Antisipasi Bencana Hidrometeorologi di NTB Terus Didorong
Pemerintah daerah baik kabupaten maupun kota di Nusa Tenggara Barat terus mempersiapkan diri untuk mengantispasi bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan puting beliung.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS – Pemerintah daerah baik kabupaten maupun kota di Nusa Tenggara Barat terus mempersiapkan diri untuk mengantispasi bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan puting beliung. Hal itu dilakukan dengan memperkuat koordinasi lintas pemangku kepentingan, membentuk posko terpadu, menyiapkan peralatan, hingga mendorong kesiapsiagaan masyarakat.
Langkah antisipasi itu sekaligus sebagai tindak lanjut atas status siaga darurat bencana alam yang berlaku hingga 31 Maret 2020 mendatang. Status siaga darurat bencana alam itu telah ditetapkan oleh enam kabupaten kota yakni Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu, Kota Bima, Lombok Tengah, dan Lombok Utara dan ditindaklanjuti oleh penetapan status yang sama di tingkat provinsi oleh Gubernur NTB.
Tidak hanya lintas satuan kerja, tetapi juga lintas pemerintah kabupaten Bima dengan TNI dan kepolisian. Kami juga telah bertemu untuk rapat koordinasi dan apel siaga, kata Aries Munandar
Selain tanggap darurat, langkah-langkah itu juga menindaklanjuti surat himbaua Gubenur NTB kepada bupati dan wali kota.
Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB Ahsanul Halik di Mataram, Kamis (10/1/2020), himbauan itu berisi dua poin yakni pemerintah daerah kabupaten kota agar berkoordinasi dengan instansi terkait termasuk TNI dan Polri dalam menentukan langkah-langkah antisipasi menghadapi ancaman bencana.
Poin kedua yakni pemerintah daerah dihimbau agar memastikan ketersediaan logistik, peralatan, sandang, dan obat-obatan untuk kebutuhan darurat korban bencana.
Dihubungi terpisah, Kepala BPBD Kabupaten Bima Aries Munandar mengatakan, setelah Surat Keputusan Bupati Bima terkait status siaga darurat bencana alam, mereka langsung memperkuat koordinasi. “Tidak hanya lintas satuan kerja, tetapi juga lintas pemerintah kabupaten Bima dengan TNI dan kepolisian. Kami juga telah bertemu untuk rapat koordinasi dan apel siaga,” kata Aries.
Setelah itu, kata Aries, mereka juga membentuk posko siaga bencana terpadu. Posko yang berada di kantor BPBD Bima itu akan menjadi pusat kegiatan koordinasi dalam merespon dan mengurangi dampak bencana.
Aries memaparkan, secara kerawanan, Bima rawan bencana banjir, longsor, dan puting beliung. Tetapi dari skala dampak, banjir yang paling luas.
Catatan Kompas, akhir Desember 2016 lalu misalnya, banjir merendam Desa Maria dan Desa Kambilo Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima. Pada saat yang sama, banjir juga mengakibatkan lima kecamatan di Kota Bima terendam banjir setinggi 1-2 meter, antara lain Kecamatan Rasanae, Rasanae Timur, Rasanae Barat, dan Punda.
“Sebenarnya, banjir di kabupaten bisa lebih luas. Hanya, posisinya jauh-jauh sehingga tidak terlihat. Sementara di kota yang posisinya di pesisir, lebih kelihatan,” kata Aries.
Tidak hanya Kabupaten Bima, hal serupa juga dilakukan Lombok Utara. Kepala Pelasakan BPBD Lombok Utara Muhadi mengatakan, pada Kamis pagi, mereka telah menggelar apel siaga. Apel menghadirkan semua pihak terkait.
“Selain itu, kami juga menggelar perlengkapan yang dibutuhkan dalam antisipasi dan penanganan bencana alam seperti mobil dapur umum, mobil tanki, perahu karet dan pelampung, serta mesin pemotong kayu. Alat berat tidak turut dihadirkan tetapi dari Dinas Pekerjaan Umum dan Pemukiman Rakyat sudah menyiapkannya,” kata Muhadi.
Setelah itu, kata Muhadi, mereka akan membangun posko terpadu sebagai pusat koordinasi menghadapi bencana alam di Lombok Utara.
Kesadaran kolektif
Selain di tingkat pemerintah, masyarakat juga turut disiapkan. Menurut Aries, itu dilakukan agar pengurangan risiko bencana menjadi kesadaran kolektif atau kesadaran bersama semua pihak.
Di Kabupaten Bima, kata Aries, mereka telah memiliki langkah penguatan kelembagaan di tingkat masyarakat dengan membentuk desa tangguh bencana. Saat ini, sudah ada 24 desa tangguh bencana di Kabupaten Bima yang dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Di semua desa tangguh bencana, kami membentuk kelompok dengan anggota mulai dari tokoh masyarakat hingga kelompok difabel. Selain itu, kami juga memiliki relawan tangguh bencana yang menjadi pendamping termasuk dalam menyusun dokumen standar kebencanaan seperti rencana aksi desa, rencana kontijensi desa, dan peta evakuasi desa,” kata Aries.
Relawan itu, kata Aries, juga akan dilibatkan pada posko lapangan di tingkat kecamatan. Posko lapangan itu untuk mempercepat distribusi informasi sehingga respon bencana juga cepat. Pelaksanaanya oleh tiga pilar yakni Bintara Pembina Desa (Babinsa), Babinsa, Bhabinkamtimbas, dan Pol PP Kecamatan.
Lombok Utara juga demikian. Menurut Muhadi, saat ini sudah ada 6 desa siaga bencana yang sudah terbentuk dengan pembiayaan melalui APBD. Di masing-masing desa, juga telah ada tim siaga bencana desa (TMSB).
“Sejumlah langkah antisipasi sudah kami lakukan di desa-desa itu. Terakhir, kami menanam pohon untuk mengantisipasi bencana longsor yang memang rawan terjadi mengingat desa-desa di Lombok Utara dikelilingi perbukitan,” kata Muhadi.