Pagar Listrik untuk Perkebunan di Habitat Satwa Perlu Dibatasi
Penggunaan listrik di perkebunan warga yang masuk dalam habitat satwa lindung perlu dibatasi agar tidak menjadi ancaman bagi keberlangsungan kehidupan satwa. Lima ekor gajah mati diduga tersengat listrik di Aceh Jaya.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Penggunaan listrik di perkebunan warga yang masuk dalam habitat satwa lindung perlu dibatasi agar tidak menjadi ancaman bagi keberlangsungan kehidupan satwa. Kasus kematian lima ekor gajah sumatera di Kabupaten Aceh Jaya diduga karena tersetrum memperpanjang daftar kematian gajah karena listrik.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh Muhammad Nur, Selasa (14/2/2020), mengatakan, kasus gajah mati di Aceh Jaya adalah persoalan serius. Jika tidak ada perbaikan atau pengaturan pemakaian listrik sebagai pagar di lokasi tertentu, hidup satwa lindung akan selalu dalam ancaman.
Bukan hanya itu, menurut Nur, jika tidak diatur, modus ini juga akan digunakan oleh pemburu untuk membunuh satwa lindung. ”Seolah-olah untuk kepentingan menjaga kebun, padahal untuk membunuh satwa,” kata Nur.
Nur mendesak kepolisian mengungkap tuntas kasus kematian gajah di Desa Tuwi Peuriya, Kecamatan Teunom, Aceh Jaya. Tulang belulang lima gajah ditemukan pada Rabu-Kamis (1-2/1/2020). Dua gajah disebut berjenis kelamin jantan, tetapi tidak ditemukan gading di lokasi itu
Dalam kasus di Aceh Jaya, Nur mengatakan, polisi harus mengusut apakah pemilik kebun memang berniat untuk menghalau gajah masuk ke kebun. ”Saya rasa warga yang tinggal di kawasan habitat gajah tahu bahwa gajah adalah satwa lindung,” kata Nur.
Seolah-olah untuk kepentingan menjaga kebun, padahal untuk membunuh satwa. (Muhammad Nur)
Nur menambahkan, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh bersama PT Perusahaan Listrik Negara perlu bersinergi untuk mengatur atau membatasi penggunaan pagar listrik di habitat satwa.
”PLN mungkin tidak bisa menolak pengajuan pemasangan meteren karena itu hak konsumen. Namun, mereka bisa mempertanyakan keperluan pemasangan ampere di perkebunan,” kata Nur.
Sebelumnya, pada 15 Oktober 2017, dua ekor gajah sumatera di Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peurelak, Kabupaten Aceh Timur, juga mati terkena pagar listrik. Hingga kini kasus itu belum terungkap tuntas.
Hingga kini kasus itu belum terungkap tuntas.
Humas PT PLN Persero Wilayah Aceh Teuku Bahrul Halid mengatakan, tidak ada aturan tentang pemakaian listrik untuk pagar kebun. Namun, pihaknya sering menyosialisasi pemakaian listrik yang aman dan bijak kepada warga. Penindakan baru dilakukan jika ada pelanggaran seperti pencurian arus, meteran ilegal, dan menunggak pembayaran.
Dalam kasus kematian gajah di Aceh Jaya yang diduga karena tersengat pagar listrik, Bahrul menduga ada warga yang mengutak-atik sistem kelistrikan pada meteran tersebut.
”Dalam kondisi normal jika ada gangguan seharusnya MCB (miniature circuit breaker) mental. Kalau arusnya terus-menerus mengalir, ada yang diubah,” kata Bahrul.
Bahrul mengatakan, pihaknya sering menyosialisasikan penggunaan listrik yang benar kepada warga. Sosialisasi dilakukan karena kebakaran dipicu arus pendek kerap terjadi. Namun, kata Bahrul, tidak banyak warga yang mau terlibat. ”Kesadaran warga masih rendah,” kata Bahrul.
Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto mengatakan, penggunaan listrik sebagai pagar kebun di area jelajah satwa sangat berisiko bagi satwa. BKSDA Aceh akan membangun komunikasi dengan PLN membahas persoalan tersebut.