Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla menerima gelar doktor kehormatan dari Institut Teknologi Bandung, Senin (13/1/2019). Dalam orasi ilmiahnya, Kalla menekankan pentingnya inovasi dalam mendorong produktivitas.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla menerima gelar doktor kehormatan (honoris causa) dari Institut Teknologi Bandung, Senin (13/1/2019). Dalam orasi ilmiahnya, Kalla menekankan pentingnya inovasi dalam mendorong produktivitas untuk kesejahteraan bangsa.
Kalla mengatakan, kekayaan alam bukan jaminan kemakmuran. Banyak negara dengan sumber daya alam melimpah tetapi gagal menyejahterakan rakyatnya. Sebaliknya, sejumlah negara maju justru memiliki kekayaan alam terbatas.
“Kekayaan alam sering membuat suatu bangsa terjebak dalam kebijakan yang salah dan konflik berkepanjangan. Mereka fokus pada upaya mengeksploitasi, namun lupa berkreasi dan berinovasi,” ujarnya di Aula Barat ITB, Kota Bandung, Jawa Barat.
Baca juga; Jusuf Kalla: Masjid Harus Menjadi Pusat Pengembangan Ekonomi Rakyat
Menurut Kalla, inovasi yang meningkatkan produktivitas menjadi kunci pembangunan. Negara dengan produktivitas tinggi akan mampu memproduksi barang dan jasa melebihi kebutuhannya. Alhasil, selisih antara produksi dan yang dikonsumsi memungkinkan menjadi investasi.
Dalam orasi ilmiahnya, Kalla menceritakan inovasi yang dilakukan saat berkarier di pemerintahan dan swasta. Ketika merintis PT Bukaka pada 1980-an, misalnya, dia mendorong inovasi teknologi dan meningkatkan peran produk nasional.
Dengan menjalani berbagai riset di berbagai negara, perusahaan itu dapat memproduksi garbarata dalam proyek pembangunan Bandara Soekarno-Hatta tahap dua pada 1990-an. Pencapaian itu menjadi angin segar bagi PT Bukaka yang saat itu mempunyai ribuan karyawan.
“Produk Bukaka telah dipakai di berbagai negara, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Myanmar, Hongkong, Jepang, dan Chili,” ujarnya.
Dalam pemerintahan, Kalla berinovasi lewat konversi energi. Hal itu dilakukan saat terjadi krisis energi pada 2005 sehingga harga minyak naik mencapai 70 dolar Amerika Serikat per barel.
Subsidi energi saat itu mencapai Rp 94 triliun. Sekitar 40 persen di antaranya merupakan subsidi minyak tanah. Pemerintah mencabut subsidi minyak tanah secara bertahap dan menggantinya dengan gas LPG.
Di era yang cepat berubah, kita harus dapat menyesuaikan diri bahkan berusaha ikut menjadi dirigen perubahan. Tetap di tempat atau berjalan lambat, berarti tertinggal
“Subsidi minyak tanah saat itu sekitar Rp 40 triliun. Padahal biaya konversi hanya sekitar Rp 20 triliun,” ujar mantan Ketua Umum Partai Golongan Karya itu.
Kalla menuturkan, inovasi untuk meningkatkan produktivitas tidak boleh berhenti. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas pendidikan menjadi syarat mutlak.
Selain itu, dibutuhkan keberanian dan ketegasan untuk memulai inovasi dan mengambil risiko. “Di era yang cepat berubah, kita harus dapat menyesuaikan diri bahkan berusaha ikut menjadi dirigen perubahan. Tetap di tempat atau berjalan lambat, berarti tertinggal,” katanya.
Kalla mendorong perguruan tinggi untuk terus berinovasi. Inovasi tersebut kemudian dikerjasamakan dengan industri untuk menghasilkan karya yang menjadi motor meningkatkan produktivitas.
Ketua tim promotor doktor, Prof Abdul Hakim Halim, mengatakan, Kalla telah banyak melakukan inovasi saat berkarier di pemerintahan maupun swasta. Selain meningkatkan produktivitas, inovasi itu juga mendongkrak kesejahteraan masyarakat.
“Berdasarkan karya-karya inovatif itu, tim promotor berkesimpulan Jusuf Kalla sangat layak mendapat gelar doktor kehormatan dari ITB dalam bidang produktivitas,” ujarnya.
Rektor ITB Kadarsah Suryadi berharap penganugerahan gelar doktor kehormatan kepada Kalla menjadi awal dari gerakan nasional produktivitas dalam menyongsong bonus demografi pada 2030. Gerakan tersebut memerlukan kolaborasi semua pihak, mulai dari pemerintah, pengusaha, pekerja, dan masyarakat.
Penganugerahan gelar doktor itu juga dihadiri istri Jusuf Kalla, Mufidah Jusuf Kalla dan anggota keluarga lainnya. Hadir juga sejumlah pejabat, di antaranya Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Fadel Muhammad, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, serta Gubernur Jabar Ridwan Kamil.