Kejadian tanah bergerak menyebabkan dinding di tiga ruang kelas SD Negeri Cangkring II, Desa Cangkring, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, rusak. Siswa terpaksa belajar di ruangan rawan roboh.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
SLAWI, KOMPAS— Kejadian tanah bergerak menyebabkan dinding di tiga ruang kelas SD Negeri Cangkring II, Desa Cangkring, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, rusak. Tak kunjung diperbaiki, dua dari tiga ruang kelas yang rusak terus digunakan untuk kegiatan belajar.
Pada pertengahan Oktober 2019, tanah bergerak mulai memicu retakan-retakan kecil di tembok ruang kelas 4, 5A, dan 5B. Seiring dengan berjalannya waktu, ukuran retakan di tiga kelas yang ditempati 77 siswa tersebut semakin besar dan jumlahnya semakin banyak. Kemarau panjang ikut memperparah kondisi itu.
Berdasarkan pantauan Kompas, Sabtu (11/1/2020), ada beberapa retakan dengan lebar 1-7 sentimeter di ketiga ruang kelas tersebut. Retakan itu memanjang dari atas hingga bagian bawah tembok kelas.
Di bagian dalam kelas terdapat sebuah bambu yang dipasang vertikal dan diikat dengan bambu lain yang berada di ruang berbeda untuk mengapit tembok yang retak. Sementara itu, di luar kelas, ada enam bambu yang dipasang miring untuk menyangga tembok di tiga ruang kelas tersebut.
”Hal itu adalah upaya sementara yang bisa kami lakukan. Kami sudah berulang kali mengajukan permohonan renovasi, tapi hingga saat ini belum juga ditangani,” kata Kepala SD Negeri Cangkring II Cecep Arsad.
Sekolah yang dibangun pada tahun 1975 tersebut baru direnovasi satu kali, tahun 2003. Renovasi dilakukan setelah salah satu ruang kelas di sekolah tersebut ambruk. Dalam peristiwa tersebut, seorang siswa meninggal karena tertimpa reruntuhan bangunan.
Agar peristiwa itu tidak terulang, Cecep meminta bantuan kepada beberapa pihak agar sekolah tersebut segera direnovasi. Akhir tahun lalu, ia meminta bantuan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tegal untuk merenovasi SDN Cangkring II. Menurut Cecep, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tegal menyatakan baru bisa memberikan bantuan renovasi paling cepat tahun 2021.
Cecep juga sudah meminta bantuan kepada anggota DPRD Kabupaten Tegal, Pemerintah Desa Cangkring, dan Pemerintah Kecamatan Talang. Namun, hingga saat ini permintaan tersebut belum juga dikabulkan. Pihak sekolah tidak bisa menarik iuran pembangunan kepada orangtua siswa karena hal tersebut dilarang.
Kondisi ini membuat guru dan sejumlah siswa khawatir ketika berada di dalam kelas. Mereka takut ruang kelas roboh saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung.
”Saat belajar sering takut kalau kelasnya ambruk. Tapi sekarang sudah bisa lebih tenang karena ada bambu yang dipasang untuk menahan tembok,” ujar siswa kelas 5A, Anisa Suci Ramadani (10).
Wardi, guru kelas 5A, mengatakan, cuaca buruk yang melanda Kabupaten Tegal belakangan ini membuat dirinya merasa waswas saat mengajar. Angin kencang dan hujan deras berpotensi menyebabkan tembok-tembok yang telah retak tersebut ambruk. Untuk itu, ia mengimbau siswa agar selalu waspada dan tidak bermain-main di dalam kelas saat jam istirahat.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tegal Ahmad Wasari mengatakan baru akan mengecek sekolah tersebut pada Senin pekan depan.
Sementara itu, Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tegal M Soleh menyarankan agar pihak sekolah melaporkan hal ini. Menurut dia, kerusakan-kerusakan yang disebabkan faktor kebencanaan, seperti banjir, tanah longsor, tanah retak, ataupun tanah bergerak, bisa mendapatkan bantuan perbaikan apabila dilaporkan kepada BPBD.
Sebelumnya, Bupati Tegal Umi Azizah mengatakan, pihaknya berencana memasang alat deteksi dini tanah bergerak di beberapa desa di Kecamatan Bumijawa, yakni Desa Sokatengah, Desa Carul, Desa Sumbaga, dan Desa Dukuhbenda. Sebelumnya, alat pendeteksi dini tanah bergerak sudah dipasang di Desa Dermasuci, Kecamatan Pangkah, pada Agustus 2019.