Sebanyak 30 Komunitas Seni di Bali Dinilai Punya Manajemen Ideal
Sebanyak 30 komunitas seni budaya di Bali, Selasa (7/1/2020), menerima sertifikat Patakam Patram Budaya, Selasa (7/1/2020). Komunitas-komunitas itu dinilai memiliki manajemen dan tata kelola sanggar yang baik.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS – Sebanyak 30 komunitas seni budaya di Bali, Selasa (7/1/2020), menerima sertifikat Patakam Patram Budaya, Selasa (7/1/2020). Komunitas-komunitas itu dinilai memiliki manajemen dan tata kelola sanggar yang baik.
“Sebanyak 30 sanggar telah disertifikasi selama 2019,” kata Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Wayan Adnyana ketika memberikan sambutannya dalam acara penyerahan sertifikat Patakam Patram Budaya 2019 dan sertifikat hak cipta bidang seni di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Kota Denpasar, Selasa (7/2).
Wayan ‘Kun’ Adnyana menyatakan akan melanjutkan program sertifikasi sanggar, komunitas, dan yayasan serta kelompok seni itu dan mengalokasikan 200 sertifikat pada 2020. Sertifikat Patakam Patram Budaya berlaku selama lima tahun sehingga penerima sertifikat diminta menjaga standar tata kelola dan manajemen mereka.
Kun Adnyana menambahkan, sanggar atau kelompok seni budaya yang memeroleh sertifikat memiliki peluang menjadi duta-duta seni dalam misi kebudayaan. Sanggar atau kelompok seni yang tersertifikasi itu dinilai berkualitas unggul dan memiliki manajemen yang baik.
Para penerima sertifikat Patakam Patram Budaya 2019, di antaranya, Sanggar Tari Bali Warini, Sanggar Tari dan Tabuh Kertajaya, Komunitas Kertas Budaya, Sanggar Kayonan, dan Sanggar Dana Swara. Selain itu, terdapat Sanggar Rare Angon, Sanggar Seni Surya Candra, Sanggar Paripurna, dan Sanggar Seni Pancer Langit Bali serta Sanggar Tari Sekar Segara Madu.
Penyerahan sertifikat Patakam Patram Budaya dirangkai dengan penyerahan surat pencatatan perlindungan ciptaan atau sertifikat hak cipta bidang seni untuk 33 karya kepada 17 penerima. Penyerahan dua jenis sertifikat itu memaknai perayaan ulang tahun ke-34 Dinas Kebudayaan Bali yang diperingati setiap 5 Januari.
Beberapa seniman yang menerima sertifikat hak cipta itu adalah I Wayan Beratha Yasa, I Nengah Wirakesuma, Ni Made Arshiniwati, Ria Dewi Kameswari, I Nyoman Carita, Anak Agung Gede Agung Rahma Putra, dan I Wayan Beratha Yasa. Sertifikat hak cipta juga diterima Unit Pelaksana Teknis Daerah Taman Budaya, Dinas Kebudayaan Bali, untuk karya dari seniman I Nyoman Cokot, I Gusti Made Deblog, Ida Bagus Made Poleng, dan I Gusti Nyoman Lempad.
Rangkaian perayaan hari ulang tahun Dinas Kebudayaan Bali, Selasa, dihadiri Gubernur Bali I Wayan Koster bersama istri, Ni Putu Putri Suastini Koster. Koster bersama Suastini Koster dan Kun Adnyana menyerahkan sertifikat tersebut kepada seluruh seniman maupun pengelola sanggar.
Koster mengatakan, penyerahan sertifikat itu menunjukkan komitmen Pemprov Bali mengurus seni dan budaya Bali. Koster menyatakan seni dan budaya merupakan kekayaan, keunikan, dan sekaligus keunggulan Bali.
“Kita semua harus bersyukur karena Bali dianugerahi kekayaan budaya. Seni dan budaya di Bali tumbuh secara alami di masyarakat, diwadahi dan dipelihara masyarakat sebagai bagian dari ritual keagamaan dan adat,” kata Koster.
Koster menambahkan, pembangunan dan pemajuan budaya Bali menjadi persoalan serius karena kehidupan Bali bergantung pada seni dan budaya. Bali tidak memiliki sumber daya alam, misalnya, pertambangan minyak dan gas. Menurut Koster, upaya pengembangan dan pemajuan seni dan budaya Bali juga berkaitan dengan sektor lain, misalnya pariwisata, sehingga kebudayaan Bali berkontribusi dalam pembangunan perekonomian.
“Oleh karena itu, standarisasi dan pemberian sertifikat ini bertujuan menguatkan sanggar-sanggar dan kelompok seni dan sekaligus membuat database sanggar yang layak secara obyektif,” ujar Koster.
Kita semua harus bersyukur karena Bali dianugerahi kekayaan budaya. Seni dan budaya di Bali tumbuh secara alami di masyarakat, diwadahi dan dipelihara masyarakat sebagai bagian dari ritual keagamaan dan adat. (I Wayan Koster)
Pengelola Sanggar Paripurna, Gianyar, I Made Sidia menyatakan, program sertifikasi sanggar baik bagi pengelola sanggar agar memiliki standar, terverifikasi, dan terukur kualitasnya. Sidia berharap, sertifikasi sanggar juga membuka lebih banyak peluang bagi sanggar untuk menampilkan pertunjukan berkualitas.
Agung Rahma, seniman penerima sertifikat hak cipta, bersyukur dan berbangga karena pemerintah mengakui karya cipta seniman dan sekaligus memberikan perlindungan atas karya cipta tersebut. “Bagi kami, sertifikat hak cipta ini bermakna pengakuan atas karya kami. Sebagai kreator, pengakuan ini tentunya membahagiakan dan membanggakan,” ujar Agung Rahma.