Bukit di Lampung Rawan Longsor, Bongkahan Batu Pun Timpa Rumah
Alih fungsi perbukitan, yang semestinya adalah areal tangkapan air, menjadi kawasan permukiman atau penambangan semakin masif di Bandar Lampung. Kondisi ini membuat perbukitan di Bandar Lampung semakin rawan longsor.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Alih fungsi perbukitan—yang semestinya adalah areal tangkapan air—menjadi kawasan permukiman atau penambangan semakin masif di Bandar Lampung. Dari 33 bukit di Bandar Lampung, hanya tiga bukit yang masih utuh. Kondisi ini membuat perbukitan di Bandar Lampung semakin rawan longsor.
Senin (13/1/2020) pukul 01.00, longsor terjadi di perbukitan di Kelurahan Kaliawi, Kecamatan Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung. Bongkahan batu berdiamater sekitar 1,5 meter disertai tanah menimpa rumah Tukul Mulyono (48), warga setempat, yang rumahnya berjarak sekitar 50 meter dari bukit. Akibat peristiwa itu, Tukul mengalami luka robek pada bagian wajah.
”Saya sedang tidur sendirian, tidak sadar kalau ada longsor. Tiba-tiba lemari roboh dan mengenai wajah saya,” kata Tukul saat ditemui di rumahnya, Senin siang.
Selain membuat Tukul terluka, longsoran batu juga membuat ruang keluarga rumahnya rusak. Saat kejadian, anak dan istri Tukul sedang tidur di dalam kamar sehingga tidak ikut menjadi korban.
Ahmad Syaiful (38), tetangga korban, mengungkapkan, peristiwa longsornya batu itu terjadi setelah hujan reda. Ia mendengar suara bergemuruh sebelum bongkahan batu dan tanah menghantam rumah tetangganya. ”Rumah saya juga bergetar seperti gempa. Warga sempat keluar rumah karena takut,” katanya.
Di lereng bukit Kelurahan Kaliawi di Kecamatan Tanjung Karang Pusat itu, selain Tukul, ada ratusan warga lain yang tinggal di kawasan itu. Mereka telah menghuni kawasan itu selama puluhan tahun.
Saat musim hujan seperti sekarang ini, warga yang tinggal di kawasan itu kerap waswas dengan ancaman longsor. Apalagi, longsor di kawasan perbukitan bukan kali ini terjadi. Saat hujan deras lebih dari tiga jam, longsor kecil kerap terjadi.
Sebelumnya, longsor juga terjadi di perbukitan di Kelurahan Sukamenanti, Kedaton, Bandar Lampung, Rabu, 30 Oktober 2019. Kali ini, tidak ada korban jiwa dalam insiden yang terjadi di kawasan pertambangan batu dan pasir itu.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bandar Lampung Sutarno mengatakan, petugas kesulitan menyingkirkan batu karena ukurannya terlalu besar. Bongkahan batu akhirnya bisa dievakuasi setelah petugas BPBD Kota Bandar Lampung mendatangkan tukang pemecah batu.
Sutarno mengingatkan, warga yang bermukim di lereng perbukitan perlu mewaspadai potensi longsor terutama jika menemukan retakan tanah. Air mudah meresap ke tanah itu sehingga potensi longsor semakin besar.
Menurut dia, sedikitnya ada lima titik rawan longsor di Bandar Lampung. Umumnya, lokasi rawan longsor merupakan area perbukitan yang minim pepohonan.
Dari 33 bukit di Bandar Lampung, hanya tiga bukit yang kondisinya masih utuh dan terjaga.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung Irfan Tri Musri menuturkan, jika alih fungsi perbukitan dan penambangan terus dibiarkan, keselamatan ratusan warga yang tinggal di sekitar bukit akan terancam. Apalagi, cuaca ekstrem membuat intensitas hujan semakin tinggi dalam kurun waktu tertentu. Kondisi ini diperparah dengan gundulnya perbukitan yang semestinya menjadi kawasan tangkapan air.
Berdasarkan catatan Walhi Lampung, sebagian besar perbukitan di Bandar Lampung telah beralih fungsi menjadi permukiman, tempat wisata, dan lokasi pertambangan. Dari 33 bukit di Bandar Lampung, hanya tiga bukit yang kondisinya masih utuh dan terjaga. Sebanyak 30 bukit sisanya sudah dikeruk dan beralih fungsi menjadi permukiman.
Minimnya daerah tangkapan air juga membuat sejumlah daerah di Bandar Lampung rawan kekeringan saat kemarau. Saat musim hujan, warga pun terancam longsor. Walhi mendesak pemerintah agar segera memantau dan menghentikan aktivitas penambangan batu di perbukitan di Bandar Lampung.