Merasa Terganggu, Penutupan Keraton Agung Sejagat Melegakan Warga
Penutupan Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah melegakan warga setempat. Mereka cukup lama terganggu dengan aktivitas kelompok tersebut.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
PURWOREJO, KOMPAS - Penutupan Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah melegakan warga setempat. Mereka cukup lama terganggu dengan aktivitas kelompok tersebut.
Pengamatan di Desa Pogung Jurutengah, Rabu (15/1/2020), area Keraton Agung Sejagat telah ditutup garis polisi, sejak Selasa (14/1/2020) malam. Aktivitas pun berhenti, sedangkan bagian dalam area dijaga ketat personel TNI dan polisi.
Ahmad Riyanto (50), warga setempat menuturkan, penutupan dilakukan sekitar pukul 21.00. Kompleks Keraton Agung Sejagat (KAS) didirikan di Desa Pogung Jurutengah, sekitar 13 kilometer arah barat daya pusat kota Purworejo. Desa yang sepi ini tiba-tiba menjadi perhatian setelah viralnya acara kirab sejumlah orang yang mengaku anggota Keraton Agung Sejagat di media sosial.
Beberapa foto dan video kirab dengan nama Ritual Wilujengan membuat warganet heboh. Sebuah video bahkan memperlihatkan kegiatan kirab ala keraton yang tampak mewah. Prajurit keraton mengenakan baju seragam hitam lengkap dengan topi. Dalam foto yang beredar, terlihat seorang pria dan wanita berpakaian ala kaisar duduk di atas kuda. Ritual Agung Keraton Sejagat ini digelar di Desa Pogung Jurutengah, Jumat (10/1/2020).
Bibit awal berdirinya Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, sebenarnya sudah diketahui sejak Agustus 2019. Setelah sempat dibiarkan, lama kelamaan, warga mulai merasa terganggu dengan aktivitas kelompok tersebut.
Camat Bayan, Murhardjono yang baru menduduki jabatan sejak September 2019, mengaku sudah mendapatkan laporan bahwa sebagian warga Desa Pogung Jurutengah mengikuti kegiatan semacam deklarasi kelompok di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang. Namun, hal itu, dianggap sebagai aktivitas komunitas biasa.
Warga mulai terusik ketika 30 Desember 2019, kelompok tersebut mulai menggelar ritual dengan membawa batu besar yang disebut sebagai prasasti pendirian KAS. Saat itu, sebagian warga yang terlibat dalam acara adalah mereka yang juga hadir dalam deklarasi di Candi Borobudur.
Seiring dengan itu, banyak warga mulai menyampaikan keluhan. Mereka merasa terganggu karena kelompok yang tergabung dalam KAS itu sering melakukan kegiatan menari dan menyanyi di tengah malam dan menganggu ketenangan istirahat warga di sekitarnya.
Sumarni (56), warga setempat mengatakan, penutupan ini sangat melegakan warga sekitar. Sebelumnya, warga resah karena orang-orang yang terlibat dalam KAS, seringkali melakukan kegiatan menari dan menyanyi di malam hari, yang sangat menganggu lingkungan sekitar. Selain itu, warga pun tidak senang karena kelompok ini melakukan ritual aneh seperti penyembahan prasasti.
Mempertimbangkan hal itu, pemerintah Kecamatan Bayan pun mulai meningkatkan kewaspadaan ketika mendapatkan informasi bahwa KAS akan melakukan kegiatan kirab budaya pada Jumat (10/1/2020).
Ketika itu, Murhardjono mengatakan, pihaknya sebenarnya berencana menghentikan kegiatan tersebut. Namun, setelah mendapatkan masukan dari sejumlah aparat terkait, rencana penghentian akhirnya dibatalkan. “Berdasarkan saran dari rekan dan aparat lainnya, penghentian kegiatan justru akan berpotensi menimbulkan kericuhan dan aksi massa KAS,” ujarnya.
Aksi massa berpotensi terjadi karena sehari sebelumnya, Kamis (9/1/2020), sudah mulai berdatangan puluhan orang, yang akan hadir sebagai peserta kirab. Sebagian di antaranya berasal dari Yogyakarta dan Lampung.
“Ketika kemudian kirab dilakukan peserta dengan menunggang kuda dan memakai baju keprajuritan, kami menganggap bahwa itu adalah acara budaya, semacam karnaval biasa,” ujarnya.
Sekretaris Desa Pogung Jurutengah, Ngatoilah, mengatakan setelah melihat adanya ritual penyembahan batu prasasti, pihaknya pun mulai merasa KAS sebagai kelompok yang mencurigakan.
Ketika itu, pihaknya pun mulai meminta salah satu perangkat desa yang terlibat dalam KAS untuk mundur dari keanggotannya. Namun, ketika itu, imbauan tersebut diabaikan. Kirab budaya itu kemudian berlanjut pada upacara deklarasi berdirinya KAS dan penobatan raja dan ratu KAS pada Minggu (12/1/2020).
Pada Selasa malam, Toto Santoso dan Fanni Aminadia, raja dan ratu KAS ditangkap jajaran Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah. Empat warga Desa Pogungjurutangah turut diperiksa sebagai saksi, namun Rabu (15/1/2020) sudah kembali dipulangkan ke rumah masing-masing.