Kejahatan jalanan di Daerah Istimewa Yogyakarta atau sering disebut “klitih” kembali menelan korban jiwa. Fatur Nizar Rakadio (17), pelajar SMK asal Bantul, meninggal setelah dirawat di rumah sakit hampir satu bulan.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
BANTUL, KOMPAS — Aksi kejahatan jalanan di Daerah Istimewa Yogyakarta atau sering disebut klitih kembali menelan korban jiwa. Fatur Nizar Rakadio (17), pelajar SMK asal Bantul, meninggal setelah dirawat di rumah sakit hampir satu bulan. Aparat kepolisian sudah menetapkan satu tersangka dari peristiwa itu.
”Satu tersangka yang berhasil diamankan berinisial APS pada 10 Januari. Dia masih berstatus sebagai pelajar. Berusia 18 tahun. Dia berperan menendang sepeda motor korban hingga korban terjatuh dan akhirnya meninggal,” kata Kepala Kepolisian Resor (Polres) Bantul Ajun Komisaris Besar Wachyu Tri Budi Sulistiyono, di Markas Polres Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (14/1/2020).
Awalnya, Rakadio bersama teman-teman satu kelasnya sejumlah 27 orang baru saja berwisata ke Pantai Watulawang, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sabtu (14/12/2019). Mereka berboncengan dengan sepeda motor. Sewaktu melintas di Jalan Imogiri-Siluk, Kecamatan Imogiri, Bantul, sekitar pukul 14.00, mereka berpapasan dengan rombongan pelajar yang berkendara dengan enam unit sepeda motor.
Tiba-tiba, rombongan itu melempari mereka dengan cat tembok yang dibungkus plastik. Tak hanya melempari rombongan itu juga mengejar mereka.
Rakadio bersama teman-temannya pun langsung tancap gas untuk kabur dari kejaran rombongan itu. Tak jelas permasalahan yang menyebabkan rombongan itu mengejar mereka. Saat melintasi depan Toko Besi Srigading, Dusun Jayan, Desa Kebonagung, Imogiri, stang motor Rakadio ditendang APS. Ia pun terjatuh dan tak bisa bangun lagi. Warga sekitar menolongnya untuk membawanya ke rumah sakit.
Rakadio mengalami patah tulang leher, retak tulang punggung, dan pergeseran tulang ekor akibat serangan itu. Ia juga lumpuh karena ada bagian saraf yang terkena. Setelah sempat dirawat di rumah sakit selama 27 hari, ia pun meninggal pada 9 Januari.
”Ini kejahatan jalanan tanpa motivasi yang jelas. Orang sebut di sini klitih. Motifnya sementara ini untuk iseng. Dia membawa cat yang dikemas dalam kantong plastik. Tujuannya untuk dilempar kepada rombongan yang papasan. Korban dipilih secara acak,” kata Wachyu.
Wachyu menambahkan, APS menjalankan aksinya bersama 11 temannya. Aparat kepolisian masih memeriksa teman-teman tersangka itu. Apabila ada bukti yang cukup, bisa saja jumlah tersangka bertambah. Teman-teman tersangka masih berusia 16-18 tahun dan berstatus pelajar.
”Kalau dilihat sementara, ini diduga geng motor. Karena, sebagian besar sepeda motornya sama. Lalu, mereka juga tergabung dalam satu grup WA (WhatsApp) yang sama bernama ’Sedulur’. Padahal, mereka berbeda tempat tinggal dan sekolah. Kami menganalisa dari itu,” kata Wachyu.
Ia menambahkan, tersangka bakal dijerat dengan Pasal 351 Ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ini karena perbuatan yang dilakukan tersangka telah mengakibatkan hilangnya nyawa. Ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
Widiastuti (39), ibu Rakadio, berharap penegakan hukum berjalan sebagaimana mestinya. Tersangka harus mendapatkan hukuman setimpal. Ia mengaku masih sangat terpukul dengan kepergian anaknya itu. Ia berharap kejadian serupa tidak terulang lagi.
Sebelumnya, klitih yang juga memakan korban jiwa terjadi di Yogyakarta, Minggu (22/9/2019). Korbannya seorang siswa SMK bernama Egy Hermawan (17). Peristiwa naas dialami korban seusai menonton kejuaraan futsal antar-SMA dan SMK.
Ia diserang sekelompok pelajar lain yang tak dikenalnya. Salah seorang penyerangnya menggunakan senjata tajam. Korban meninggal akibat terlalu banyak mengeluarkan darah dan tak sempat tertolong ketika dilarikan ke rumah sakit.