Pemerintah Kabupaten Jayapura menargetkan peremajaan 3.700 hektar kebun kakao di tiga distrik atau setingkat kecamatan di daerah itu.
Oleh
Fabio Costa
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Pemerintah Kabupaten Jayapura menargetkan peremajaan 3.700 hektar kebun kakao di tiga distrik atau setingkat kecamatan di daerah itu. Hal itu menyusul penurunan drastis produksi kakao petani akibat serangan hama sejak tahun 2010.
Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Jayapura Sambodo Samiyana, di Jayapura, Papua, Senin (13/1/2019), mengatakan, pihaknya wajib melaksanakan peremajaan kebun kakao karena serangan hama yang terus menerus terjadi selama sembilan tahun terakhir.
Sementara, tahun 2019, produksi biji kakao hanya sekitar 800 ton yang dikirim ke Surabaya dan Makassar.
Serangan hama menyebabkan luas area kebun kakao yang produktif menurun drastis, yakni dari semula 9.000 hektar menjadi hanya 4.000 hektar pada tahun ini. Kondisi ini pun menyebabkan produksi biji kakao anjlok.
"Pada tahun 2008, produksi biji kakao mencapai 6.000 ton. Sementara, tahun 2019, produksi biji kakao hanya sekitar 800 ton yang dikirim ke Surabaya dan Makassar," ujar Sambodo.
Sambodo menuturkan, dengan peremajaan tanaman, produksi kakao diharapkan dapat kembali seperti pada tahun 2008. Perekonomian masyarakat yang memiliki kebun kakao pun dapat meningkat. "Proses peremajaan 3.700 hektar kebun kakao dapat berlangsung selama delapan tahun. Setiap tahun, peremajaan kakao mencapai sekitar 400 hektar," tuturnya.
Bupati Jayapura Mathius Awoitauw menjelaskan, budidaya kakao di wilayahnya difokuskan di enam distrik dan 61 kampung. "Masyarakat di daerah-daerah ini telah berkomitmen untuk mengembangkan kembali perkebunan kakao. Kami akan menjadikan Kabupaten Jayapura sebagai salah satu sentra kakao di Indonesia," ucapnya.
Koordinator Manajemen Hutan Berkelanjutan World Wide Fund for Nature (WWF) Program Papua Piter Roky Aloysius, yang juga penggiat budidaya kakao, berpendapat, peremajaan kakao harus menggunakan bibit lokal setempat. Menurut dia, bibit lokal lebih berkualitas dan tahan hama.
Selain itu, lanjut Piter, peningkatan produksi juga dapat dilakukan melalui pembinaan petani. "Selama ini banyak petani yang sudah meninggalkan kebun kakaonya dan beralih ke usaha perkebunan yang lain. Hal ini disebabkan rendahnya harga jual biji kakao di pasaran dan petani kurang giat dalam merawat kebun kakao," ujarnya.
Ia juga berharap pemerintah daerah setempat memastikan pemasaran kakao yang berkelanjutan. Hal ini akan memotivasi petani untuk giat dalam budidaya kakao.