Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh mengerahkan tiga ekor gajah jinak ke Kecamatan Mila, Kabupaten Pidie, Aceh, untuk menggiring puluhan gajah liar yang sejak sepekan terakhir masuk ke perkebunan warga.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
SIGLI, KOMPAS — Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh mengerahkan tiga ekor gajah jinak ke Kecamatan Mila, Kabupaten Pidie, Aceh, untuk meredam konflik gajah liar. Gajah jinak itu akan menggiring puluhan gajah liar yang sejak sepekan terakhir berkeliaran di kawasan perkebunan warga.
Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Kamarud Zaman, Jumat (10/1/2020), menuturkan, tiga gajah jinak yang diturun ke Mila bernama Rahmat dan Arjuna dari Conservation Respons Unit Peusangan Bener Meriah, serta Midok dari Pusat Latihan Gajah Saree Aceh Besar. ”Gajah jinak digunakan untuk menggiring gajah liar keluar dari kawasan budidaya warga,” kata Kamarud.
Tiga gajah jinak itu telah dibawa ke Kecamatan Mila, tetapi aktivitas penggiringan baru akan dimulai Sabtu (11/1/2020). Penggiringan melibatkan tim BKSDA Aceh, tim Fauna & Flora International, Conservation Response Unit (CRU) Aceh, dan warga.
Kamarud memperkirakan ada 40 ekor gajah liar yang kini berkeliaran di kawasan perkebunan warga. Keberadaan gajah liar di kawasan budidaya meresahkan warga dan memicu kerusakan perkebunan. ”Konflik gajah di Mila sudah sering terjadi, penanggulangan dengan menggiring ke kawasan hutan,” kata Kamarud.
Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto menuturkan, penanggulangan konflik gajah dan satwa lindung lain di Aceh tidak mudah, sebab sebagian besar popuasi gajah kini berada di luar kawasan konservasi dan hutan lindung. Di saat yang sama, alih fungsi hutan membuat gajah semakin terusir dari habitatnya.
Kepentingan konservasi sering dikalahkan dengan kepentingan bisnis. (Muhammad Nur)
Kasus sebelumnya terjadi pada pekan lalu, saat BKSDA Aceh menemukan tulang belulang yang berasal dari 5 ekor gajah di Aceh Jaya. Gajah itu diduga mati terkena setrum listrik yang dipasangi di kebun warga. Hingga kini kasus ini masih ditangani oleh polisi dan belum terungkap tuntas.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi konflik gajah, lanjut Agus, adalah membuat kawasan ekosistem esensial, memasang kalung deteksi pergerakan gajah liar, dan membuat pagar di sekitar area jelajah.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nur mengatakan, persoalan konflik satwa tidak akan tuntas selama akar masalah tidak dibereskan. Akar masalah yang dimaksud Nur adalah alih fungsi hutan, pembakalan liar, tambang ilegal dalam hutan, dan perburuan satwa. ”Kepentingan konservasi sering dikalahkan dengan kepentingan bisnis,” kata Nur.