Keberangkatan Kapal Tol Laut Bergantung pada Konsolidasi Muatan
Keterlambatan jadwal kedatangan kapal tol laut di Pelabuhan Tahuna, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, dari Pelabuhan Tanjung Perak dipengaruhi konsistensi keberangkatan kapal.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI/IQBAL BASYARI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Keterlambatan jadwal kedatangan kapal tol laut di Pelabuhan Tahuna, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, dari Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, dipengaruhi konsistensi keberangkatan kapal. Jadwal keberangkatan sangat dipengaruhi konsolidasi muatan dan kepadatan dermaga.
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Wisnu Handoko, dihubungi dari Manado, Senin (13/1/2020), menyebut, kedatangan muatan kapal ke pelabuhan sebagai faktor inkonsistensi waktu kedatangan tol laut.
”Bisa saja kapal tepat waktu, tetapi risikonya adalah muatan milik pedagang akan tertinggal. Jadi, semua tergantung konsolidasi muatan dan kepadatan dermaga,” katanya.
Wisnu mengatakan, pihaknya telah menetapkan target jumlah perjalanan bagi PT Pelni dan perusahaan pelayaran BUMN lainnya. ”Namun, realisasinya akan bergantung pada konsolidasi muatan dan kepadatan ruang sandar,” ujar Wisnu.
Bisa saja kapal tepat waktu, tetapi risikonya adalah muatan milik pedagang akan tertinggal. Jadi, semua tergantung konsolidasi muatan dan kepadatan dermaga.
Vice President Communication PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) Wilis Aji Wiranata mengatakan, keterlambatan keberangkatan kapal tol laut biasanya disebabkan kapal menunggu muatan. Jika ada kapal tol laut yang terlambat, biasanya ditentukan pemilik kapal.
”Kapal tol laut mendapatkan prioritas karena mendapatkan tempat khusus di dermaga selatan Terminal Jamrud untuk bongkar muat, lokasi penumpukan peti kemas juga khusus,” katanya.
Dia memastikan, jika ada keterlambatan keberangkatan, tidak disebabkan proses bongkar muat yang lama. Semua peralatan bongkar muat sangat siap melayani tol laut yang merupakan program prioritas pemerintah.
”Jika jadwal keberangkatan mundur, biasanya pemilik kapal yang meminta karena menunggu muatannya penuh. Ada barang yang belum sampai di area pelabuhan, padahal peralatan kami sudah siap,” ucap Wilis.
Datangnya muatan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak disebut sebagai penyebab inkonsistensi jadwal kedatangan kapal tol laut di Pelabuhan Tahuna, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Kegiatan bongkar muat yang seharusnya bisa selesai dalam hitungan jam molor hingga dua hari.
Dihubungi dari Manado, General Manager Terminal Jamrud Pelabuhan Tanjung Perak Sutopo mengatakan, kapal-kapal tol laut kerap berangkat lebih lambat daripada jadwal yang ditetapkan karena menunggu muatan. Akibatnya, barang-barang yang disalurkan ke daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) terlambat tiba.
”Berdasarkan hasil evaluasi PT Pelindo III, keberangkatan kapal sering molor dari jadwalnya gara-gara menunggu muatan. Menunggu satu peti kemas dari pabrik atau pemilik barang saja bisa berjam-jam. Padahal, kami sebagai operator sudah siap sekali,” kata Sutopo.
Dia mencontohkan, dengan fasilitas mesin bongkar muat di Terminal Jamrud yang mencapai 10 peti kemas per jam, seharusnya hanya butuh maksimal 10 jam untuk memuat 60-80 peti kemas ke Kapal Logistik Nusantara 1 milik PT Pelni yang mengisi trayek Surabaya-Makassar-Tahuna. Namun, akibat logistik yang akan dikirim datang terlambat ke pelabuhan, kapal tersebut akhirnya bersandar di dermaga hingga dua hari.
Berdasarkan hasil evaluasi PT Pelindo III, keberangkatan kapal sering molor dari jadwalnya gara-gara menunggu muatan. Menunggu satu peti kemas dari pabrik atau pemilik barang saja bisa berjam-jam. Padahal, kami sebagai operator sudah siap sekali.
Hal yang sama terjadi pada Kapal Kendhaga Nusantara 3 yang dikelola PT Djakarta Lloyd. Butuh sehari penuh untuk memuat belasan peti kemas yang akan dibawa ke Kendari, Taliabu, dan Luwuk.
Sebelumnya, Kepala Cabang PT Pelni di Tahuna Hamdan Janis mengatakan, keterlambatan Kapal Logistik Nusantara diakibatkan padatnya antrean bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Perak. ”Rute tidak bisa dialihkan dari Tanjung Perak ke pelabuhan lain (yang lebih sepi) karena pasokan barang murah terpusat di Surabaya,” kata Hamdan.
Titik keberangkatan
Kendati demikian, Sutopo menampik dugaan tersebut. Ia mengatakan, dermaga selatan di Terminal Jamrud memang menjadi lokasi keberangkatan bagi 11 kapal tol laut. Kegiatan bongkar muat kapal tol laut sudah diprioritaskan sehingga kapal semestinya tidak perlu bersandar terlalu lama.
Di samping itu, Terminal Jamrud hanya kedatangan paling tidak empat kapal setiap bulan. ”Sebenarnya terminal sangat longgar. Kami juga berharap, muatan tol laut ini bisa lebih cepat sehingga tidak perlu berhari-hari, tapi enggak bisa gara-gara barang selalu datang terlambat dari pabrik,” ujar Sutopo.
Di kalangan pedagang Gerai Maritim Kepulauan Sangihe, pemesanan barang dinilai cenderung mudah. Menurut Siska Tandaju, pemilik UD Zion di Tahuna sebagai agen tepung dan beras, pemesanan peti kemas dilakukan secara dalam jaringan via surat elektronik. Tanggal pemesanan dan pengiriman tertera pula dalam dokumen digital.
Sementara itu, Direktur Usaha Angkutan dan Tol Laut PT Pelni Masrul Khalimi belum mau berkomentar soal penyebab inkonsistensi kedatangan kapal tol laut di daerah 3T. Setelah pelantikan pada akhir Desember 2019, ia membutuhkan waktu untuk memetakan masalah.
Namun, Masrul menyatakan, keberlangsungan tol laut perlu ditinjau ulang. ”Kalau bisa, langsung di Surabaya sebagai sumber pasokan ke kepulauan. Yang menjadi fokus kami adalah pewujudan Nawacita. Jangan sampai program untuk menekan disparitas harga ini tidak berjalan,” katanya.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kepulauan Sangihe Feliks Gaghaube mengatakan, selama 2016-2018, tol laut cukup efektif. Harga barang kebutuhan masyarakat bisa ditekan hingga 6 persen-16 persen lebih rendah.
Gerai Maritim Kepulauan Sangihe yang beranggotakan 23 pedagang pun semangat memanfaatkan tol laut. Selama 2018, 959 peti kemas didatangkan. Adapun Juni-Desember 2019, mereka mendatangkan 324 peti kemas.
”Kami di perbatasan bersyukur atas keberadaan program ini. Namun, perlu ada evaluasi dan pengawasan bersama demi kelancaran,” kata Feliks.