angin kencang tersebut.
Saya terus mendekati Sumberbrantas sambil sesekali berhenti untuk memotret bangunan, terutama warung yang belum diperbaiki, di tepi jalan Batu-Mojokerto. Saat itu embusan angin masih ”tipis” karena saya baru memasuki wilayah terdampak.
Baca juga: Pertemuan Berkesan dengan Para Pemenang Kehidupan
Masih jelas di ingatan, ketika itu saya sedang memfoto bangunan semipermanen yang rusak di sisi kiri jalan. Posisinya ada di kelokan di tengah ruas jalan yang berkelok-kelok.
Di sisi barat saya adalah hamparan lahan pertanian yang elevasinya lebih rendah dan menurun menuju lembah hulu Sungai Brantas. Sedang di sebelah timur saya, hamparan lahan pertanian yang elevasinya lebih tinggi dari kepala saya dan terus naik ke lereng atas Arjuno.
Ketika sedang asyik memotret, tiba-tiba angin berembus kencang sekali dari sisi timur. Angin yang membawa pasir dan debu dari arah atas itu menerjang tubuh saya. Refleks saya langsung membelakangi arah angin sambil membenarkan posisi kaca helm dan masker kain yang saya kenakan.
Meski saya sudah mengenakan helm berkaca dan masker, debu dan pasir masih masuk juga ke sela-sela mata. Di tengah situasi demikian, saya masih berusaha mengabadikan, baik dalam bentuk foto maupun video, meski tidak bisa berlama-lama. Tubuh dan tangan saya yang memegang kamera bergoyang-goyang akibat terkena tiupan angin kencang.
Karena tidak kuat bertahan, saya memilih menghindar sambil mengambil sepeda motor dan pergi ke arah yang lebih aman. Beruntung tiupan angin kencang hanya terjadi di spot-spot tertentu. Saya kemudian melaju ke tengah Desa Sumberbrantas.
Baca juga: Stamina Prima Demi Sea Games Filipina
Sesampainya di sana, rumah-rumah dan tempat usaha tampak tutup. Para pengungsi dari Desa Sumberbrantas telah memenuhi Balai Desa Punten, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur, Senin (21/10/2019). Mereka didampingi beberapa petugas BPBD dan relawan.
Sejumlah warga dan sukarelawan lainnya berjaga di beberapa titik, di antaranya untuk menghentikan kendaraan yang hendak melaju ke Mojokerto agar mengambil jalur lain. Jalan Sumberbrantas saat itu ditutup akibat angin kencang.
Beruntung durasi angin kencang kali ini tidak selama peristiwa satu bulan sebelumnya. Pada Minggu sore, suasana mulai berangsur normal. Sekitar 270 warga Sumberbrantas yang sempat mengungsi ke Balai Desa Tulungrejo akhirnya dapat kembali ke rumah masing-masing. BPBD mencatat, sebanyak 10 bangunan terdampak bencana.
Selama ini lahan pertanian di Sumberbrantas banyak ditanami sayur-mayur dan minim tegakan. Pada peralihan musim, hamparan tanah pertanian yang belum kembali ditanami usai panen, dalam kondisi kering yang mengandung debu dan pasir.
Fenomena angin kencang biasanya juga terjadi saat pancaroba. Gabungan dua hal itu menimbulkan angin kencang yang diiringi debu dan pasir di Sumberbrantas. Semoga bencana serupa tidak terjadi kembali.