Setiap desa dapat melakukan upaya mitigasi bencana, terutama longsor, dengan menyisihkan sebagian dana desa untuk membuat perangkat sistem peringatan dini sederhana.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS - Setiap desa, terutama yang terpetakan sebagai daerah rawan longsor, diharapkan semakin peka dan melakukan berbagai upaya terkait antisipasi bencana. Upaya tersebut bisa dilakukan dengan menyisihkan sebagian dana desa untuk membuat perangkat sistem peringatan dini atau early warning system (EWS) sederhana.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang Gunawan Iman Suroso mengatakan, EWS bisa dibuat dengan menggunakan dana desa. Perangkat tersebut bisa dibuat dengan menggunakan bahan-bahan sederhana dan berbiaya murah.
Sesuai dengan contoh dan pelatihan yang sudah kami berikan ke sejumlah desa, EWS sebenarnya bisa dibuat dengan hanya menghabiskan uang sekitar Rp 1 juta.
“Sesuai dengan contoh dan pelatihan yang sudah kami berikan ke sejumlah desa, EWS sebenarnya bisa dibuat dengan hanya menghabiskan uang sekitar Rp 1 juta,” ujar Gunawan, Senin (13/1/2020). Gunawan ditemui di sela-sela acara apel pasukan dan peralatan penanggulangan bencana tahun 2020 di halaman Sekretariat Daerah Pemerintah Kabupaten Magelang.
EWS sederhana tersebut, menurut Gunawan, bisa dibuat dengan menggunakan kawat yang diikat di dua tiang kayu yang dipasang di atas tanah yang retak. Indikasi terjadinya gerakan tanah akan terlihat dari kawat yang meregang atau bahkan putus.
EWS sederhana tersebut memang hanya efektif memberikan sinyal bahaya untuk area seluas 50 meter persegi di sekitarnya. Kendatipun demikian, menurut dia, setidaknya EWS ini dapat meminimalisasi dampak bencana longsor.
Pada tahun 2019, Gunawan mengatakan, pihaknya telah memberikan pelatihan membuat EWS sederhana di lima desa. Selain itu, di tahun yang sama, BPBD Kabupaten Magelang juga sudah membagikan contoh EWS sederhana tersebut kepada 10 desa.
Tahun ini, Gunawan mengatakan, pihaknya masih akan melakukan pemetaan potensi longsor di delapan lokasi. Jika nantinya diketahui ada lokasi yang potensi longsornya mengancam permukiman, maka BPBD akan segera mengarahkan dan mendampingi pemerintah desa setempat untuk segera membuat EWS sendiri.
Selama ini, pemerintah desa dinilai sudah peka terkait masalah kebencanaan. Namun, hal itu baru terfokus pada upaya penanganan pascabencana, seperti pengadaan genset dan gergaji listrik. Pemerintah desa pun diminta untuk mulai memikirkan upaya pencegahan bencana.
Gunawan mengatakan, inisiatif dan swadaya desa sangat dibutuhkan. Hal itu mengingat pemerintah daerah maupun pemerintah pusat tidak mungkin bisa mencukupi kebutuhan EWS di semua daerah rawan bencana.
Lebih dari 220 desa di 11 kecamatan di Kabupaten Magelang terpetakan sebagai daerah rawan longsor. Adapun, Kabupaten Magelang memiliki 28 EWS yang sudah dibagikan kepada 25 desa.
Keseluruhan EWS tersebut didapatkan dari bantuan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan sebagian dibeli dengan alokasi dana APBD Kabupaten Magelang. Harga perangkat tersebut berkisar Rp 40 juta hingga Rp 400 juta per unit.
Ketua Tim Search and Rescue (SAR) Kabupaten Magelang Heri Prawoto mengatakan, pihaknya juga secara intensif melakukan pelatihan kebencanaan bagi desa-desa rawan bencana. Tim SAR yang beranggotakan 22 personel sudah memberikan pelatihan kepada 99 orang.
Pelatihan yang diberikan antara lain pelatihan untuk menolong korban hanyut serta pemberian pertolongan pada korban banjir dan angin puting beliung. Selain memberikan pelatihan, SAR juga membantu warga di daerah bencana dan turut mengajari mereka membuat alat deteksi bencana longsor sendiri.