Sentra Gerabah dan Keramik Plered Jadi Wisata Alternatif
Industri gerabah keramik di Plered, Purwakarta, kenalkan cara membuat gerabah ke wisatawan. Strategi ini diharapkan dapat mendongkrak kunjungan wisatawan dan menarik minat generasi muda berprofesi sebagai perajin.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
PURWAKARTA, KOMPAS — Pengenalan pembuatan gerabah dan keramik Plered di Purwakarta, Jawa Barat, menjadi salah satu fokus pengembangan wisata oleh pemerintah daerah. Strategi ini diharapkan dapat mendongkrak kunjungan wisatawan dan menarik minat generasi muda untuk berprofesi sebagai perajin.
Kecamatan Plered memiliki sejarah panjang terkait pembuatan gerabah dan keramik. Lebih dari seabad sejak para perintisnya, yakni Aspi, Warsya, Suhara, Sarkun, dan Ki Dasjan, sentra ini telah melahirkan beragam bentuk gerabah dan keramik. Dulu bentuk gerabah masih sangat sederhana, antara lain tempayan dan kendi. Saat ini, bentuknya menyesuaikan kebutuhan dan fungsi modern, sebagai hiasan dan dekorasi.
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengembangan Sentra Keramik Plered membuka kesempatan bagi pengunjung yang penasaran dengan seluk-beluk pembuatan gerabah khas Plered. Wisata edukasi pembuatan gerabah itu menjadi alternatif pilihan yang dapat dinikmati saat berkunjung ke Purwakarta.
Kepala UPTD Pengembangan Sentra Keramik Plered Mumun Maemunah mengatakan, jumlah pengunjung sentra Plered cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2019, ada 11.307 pengunjung, tahun 2018 sekitar 8.000 pengunjung. Jumlah itu meningkat dibandingkan dengan 2017, sekitar 7.000 orang.
”Tahun 2020, kami targetkan jumlah kunjungan mencapai 12.500 orang. Kami optimistis akan tercapai karena wisata ini dapat dilakukan dalam cuaca apa pun,” ucapnya, Kamis (9/1/2020).
Para pengunjung mayoritas berasal dari kota atau kabupaten di Jabar, Jakarta, dan Banten. Perbandingan berdasarkan daerah asal pengunjung, sekitar 90 persen dari luar Purwakarta. Sebanyak 10 persen pengunjung lokal Purwakarta.
Adapun tarif kunjungan yang diberlakukan untuk pengunjung asal Purwakarta Rp 25.000 per orang. Sementara pengunjung dari luar Purwakarta dikenai tarif Rp 35.000. Tahun 2020, tidak ada kenaikan tarif.
Ia menyatakan jika promosi kegiatan ini belum tersebar luas di media sosial. Ia hanya mengandalkan promosi dari rekomendasi mulut ke mulut. Biasanya mereka (pengunjung) adalah hasil rekomendasi dari pengunjung sebelumnya. Mereka penasaran dan ingin mencoba bagaimana pembuatan langsung keramik ini,” ucap Mumun.
Hal ini sejalan dengan rencana Pemkab Purwakarta mengembangkan pembuatan diorama sejarah gerabah Plered di Galeri Menong 2. Krisis surutnya minat anak muda menjadi perajin di Plered menjadi tantangan yang harus dicarikan solusinya. Keberlangsungan tradisi ini tak boleh dibiarkan hilang begitu saja.
”Dengan adanya kegiatan wisata edukasi ini, semoga dapat menumbuhkan minat para pengunjung terjun menjadi perajin. Semoga tertanam jiwa seni dan melahirkan bibit-bibit baru perajin di Plered,” ujar Mumun.
Berdasarkan data UPTD Pengembangan Sentra Keramik Dinas Perindustrian dan Perdagangan Purwakarta, jumlah tenaga kerja perajin pada 2014-2016 sebanyak 3.000 orang. Pada 2017, turun menjadi 2.560 orang dan kemudian menurun lagi menjadi 2.406 orang pada 2018.
Dengan adanya kegiatan wisata edukasi ini, semoga dapat menumbuhkan minat para pengunjung terjun menjadi perajin.
Sementara itu, Kepala Seksi Promosi dan Pengembangan Wisata Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata, dan Kebudayaan Kabupaten Purwakarta Acep Yuli M menyebutkan, keberadaan diorama dan wisata edukasi ini diharapkan dapat semakin meningkatkan kunjungan pariwisata di Purwakarta karena tidak bergantung pada kondisi cuaca.
Menurut dia, kondisi cuaca yang tak menentu memengaruhi jumlah wisatawan. Sebab, mayoritas destinasi wisata unggulan di Purwakarta bergantung kondisi cuaca. Angka kunjungan wisatawan di Purwakarta pada 2019 mencapai 2,8 juta orang dari target 4 juta wisatawan.