Kecelakaan Berulang, Kamera Tilang Elektronik Perlu Dipasang di Cipali
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Kecelakaan maut yang terus berulang di ruas Jalan Tol Cikopo-Palimanan membutuhkan langkah pencegahan. Salah satunya, pemasangan kamera tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement agar pengendara awas dengan kecepatannya.
”Sudah saatnya Tol Cipali dan tol lainnya menggunakan electronic traffic law enforcement (ETLE)," kata pengamat transportasi dari Universitas Soegijapranata Djoko Setijowarno saat dihubungi dari Cirebon, Jawa Barat, Selasa (7/1/2020). Dengan ETLE, nomor pelat kendaraan yang melanggar dapat terekam dan dikenai tilang.
Sudah saatnya Jalan Tol Cipali dan jalan tol lainnya menggunakan electronic traffic law enforcement (ETLE), kata Djoko Setijowarno
Saat ini, ETLE telah diterapkan di ruas Jalan Jenderal Sudirman dan MH Thamrin, Jakarta. ”Ini bisa dipasang di jalan tol jika BPJT (Badan Pengatur Jalan Tol) memerintahkan pengelola jalan tol,” katanya.
Melalui langkah penegakan hukum itu, menurut Djoko, kecelakaan maut dapat dicegah. Pengendara diharapkan mematuhi aturan di jalan tol, termasuk batas kecepatan maksimal 100 kilometer per jam dan minimal 60 kilometer per jam. Dampak tidak mematuhi batas kecepatan adalah kasus tabrak belakang yang terus berulang.
Pada Selasa pukul 00.30, misalnya, kecelakaan terjadi di Kilometer 184, Gempol, Kabupaten Cirebon. Peristiwa itu bermula ketika Bus Pahala Kencana bernomor polisi B 7189 IS yang dikendarai Dedi Sumaryono (36), warga Majalengka, melaju dari arah Palimanan menuju ke Jakarta.
Ketika sampai di lokasi, bus menabrak bagian belakang truk Colt Diesel bernomor polisi E 9144 PC yang dikemudikan Warisman (63), warga Kebumen. Truk tersebut melaju searah di depan bus.
Akibatnya, dua orang meninggal dan dibawa ke RSUD Arjawinangun, Cirebon. Korban tewas merupakan Dedi dan Ma’mun Soleh (30), warga Kebumen, kernet truk. Tiga korban lainnya yang merupakan penumpang bus mengalami luka-luka dan dirawat di Rumah Sakit Mitra Plumbon Cirebon.
”Kami masih meminta keterangan sejumlah saksi, termasuk menyelidiki berapa kecepatan bus dan truk. Kami belum bisa menyimpulkan dugaan kecelakaan,” kata Kepala Unit Kecelakaan Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Kota Cirebon Inspektur Satu Suwito.
Kecelakaan karena tabrak belakang bukan kali ini saja. Akhir Oktober lalu, sebuah bus menabrak bagian belakang truk di Kilometer 181,400, Ciwaringin, Cirebon. Akibatnya, tiga orang meninggal dan lima lainnya luka-luka.
Pada 2019, sebanyak 74 orang meninggal di Cipali. Sebanyak 42 korban terkait kecelakaan tabrak belakang. Pada 2018, sebanyak 53 orang dari 71 korban tewas terkait kasus tabrak belakang.
General Manager Operasi PT Lintas Marga Sedaya, pengelola Jalan Tol Cipali Suyitno mengatakan, kasus tabrak belakang terjadi karena kendaraan, seperti bus atau minibus melewati batas kecepatan maksimal. Sementara truk yang berada di depan biasanya berjalan lambat, di bawah 60 kilometer per jam.
Sekitar 80 persen kecelakaan, katanya, disebabkan kelalaian pengemudi, seperti mengantuk. Pihaknya telah mengantisipasi kecelakaan, seperti memasang rambu peringatan, tempat istirahat, dan wire rope (pembatas median jalan) sepanjang 34 kilometer.
Terkait penegakan hukum untuk batas kecepatan, pihaknya bersama polisi kerap menggelar penertiban dengan pengukuran kecepatan (speed gun). ”Bulan depan akam kami lakukan lagi,” katanya.