Oknum Perwira TNI AL Diperiksa Terkait Dugaan Pengancaman
Seorang oknum perwira TNI AL diduga melakukan pengancaman kepada seorang warga di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Terkait itu, oknum tersebut kini diperiksa di Mabes TNI AL.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Seorang oknum perwira TNI Angkatan Laut diduga melakukan pengancaman kepada seorang warga di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Korban mengaku disekap, bahkan ditodong pistol, untuk mengikuti permintaan oknum tersebut terkait sengketa tanah antara korban dan orangtua pelaku. Pemeriksaan terhadap oknum perwira tersebut sedang dilakukan.
Komandan Pangkalan TNI AL Kendari Kolonel Laut (P) I Putu Darjatna, Senin (13/1/2020), menjelaskan, kasus dugaan pengancaman yang melibatkan seorang perwira Marinir, yaitu Letkol AF, telah ditangani Markas Besar TNI AL. Saat ini, Letkol AF telah berada di Jakarta untuk dimintai keterangan.
Menurut Darjatna, Letkol AF tidak bertugas di wilayah Sulawesi Tenggara, tetapi di Surabaya, Jawa Timur. Ia diketahui sedang cuti dan pulang ke kampungnya di Kolaka.
Waktu itu, warga tersebut dibawa ke Pos AL Kolaka karena untuk melakukan mediasi saja.
”Terkait kejadian dugaan penodongan senjata dan pengancaman, sedang didalami pusat. Waktu itu, warga tersebut dibawa ke Pos TNI AL Kolaka karena untuk melakukan mediasi saja. Beberapa perwakilan dari pondok pesantren juga datang,” kata Darjatna.
Muhammad Sutamin (49), warga korban pengancaman tersebut, menceritakan, pengancaman oleh AF terjadi beberapa kali sejak tujuh tahun terakhir. Ancaman secara verbal utamanya terjadi ketika kasus sengketa tanah antara dirinya dan orangtua AF tersebut berlangsung, pertengahan 2013.
”Sejak saat itu, saya sering ditelepon dan diancam agar menyerahkan sertifikat tanah. Saya tidak meladeni karena tanah tersebut telah kami beli dan kemudian bersengketa di pengadilan,” ucap Sutamin, yang juga Ketua Yayasan Ihya Assunah sekaligus pengasuh pesantren, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (13/1/2020).
Puncaknya terjadi pada Kamis (9/1/2020) sekitar pukul 13.00. AF bersama orangtuanya mendatangi Sutamin di pondok pesantren dengan pakaian dan atribut militer. Sutamin mengatakan dipaksa ikut ke dalam kendaraan, ditarik, bahkan ditodongkan pistol.
Sebuah video pendek yang masih dipegang Sutamin memperlihatkan ketika ia ditarik dan dibentak untuk masuk ke kendaraan yang dipakai AF dan beberapa orang lain. Video tersebut juga memperlihatkan AF mengeluarkan benda mirip senjata.
Sutamin melanjutkan, ia lalu dibawa ke Pos TNI AL Kolaka. Di dalam pos, ia diinterogasi, bahkan kembali ditodongkan pistol di kepala. Sebuah letusan terdengar dari luar pos.
”Ada oknum lain di ruangan yang bilang agar saya bicara yang benar karena di luar sudah ada peringatan. Ayah Letkol AF lalu mengambil pistol dari tangan anaknya. Namun, pelaku lalu mengambil sangkur dan kembali mengancam untuk menyerahkan sertifikat tanah. Saya dipaksa menyuruh orang datang membawa sertifikat tersebut lalu menandatangani surat penyerahan,” kata Sutamin.
Sertifikat tanah yang sekarang menjadi tempat berdirinya pondok pesantren, menurut Sutamin, sebelumnya dibeli dari orangtua Letkol AF, yaitu MM. Tanah seluas 7.000 meter persegi, yang terletak di Kelurahan 19 November, Kecamatan Wundulako, Kolaka, itu dibeli dengan harga Rp 100 juta. Uang telah ditransfer ke MM sejak 2012.
Akan tetapi, beberapa lama setelah proses jual-beli tersebut, Menurut Sutamin, tanah tersebut tidak dijual, tetapi hanya diwakafkan. Adapun uang tersebut masih dipegang MM hingga saat ini. Sejak saat itu, sengketa tanah mulai mencuat.
Bahkan, pada 2018, MM menggugat Sutamin terkait kepemilikan tanah itu di Pengadilan Negeri Kolaka. Gugatan yang diajukan tidak diterima di tingkat ini (niet ontvankelijke verklaard/NO), juga di tingkat banding di Pengadilan Tinggi Sulawesi Tenggara pada Oktober 2019. Proses hukum saat ini berada di tingkat kasasi Mahkamah Agung.
Nur Rahmat Karno, kuasa hukum Sutamin, menyampaikan, apa yang dilakukan oleh Letkol AF merupakan tindakan sewenang-wenang dan melangggar aturan. Sebab, saat ini permasalahan tanah antara Sutamin dan orangtua AF masih berproses secara hukum.
”Untuk apa seorang anggota militer mendatangi tempat seseorang, membawanya ke pos TNI AL, dan melakukan serangkaian pengancaman? Tentu ini melanggar disiplin dan mencederai institusi sekaligus membuat orang lain terancam,” kata Rahmat.
Oleh karena itu, Rahmat melanjutkan, pihaknya telah melaporkan orangtua AF dalam tindakan pengancaman dan perampasan ke Polres Kolaka, pekan lalu. Terkait AF sendiri, pihaknya membuka ruang mediasi selama tiga hari sebelum mengambil langkah hukum melaporkan kejadian ini hingga ke Polisi Militer TNI AL dan Markas Besar TNI.
Kepala Polres Kolaka Ajun Komisaris Besar Saiful Mustofa menyampaikan, pihaknya telah menerima laporan Sutamin terkait kejadian tersebut. Pihaknya akan menindaklanjuti setelah pendalaman laporan dilakukan.
”Kami tentu menerima laporan yang masuk. Namun, ini masih dari satu pihak dan akan mendengarkan juga keterangan terlapor nantinya. Yang jelas, situasi sekarang sudah kondusif dan kami upayakan agar tetap terjaga terus,” ucap Saiful.