DPRD NTT mendesak pemerintah segera membangun kembali Jembatan Dagemage yang ambruk di Kabupaten Sikka. Jembatan itu sangat vital bagi mobilitas penduduk dan barang di delapan kabupaten di pulau itu.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS - DPRD Nusa Tenggara Timur mendesak pemerintah segera membangun kembali Jembatan Dagemage yang ambruk di Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka. Jembatan yang menghubungkan Jalan Trans-Utara Flores ini sangat vital bagi mobilitas penduduk dan barang di delapan kabupaten di pulau itu.
Anggota DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT) Emanuel Kolfidus, dalam Rapat Paripurna DPRD NTT, di Kupang, Rabu (8/1/2020), mendesak Pemerintah Provinsi NTT dan pemerintah pusat segera membangun kembali Jembatan Dagemage yang ambruk pada Minggu (5/1) malam akibat hujan deras dan banjir. Lalu lintas yang menghubungkan delapan kabupaten di Flores sempat macet selama 10 jam akibat kondisi tersebut.
Namun, jika terjadi hujan lebat lagi, jembatan itu pasti terbawa banjir.
“Jembatan itu menghubungkan Maumere, Larantuka, Ende, Mbay, Ngada, Borong, Ruteng, dan Labuan Bajo. Saat ini, sudah dibangun jembatan darurat oleh warga secara sukarela sepanjang 4 meter dari total panjang jembatan 60 meter. Namun, jika terjadi hujan lebat lagi, jembatan itu pasti terbawa banjir. Musim puncak hujan diprediksi bulan Februari-Maret,” kata Emanuel.
Ia mendesak pemerintah segera membangun jembatan darurat yang tahan banjir untuk mengantisipasi jika terjadi hujan lebat di hulu. Tidak hanya Jembatan Dagemage, ada juga puluhan titik rawan kecelakaan akibat longsor dan beberapa jembatan darurat terancam putus di sepanjang Trans-Utara Flores.
Kondisi terparah yakni jalan yang menghubungkan Sikka-Ende sampai Nagekeo. Ruas jalan itu berada persis di bibir pantai utara Flores. Jalan nasional ini dalam 30 tahun terakhir tidak mendapat perhatian pemerintah.
Senada, desakan untuk memperbaiki Jembatan Dagemage juga dikemukakan Wakil Ketua DPRD NTT Inche Sayuna. “Jembatan darurat yang dibangun harus dipastikan bisa dilalui selama musim hujan ini. Ini pekerjaan tidak mudah, tetapi harus dikerjakan dengan cara apa pun,” kata Sayuna.
Kepala Bagian Humas Pemkab Sikka Fery Awales, yang sedang dalam perjalanan pulang meninjau Jembatan Dagemage, mengatakan, lalu lintas di jembatan itu sempat lumpuh selama 10 jam, Senin (6/1). Warga dan Pemkab Sikka lalu mengangkat gelagar jembatan yang rusak, kemudian menempatkannya sekitar 10 meter dari titik awal jembatan. Lokasi itu dinilai aman untuk kendaraan melintasi sungai.
“Tetapi, gelagar yang masih bisa dipakai itu hanya 4 meter, sementara panjang jembatan 60 meter, sehingga sisanya ditumpuki bebatuan agar kendaraan bisa melintas. Jika terjadi hujan deras di gunung, jembatan darurat ini bakal hanyut dibawa banjir,” kata Awales.
Ia mengatakan, jembatan permanen sepanjang 60 meter itu dibangun tahun 1990. Namun, lebar jembatan itu hanya 4 meter sehingga dua kendaraan roda empat tak dapat berpapasan.
Sementara, di Desa Talibura, Kecamatan Talibura, Sikka, warga membersihkan lumpur sisa banjir pada Minggu. Banjir dari luapan Sungai Tadanong itu merendam setidaknya 51 rumah. Ladang jagung dan singkong seluas 12 hektar milik warga juga rusak.
Warga dan aparat Kecamatan Talibura kini sedang membuat tanggul penahan sementara dari karung pasir yang dipasang di sepanjang bantaran sungai. Selain itu, jalur sungai yang tertimbun material dan sedimentasi juga dibersihkan warga sehingga aliran banjir dapat leluasa menuju laut.
Sementara itu, Wakil Bupati Lembata Tomas Ola Langoday mengatakan, angin putting beliung pada Senin menyebabkan 22 rumah warga rusak berat, tersebar di Desa Kolipadang, Hadakewa, Waienga, dan Lewoeleng. Pemkab sedang dalam proses mendistribusikan bantuan bahan bangunan agar warga dapat segera memperbaiki rumah mereka bersama aparat desa setempat.
“Pemkab Lembata sudah mengeluarkan surat imbauan kepada para camat dan kepala desa/lurah agar selalu mengingatkan masyarakat di wilayah masing-masing mengenai bahaya bencana selama musim hujan,” kata Ola.